Tautan-tautan Akses

Pasca Serangan Masjid, Selandia Baru Beli Kembali Senjata Api


Noel Womersley dari rumah jagal Canterbury Homeskill, membawa senapan berburu, Sako 85, miliknya di peternakannya di luar Kota Christchurch, Selandia Baru, 28 Maret 2019.
Noel Womersley dari rumah jagal Canterbury Homeskill, membawa senapan berburu, Sako 85, miliknya di peternakannya di luar Kota Christchurch, Selandia Baru, 28 Maret 2019.

Selandia Baru meluncurkan program pembelian kembali senjata api dari para pemilik senjata.

Program yang akan berlangsung selama enam bulan itu bertujuan membersihkan negara itu dari senjata semi-otomatis, jenis yang dilarang setelah pembantaian di dua masjid di Christchurch pada Maret lalu.

Sebulan setelah dua penembakan yang menewaskan 50 orang itu, anggota parlemen Selandia Baru mengesahkan undang-undang kepemilikan senjata api dengan suara 119-1.

Undang-undang tersebut melarang senapan semi-otomatis gaya militer dan senapan serbu otomatis serta magasin berkapasitas tinggi, yang bisa menampung beberapa putaran amunisi. Aksesori yang mampu mengubah senapan biasa menjadi senapan serbu yang bekerja cepat juga dilarang.

Rencana pembelian kembali yang diluncurkan pada hari ini, Kamis (20/6), itu akan memberi kompensasi kepada pemilik senjata hingga 95 persen dari harga awal senjata itu. Pemilik juga akan diberi kompensasi untuk bagian-bagian senjata api dan magasin yang dilarang.

Pemerintah telah menyisihkan hampir $136 juta untuk program yang akan berakhir pada 20 Desember.

Sekitar 1,5 juta orang, dari total jumlah penduduk Selandia Baru yang hampir mencapai 5 juta, memiliki senjata api. Selandia Baru menjadi negara dengan tingkat kepemilikan senjata api sipil tertinggi ke-17 di dunia, menurut Survei Senjata Kecil. [ka]

XS
SM
MD
LG