SEOUL —
Korea Selatan menyelenggarakan pemilu yang sangat ketat tanggal 19 Desember untuk memilih pengganti Presiden Lee Myung-bak. Ia dibatasi masa jabatan tunggal lima tahun berdasarkan konstitusi Korea Selatan.
Dengan mengatakan situasi di semenanjung Korea dalam keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, calon terdepan untuk Korea Selatan menggambarkan dirinya sebagai calon terbaik untuk memimpin dalam masa kritis ini.
Park Geun-hye dari Partai Saenuri yang diunggulkan, berbicara dihadapan para wartawan di Seoul, menyatakan ketegangan di Asia Timur Laut terus meningkat, tidak seperti dalam periode sebelumnya.
Ia mengatakan, “Jika ini membantu memajukan hubungan Selatan-Utara, saya bersedia bertemu dengan pemimpin Korea Utara yang baru. Tetapi, yang penting, saya tidak akan mengupayakan pertemuan hanya demi berlangsungnya pertemuan. Sebaliknya, KTT seperti itu harus melibatkan dialog yang jujur tentang isu-isu yang menjadi perhatian bersama.”
Ia juga berjanji untuk melanjutkan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara yang miskin. Bantuan tersebut dihentikan saat presiden Korea yang sekarang menjabat tahun 2008.
Park menambahkan, kepemilikan sejata nuklir Korea Utara tidak dapat diterima. Pyongyang sudah dua kali melakukan uji coba nuklir dan dikenakan sanksi internasional atas tindakan tersebut.
Pemimpin Korea Utara sekarang, Kim Jong Un, yang diperkirakan berusia di penghujung 20 tahunan, mengambil alih kepemimpinan setelah ayahnya, Kim Jong Il meninggal, Desember lalu.
Kedua negara Korea terlibat perang saudara selama tiga-tahun pada tahun 1950-an dan tidak pernah tercapai perjanjian damai.
Park Geun-hye merupakan putri mantan presiden yang dibunuh kepala intelijennya sendiri tahun 1989. Masa kepemimpinan Presiden Park Chung-hee masih kontroversial. Dianggap sebagai diktator, ia juga dianggap berjasa meluncurkan era negara industrialisasi dan pertumbuhan pesat ekonomi yang belum pernah terjadi.
Park Geun-hye, ketika berusia 22 tahun, menjadi ibu negara Korea Selatan setelah ibunya ditembak mati tahun 1974 oleh seorang simpatisan Korea Utara.
Sebagai anggota parlemen nasional Korea Selatan dalam masa jabatan lima kali, Park Geun-hye kalah tipis lima tahun lalu dalam pemilihan awal presiden.
Kali ini Park Geun-hye menghadapi dua lawan kandidat beraliran liberal. Pekan ini, mereka sepakat untuk menggabungkan kampanye. Tetapi, masih belum jelas pihak mana yang akan maju.
Sebagian besar jajak pendapat menunjukkan Park Geun-hye jelas unggul dalam kontes ketiga calon. Tetapi, survei menunjukkan Park Geun-hye menghadapi tantangan berat atau kalah jika baik Moon Jae-in dari Partai Demokrat Bersatu maupun pengusaha Ahn Cheol-soo dari partai independen, memutuskan mundur untuk mendukung calon yang lain.
Dengan mengatakan situasi di semenanjung Korea dalam keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, calon terdepan untuk Korea Selatan menggambarkan dirinya sebagai calon terbaik untuk memimpin dalam masa kritis ini.
Park Geun-hye dari Partai Saenuri yang diunggulkan, berbicara dihadapan para wartawan di Seoul, menyatakan ketegangan di Asia Timur Laut terus meningkat, tidak seperti dalam periode sebelumnya.
Ia mengatakan, “Jika ini membantu memajukan hubungan Selatan-Utara, saya bersedia bertemu dengan pemimpin Korea Utara yang baru. Tetapi, yang penting, saya tidak akan mengupayakan pertemuan hanya demi berlangsungnya pertemuan. Sebaliknya, KTT seperti itu harus melibatkan dialog yang jujur tentang isu-isu yang menjadi perhatian bersama.”
Ia juga berjanji untuk melanjutkan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara yang miskin. Bantuan tersebut dihentikan saat presiden Korea yang sekarang menjabat tahun 2008.
Park menambahkan, kepemilikan sejata nuklir Korea Utara tidak dapat diterima. Pyongyang sudah dua kali melakukan uji coba nuklir dan dikenakan sanksi internasional atas tindakan tersebut.
Pemimpin Korea Utara sekarang, Kim Jong Un, yang diperkirakan berusia di penghujung 20 tahunan, mengambil alih kepemimpinan setelah ayahnya, Kim Jong Il meninggal, Desember lalu.
Kedua negara Korea terlibat perang saudara selama tiga-tahun pada tahun 1950-an dan tidak pernah tercapai perjanjian damai.
Park Geun-hye merupakan putri mantan presiden yang dibunuh kepala intelijennya sendiri tahun 1989. Masa kepemimpinan Presiden Park Chung-hee masih kontroversial. Dianggap sebagai diktator, ia juga dianggap berjasa meluncurkan era negara industrialisasi dan pertumbuhan pesat ekonomi yang belum pernah terjadi.
Park Geun-hye, ketika berusia 22 tahun, menjadi ibu negara Korea Selatan setelah ibunya ditembak mati tahun 1974 oleh seorang simpatisan Korea Utara.
Sebagai anggota parlemen nasional Korea Selatan dalam masa jabatan lima kali, Park Geun-hye kalah tipis lima tahun lalu dalam pemilihan awal presiden.
Kali ini Park Geun-hye menghadapi dua lawan kandidat beraliran liberal. Pekan ini, mereka sepakat untuk menggabungkan kampanye. Tetapi, masih belum jelas pihak mana yang akan maju.
Sebagian besar jajak pendapat menunjukkan Park Geun-hye jelas unggul dalam kontes ketiga calon. Tetapi, survei menunjukkan Park Geun-hye menghadapi tantangan berat atau kalah jika baik Moon Jae-in dari Partai Demokrat Bersatu maupun pengusaha Ahn Cheol-soo dari partai independen, memutuskan mundur untuk mendukung calon yang lain.