Tautan-tautan Akses

Pasal Zina KUHP Dinilai Lebih Banyak Mudharatnya


Gedung DPR/MPR RI. (Foto: dok).
Gedung DPR/MPR RI. (Foto: dok).

Perluasan definisi zina dalam revisi UU KUHP yang tengah dibahas di DPR, dinilai lebih banyak berakibat buruk dari pada memberikan manfaat. Tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan lewat pendidikan komprehensif. 

Dalam rancangan UU KUHP yang baru, pasal perzinahan diperluas maknanya. Sebelumnya, pasal ini berlaku jika salah satu pelaku sudah terikat pernikahan. Namun dalam revisi ini, siapapun yang melakukan hubungan seks di luar nikah akan kena pidana.

Pengacara HAM dan aktivis perempuan Naila Rizqi mengatakan perluasan pasal tersebut tidak memiliki dasar yang jelas. Sebab, dalam hubungan seks dua orang dewasa, tidak ada pihak yang dirugikan. "Kalau ada kekerasan tentu itu jadi kejahatan. Tapi kalau dilakukan secara konsensual (kesepakatan), bagaimana kita mengukur ada korban atau tidak? Apakah masyarakat bisa dikatakan sebagai korban? Itu kan perlu ada ukuran yang jelas,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual mengenai RKUHP.

Selain tentunya melanggar wilayah privasi warga, ujar Naila, pasal tersebut juga tidak memenuhi unsur-unsur pemidanaan. Unsur-unsur seperti bahaya, kerusakan, atau kerugian pun tidak ditemukan. "Harus ada bahaya, meskipun itu kecil, harus ada kerusakan itu penting sekali. Kalau ada perbuatan yang dilakukan dua orang, tidak menimbulkan bahaya terhadap dirinya dan orang lain, ya itu tidak masuk dalam kriteria kriminalisasi,” ujar Naila lagi.

Naila mengingatkan, jika revisi ini dipaksa berlaku, hukum ini akan berdampak pada kelompok rentan seperti anak, perempuan, dan masyarakat miskin.

Seorang perempuan dan suaminya setelah akad nikah di masjid di Banda Aceh, 9 Desember 2012. (Foto: Reuters)
Seorang perempuan dan suaminya setelah akad nikah di masjid di Banda Aceh, 9 Desember 2012. (Foto: Reuters)

Ia mencontohkan, berdasarkan pengalaman selama ini, jika ada razia-razia yang dilakukan cenderung menyasar masyarakat miskin. Sementara orang kaya akan terlindungi di dalam rumah masing-masing. "Yang digerebek yang mana? Kos-kosan. Rumah petak di perkampungan kumuh, hotel-hotel menengah ke bawah. Itu yang akan mudah sekali dilakukan penggerebekan. Jadi yang disasar siapa nantinya? Kelompok miskin,” ungkapnya.

Cendikiawan Islam: Lebih Banyak Kerusakan

Sementara itu, Cendekiawan Islam Musdah Mulia menilai, perluasan pasal zina di RKUHP akan banyak efek buruknya. "Saya itu nggak setuju zina, tapi saya nggak setuju pasal-pasal zina dimasukkan dalam KUHP. Banyak problem yang terjadi, lebih banyak mafsadat-nya (kerusakan) dari pada maslahat-nya,” terangnya dalam diskusi tersebut.

Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, persoalan zina sangat luas tafsirnya di dalam Islam. Karena itu, pemerintah akan kesulitan menentukan standar universal. “Interpretasi siapa yang akan mereka (negara) gunakan? Ini kan problematik. Tidak mungkin ini dapat dipenuhi dengan benar.” ujar anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini.

Musdah mengatakan, hukum tersebut berpotensi diskriminatif terhadap perempuan. Sebab, dalam banyak kasus, zina dibuktikan dengan kehamilan. "Perempuan nggak bisa lari dalam konteks seperti ini. Kalau laki-laki bisa mengelak dari persaksian dan pembuktian. Lagi lagi yang muncul adalah ketidakadilan. Sangat tidak adil,” tegas dia.

Hukum cambuk di depan masjid Banda Aceh, 20 April 2018. (Foto: dok).
Hukum cambuk di depan masjid Banda Aceh, 20 April 2018. (Foto: dok).

Sebaliknya, Musdah mengingatkan, jika tuduhan zina tidak terbukti, orang yang menuduh pantas dihukum. Apalagi, kata dia, pembuktian perbuatan zina harus menyertakan empat saksi yang melihat langsung. “Dia akan berbalik menjadi qadzaf (tuduhan zina) dan dia didera hukuman 80 cambuk. Mau nggak dia?"

Solusi: Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Naila mengakui, revisi pasal zina didorong oleh keresahan masyarakat akan penularan penyakit seperti HIV dan infeksi menular seksual (IMS), atau kehamilan tidak diinginkan. Namun, alih-alih melakukan kriminalisasi, ujar Naila, persoalan ini sebaiknya ditangani lewat isu kesehatan publik. "Padahal ada banyak penyelesaian non-hukum pidana yang jauh lebih manusiawi yang justru menjadi jawaban dari persoalan-persoalan yang dikhawatirkan oleh masyarakat,” papar Naila.

Dia juga mendorong pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) di sekolah-sekolah.

Pasal Zina KUHP Dinilai Lebih Banyak Mudharatnya
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:33 0:00

Hal senada diutarakan Musdah Mulia, yang pernah menyaksikan keberhasilan sebuah program pendidikan kespro bagi anak TK. Ia mencontohkan bagaimana program itu berhasil menghentikan kebiasaan seorang anak laki-laki yang kerap menyibak rok anak perempuan. “Alhamdulillah, dalam beberapa evaluasi yang saya baca, itu berhasil. Artinya mengubah perilaku anak-anak itu jadi lebih menghargai sesamanya,” ujar Musdah.

DPR saat ini tengah melanjutkan pembahasan revisi KUHP yang memuat pasal-pasal kontroversial terkait zina, tinggal bersama (kumpul kebo), penghinaan presiden, makar, dan lain-lain.

Kelompok masyarakat sipil menuntut DPR fokus menangani wabah Covid-19, namun parlemen tidak nampak menghiraukannya. [rt/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG