Dengan suhu yang turun di bawah titik beku pekan ini di Transnistria – wilayah yang memisahkan diri dari Moldova dan didukung Rusia – berakhirnya kesepakatan pengiriman gas alam dari Rusia melalui Ukraina mengakibatkan pemadaman listrik bergilir, pabrik berhenti beroperasi, serta ketiadaan air panas di kawasan itu.
Ukraina memutuskan untuk tidak memperpanjang perjanjian pengaliran gas lima tahunan dengan Gazprom—raksasa energi yang dikelola pemerintah Rusia. Kesepakatan yang dirundingkan sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 itu mengizinkan pengiriman gas alam melintasi wilayah Ukraina menuju negara-negara di Eropa.
Sebelum perang, pipa gas Rusia memasok 40 persen kebutuhan gas alam Eropa. Kini, menurut data Komisi Eropa, angkanya sekitar 8 persen.
Menteri Energi Ukraina Herman Halushchenk menegaskan bahwa Kyiv menghentikan transit gas tersebut “demi kepentingan keamanan nasional,” menurut laporan kantor berita the Associated Press.
Komisi Eropa telah berulang kali menegaskan bahwa penghentian transfer gas Rusia melalui Ukraina tidaklah mengejutkan, dan negara-negara terkait telah memiliki waktu untuk bersiap.
Namun, di Transnistria—wilayah di tepi Sungai Dniester yang berbatasan dengan Ukraina—penghentian perjanjian tersebut adalah persoalan serius. Wilayah separatis pro-Rusia ini, yang pernah berperang melawan Moldova pada 1992, mengumumkan status darurat akibat berakhirnya pasokan gas.
Kementerian Luar Negeri Moldova menyampaikan dalam keterangan kepada VOA bahwa wilayah negara di barat Sungai Dniester—mencakup sebagian besar populasi Moldova beserta ibu kotanya, Chișinau—telah bersiap menghentikan suplai dari Rusia dan kini membeli gas di pasar Eropa, meski dengan harga lebih tinggi.
Pemerintah Moldova menyatakan mereka telah menawarkan bantuan kepada wilayah tersebut untuk memperoleh gas dari pasar Eropa. Menanggapi hal itu, “Kementerian Luar Negeri” Transnistria menuding Moldova berupaya “memanipulasi opini publik dengan menyebarkan informasi keliru.”
Dalam pernyataan tertanggal 6 Januari, pihak Transnistria mengatakan, “Transnistria tidak menerima bentuk bantuan khusus maupun dukungan praktis yang memadai dari pihak Moldova. Hingga kini, bantuan semacam itu tidak ada.”
Perdana Menteri Moldova yang pro-Barat, Dorin Recean, menyatakan, “Dengan mempertaruhkan masa depan protektorat yang telah mereka dukung selama tiga dekade demi mengguncang stabilitas Moldova, Rusia menunjukkan akhir yang tak terelakkan bagi semua sekutunya: pengkhianatan dan isolasi.”
“Kami melihat ini sebagai krisis keamanan yang bertujuan memungkinkan kekuatan pro-Rusia kembali berkuasa di Moldova, lalu memanfaatkan wilayah kami sebagai senjata melawan Ukraina, yang berbagi perbatasan sepanjang 1.200 kilometer dengan kami,” ujar Recean.
“Pemerintah Moldova tetap berkomitmen mendukung seluruh warga dengan solusi sederhana, termasuk warga di wilayah Transnistria. Kami siap menyalurkan solusi energi alternatif seperti sistem biomassa, genset, bantuan kemanusiaan, dan pasokan medis dasar jika kepemimpinan separatis mau menerima bantuan,” imbuhnya.
Oazu Nantoi, anggota parlemen Moldova, meyakini Transnistria menolak bantuan dari otoritas resmi Moldova atas perintah Kremlin.
Nantoi mengatakan kepada VOA bahwa sebagian besar wilayah Moldova memiliki pasokan hingga Maret.
“Kini, kami tidak lagi bergantung pada monopoli Gazprom. Kami bisa membeli gas dengan harga pasar,” ujarnya. “Terkadang harganya terasa tinggi, tapi Gazprom tidak bisa memengaruhi konsumsi kami.” [th/uh]
Forum