Stasiun televisi pemerintah Irak melaporkan pasukan pemerintah telah memasuki Ramadi, ibukota provinsi Anbar, dari pinggiran barat, setelah membersihkan ranjau dan jebakan lain yang dipasang oleh militan ISIS. VOA belum bisa mengukuhkan secara independen sejauh mana kemajuan pasukan Irak itu.
Juru bicara operasi di provinsi Anbar, Jenderal Yehya Rassoul, kepada stasiun televisi itu mengatakan operasi bersama antara militer Irak, polisi, suku-suku dan relawan Syiah itu maju ke pusat Ramadi.
Jenderal Rassoul mengatakan pasukan Irak sedang bertempur guna membebaskan Ramadi dan terus berusaha maju menuju ke pusat kota di beberapa sisi, menghancurkan pertahanan musuh. Ia menambahkan, militan ISIS melarikan diri karena serangan gencar terhadap mereka.
Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi menegaskan dalam pidato hari Rabu (7/10), Irak tidak ingin pasukan darat asing membantu dalam perang melawan ISIS, dan bahwa, "serangan udara harus dikoordinasikan dengan militer Irak."
Al-Abadi membantah, kerja sama keamanan dengan Rusia telah dimulai. Ia mengatakan kerja sama antara Irak, Iran dan Rusia mungkin baru akan dimulai setidaknya dalam tiga bulan.
Analis militer dan mantan jurubicara Kementerian Dalam Negeri Irak, Abdel Karim Khalaf, kepada stasiun televisi pemerintah itu mengatakan "perjanjian agar Rusia ikut serangan udara di Irak telah disetujui oleh Rusia dan Irak di tingkat tertinggi."
Koordinator Amerika untuk operasi melawan kelompok ISIS, Jenderal John Allen, bertemu pejabat-pejabat tinggi Irak hari Rabu di Baghdad untuk membahas konflik yang berkelanjutan itu.
Duta Besar Amerika Stuart Jones juga bertemu Ketua Parlemen Irak Selim Jabbouri untuk membahas pemungutan suara yang akhirnya dilakukan anggota parlemen guna memberi wewenang kerjasama keamanan Rusia dengan Irak.
Harian Al Hayat milik Arab Saudi hari Rabu mengutip seorang pejabat Amerika, mengatakan, "serangan udara terhadap ISIS mungkin akan berlanjut" jika Rusia ikut, tetapi "akan ada lebih sedikit." [ka/al]