Tautan-tautan Akses

Pakar: Jokowi Sudah Memenuhi Syarat Untuk Dimakzulkan


Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Istana Malacanang di Manila, Filipina, Rabu, 10 Januari 2024. (Foto: Ezra Acayan/Pool Photo via AP)
Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Istana Malacanang di Manila, Filipina, Rabu, 10 Januari 2024. (Foto: Ezra Acayan/Pool Photo via AP)

Pakar hukum tata negara menilai pernyataan Presiden Joko Widodo soal kampanye dan keberpihakan sudah memenuhi syarat untuk memulai pemakzulan atau pemberhentian dari jabatannya. 

Pernyataan Presiden Joko Widodo pada Selasa (23/1) bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak saat pemilu, selama tidak menggunakan fasilitas negara dikecam keras banyak kalangan, tak terkecuali para pakar hukum tata negara.

Dalam suatu diskusi di Jakarta, Kamis (25/1), pakar hukum tata negara di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai pernyataan kontroversial presiden itu telah memenuhi syarat terjadinya pemakzulan atau pemberhentian dari jabatannya.

Menurutnya, berdasarkan Pasal 7A, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pernyataan bapak cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka itu sudah masuk dalam kategori perbuatan tercela.

Pasal itu menyatakan presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela; maupun apabila terbukti tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden atau wakil presiden.

Dari konteks perbuatan tercela, lanjut Bivitri, Jokowi telah memenuhi syarat untuk diberhentikan dari jabatannya karena telah melakukan perbuatan yang tidak patut terkait jabatannya sebagai presiden.

“Kalau kita pakai perbuatan tercela pun itu sudah masuk (syarat pemakzulan) karena perbuatan tercela itu jangan dianggapnya sebagai perbuatan tercela untuk rakyat jelata. Kalau melihat presiden , kita harus melihat dari konteks jabatannya apa yang patut dan tidak patut dalam jabatan it,” ujar Bivitri.

Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu (24/1) membantah isu yang beredar luas bahwa Prabowo jatuh sakit. (Foto: Courtesy)
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu (24/1) membantah isu yang beredar luas bahwa Prabowo jatuh sakit. (Foto: Courtesy)

Keberpihakan presiden dan menteri dalam pemilu, tambahnya, tidak hanya berdampak buruk pada demokrasi, tetapi juga mendorong munculnya kembali budaya nepotisme.

"Apa yang sekarang kita alami ini belum pernah terjadi di negara kita. Ada seorang presiden yang nepotismenya gila-gilaan dan cawe-cawenya juga sangat telanjang, nggak malu," katanya.

Bivitri menambahkan, tindakan ini jelas melanggar asas keadilan yang merupakan salah satu asas, prinsip, atau etika dari pemilihan umum.

Untuk itu Bivitri menyerukan masyarakat sipil segera mendorong wacana pemakzulan Jokowi ke badan legislatif, lewat hak interpelasi atau hak angket. Prosesnya mungkin rumit, tambahnya, tetapi hal ini menjadi tolok ukur ketahanan demokrasi Indonesia.

60 Kecurangan di Hari Pertama Kampanye

Pelanggaran aturan hukum yang melibatkan pejabat dan aparatur negara juga dicermati Direktur Imparsial Ghufron Mabruri. Sebelum dan selama masa kampanye, Imparsial menemukan banyak kasus kecurangan pemilu, di tingkat pusat hingga daerah. Menjelang hari pertama kampanye saja, ujarnya, ada 60 kasus kecurangan, dan selama masa kampanye jumlahnya terus meningkat tajam.

"Praktek kecurangan pemilu yang melibatkan pejabat, aparatur negara di berbagai level, di instansi pemerintahan sipil. Kemudian juga melibatkan aparat penegak hukum, aparat keamanan, Polri kemudian TNI, termasuk presiden yang sudah banyak disorot jauh-jauh hari sebelum masa kampanye," ujarnya.

Kecurangan lain yang disorotnya antara lain dukungan terhadap pasangan calon tertentu lewat simbol dan bahasa tubuh, praktik kampanye terselubung, intimidasi secara terbuka dan tertutup terutama oleh aparat penegak hukum, pembatasan kebebasan berekspresi terhadap situasi politik saat ini, penggunaan fasilitas negara.

Ghufron mengatakan semakin dekat ke hari pencoblosan, semakin banyak kasus ketidaknetralan penyelenggara negara dan penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kecurangan-kecurangan itu umumnya menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran. Ia mencontohkan pembangunan sumur bor menggunakan anggaran Kementerian Pertahanan di beberapa daerah.

KPU: Presiden Berhak Berkampanye

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menegaskan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7/2017, presiden memiliki hak ikut berkampanye. Menurut dia, mantan wali kota Solo itu hanya menyatakan norma yang diatur dalam UU No.7/2017. Pasal 299 UU Pemilu menyatakan presiden juga memiliki hak berkampanye. Namun sebagaimana Pasal 281 Ayat 1, dilarang menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara, dan harus cuti di luar tanggungan negara.

Pakar: Jokowi Sudah Memenuhi Syarat untuk Dimakzulkan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Oleh karena itu jika ingin berkampanye, tambah Hasyim, Presiden Jokowi harus mengajukan cuti. Surat permintaan cuti mesti diajukan ke presiden. Presiden Jokowi bahkan bisa berkampanye meski tidak terdaftar sebagai juru kampanye peserta Pemilu.

“Kalau presiden (Jokowi) mau berkampanye juga harus mengajukan cuti ke presiden, kan presidennya cuma satu," ujarnya.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai banyak yang menyalahartikan pernyataan Presiden Jokowi di pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma.

Yang disampaikan presiden, tambahnya, dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri ikut tim sukses. Dalam merespon itu, presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri atau presiden. [fw/ema]

Forum

XS
SM
MD
LG