Tautan-tautan Akses

Pakar: Jelang Pemilu, Kamboja Semakin Bergantung pada China


PM Kamboja Hun Sen (kanan), dan Duta Besar China untuk Kamboja, Wang Wentian, menekan tombol saat upacara peletakan batu pertama pembangunan jalan tol dari Phnom Penh ke kota Bavet yang didanai China, di ibu kota Phnom Penh, 7 Juni 2023.
PM Kamboja Hun Sen (kanan), dan Duta Besar China untuk Kamboja, Wang Wentian, menekan tombol saat upacara peletakan batu pertama pembangunan jalan tol dari Phnom Penh ke kota Bavet yang didanai China, di ibu kota Phnom Penh, 7 Juni 2023.

Proyek pembangunan di Kamboja yang didanai China menuai reaksi beragam di negara itu. Menurut pakar, sebagian menilai hal itu sebagai kesempatan untuk memperbaiki infrastruktur yang buruk di negara itu, sementara sebagian lainnya khawatir tentang ketergantungan ekonomi Kamboja pada China.

Satu bulan sebelum pemilu Kamboja, Perdana Menteri Hun Sen mengumumkan proyek infrastruktur terbaru yang didanai oleh China, jalan tol yang menghubungkan ibu kota Phnom Penh ke kota Bavet, di perbatasan timur negara itu dengan Vietnam.

Jalan sepanjang 135 kilometer itu akan menelan biaya sekitar $1,37 miliar atau sekitar Rp20,7 triliun. Proyek itu adalah kelanjutan dari proyek jalan tol sebelumnya yang menghubungkan Phnom Penh ke Sihanoukville, kota pelabuhan laut utama Kamboja tahun lalu. Proyek itu juga didanai China dan bernilai $2 miliar atau sekitar Rp30 triliun.

“Jalan tol ini akan selesai sebelum saya mati,” kata Hun Sen dalam upacara peletakan batu pertama jalan tol Phnom Penh-Bavet pada pertengahan Juni.

Pengumuman tersebut menggarisbawahi ketergantungan Hun Sen pada China untuk memajukan ekonomi Kamboja selama hampir empat dekade ia berkuasa. Hubungan yang menurut pakar membuat Phnom Penh terikat pada Beijing.

Mesin-mesin konstruksi saat upacara peletakan batu pertama pembangunan jalan tol di Kamboja yang dibiayai dengan dana dari China (foto: dok).
Mesin-mesin konstruksi saat upacara peletakan batu pertama pembangunan jalan tol di Kamboja yang dibiayai dengan dana dari China (foto: dok).

Memperkuat citra

Chhay Lim, periset tamu di Pusat Studi Asia Tenggara di Royal University of Phnom Penh, mengatakan proyek infrastruktur yang didanai China “tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat umum tetapi juga memainkan peran penting dalam memperkuat legitimasi rezim yang berkuasa."

“Bentuk legitimasi ini, yang dikenal sebagai legitimasi berbasis kinerja ekonomi, diperkuat oleh dampak sosial ekonomi positif yang dihasilkan dari masuknya investasi China. Terutama, menjelang pemilu yang akan datang, proyek jalan tol China yang baru diumumkan akan semakin meningkatkan citra positif pemerintah Kamboja,” katanya kepada VOA Khmer.

Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa kembali menghadapi pemilihan tanpa oposisi yang kuat, setelah pemerintah bulan Mei lalu melarang Partai Candelight untuk bersaing dalam pemilu karena alasan dokumen pendaftaran yang tidak lengkap.

Namun, indikator seperti partisipasi pemilih dan surat suara yang rusak akan diawasi dengan ketat sebagai indikator keresahan umum. Hun Sen telah mempersiapkan putra sulungnya, Jenderal Hun Manet, untuk menggantikannya, meskipun belum jelas kapan.

Hun Sen tanpa malu-malu menyambut kemurahan hati China, yang diberikan tanpa persyaratan seperti yang diminta Barat terkait demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, karena China telah membantu pembangunan di Kamboja dalam satu dekade terakhir, ada kekhawatiran bahwa Kamboja akan memiliki utang yang tidak terkendali, yang pada akhirnya akan memaksa negara itu untuk meminta belas kasihan Beijing.

Dua proyek jalan tol di atas tidak diatur sebagai pinjaman, tapi sebagai model “build-operate-transfer” (BOT) di mana perusahaan China dibayar melalui pendapatan yang masuk sebelum akhirnya dialihkan kendalinya kepada Kamboja.

“Ketergantungan yang terlalu besar pada investor China untuk menanggung proyek publik (pemerintah) di Kamboja berarti pemilik proyek yang sebenarnya bukanlah rakyat Kamboja, tetapi investor dan negara asal mereka, khususnya: China,” kata Sophal Ear, dosen di Thunderbird School of Global Manajemen di Arizona State University.

“Kamboja seharusnya tidak terburu-buru untuk membangun lebih banyak jalan tol dengan investor China, dan seharusnya mencari penawaran yang terbaik dan bukannya memperbolehkan para investor (China) ini membangun jalan dan mengoperasikannya selama bertahun-tahun, dan baru mengalihkannya ke Kamboja setelah nilai ekonominya hilang,” tambahnya.

Investor China tarik biaya tol selama setengah abad

Perusahaan BUMN China CRBC akan menarik biaya untuk jalan tol selama 50 tahun di bawah kesepakatan BOT setelah jalan tol dibuka, menurut Kementerian Transportasi Kamboja.

Jalan tol Sihanoukville dan Bavet bisa jadi bagian dari jaringan jalan tol yang bahkan jauh lebih luas, sementara Beijing berupaya untuk memperluas pengaruh globalnya melalui Belt and Road Initiative atau Inisiatif Sabuk dan Jalan China. Inisiatif ini merupakan kebijakan luar negeri andalan Presiden Xi Jinping yang bertujuan untuk menghubungkan China dengan Afrika dan Eropa lewat jaringan darat dan maritim.

Bulan lalu, Hun Sen mengatakan China Road and Bridge Corporation (CRBC) sedang mempelajari kelayakan jalan tol ke Siem Reap dan Poipet City di perbatasan Thailand, yang akan memakan biaya sekitar $4 miliar atau Rp60,7 triliun.

Chhay Lim, yang berafiliasi dengan Pusat Kajian Asia Tenggara Kamboja, mengatakan model BOT adalah “langkah pintar” karena “akan meringankan beban utang saat ini, yang sudah mencapai sekitar $10 miliar atau Rp151,7 triliun.

“Selama proses implementasi proyek ini, pemerintah harus memastikan koordinasi kebijakan yang efektif dan efisien, transparansi, dan yang terpenting, memitigasi kemungkinan dampak negatif pada masyarakat setempat,” ujarnya.

Semua jalan tol dibiayai dan dibangun oleh China Road and Bridge Corporation (Cambodia), yang berpusat di Beijing dan mempunyai cabang di sekitar 60 negara dan teritori.

Meskipun penghasilan CRBC tidak tersedia untuk publik, entitas induknya, China Communications Construction Group (CCCG), mencatat $119,9 miliar atau sekitar Rp1,8 kuadriliun penjualan grup pada 2021.

CCCG adalah kontraktor peringkat tiga terbesar di dunia dilihat dari pendapatan luar negerinya, menurut Engineering News-Record, majalah industri konstruksi Amerika. Perusahaan itu juga salah satu pemain terbesar di Inisiatif Sabuk dan Jalan China.

Menghubungkan ekonomi, memantau rival

Xi meluncurkan Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt & Road Initiative atau "BRI") China pada 2013 untuk menghubungkan ekonomi Asia, Eropa dan Afrika dengan jalan tol, jalur kereta dan pembangkit listrik. Inisiatif ini juga merupakan elemen penting dalam persaingan geopolitik China dan Amerika Serikat, meningkatkan ekonomi dan pengaruh diplomatik China di seluruh dunia.

Dalam acara publik pada bulan Mei, Hun Sen mengatakan BRI telah menguntungkan Kamboja selama 10 tahun dan memuji inisiatif Xi sebagai hal yang “saling menguntungkan.”

Ketika hadir dalam upacara peletakan batu pertama pembangunan jalan tol pada awal Juni, Duta Besar China untuk Kamboja, Wang Wentian, mengatakan proyek itu sebagai “symbol kerja sama antara China dan Kamboja” dan “pencapaian Inisiatif Sabuk dan Jalan China yang bermanfaat.”

Namun, Amerika memperingatkan negara-negara agar tidak mengambil proyek besar di bawah strategi infrastruktur Inisiatif Sabuk dan Jalan China. Menteri Keuangan AS Janet Yellen baru-baru ini mengungkapkan kekhawatirannya kepada anggota Kongres.

"Saya sangat, sangat prihatin dengan beberapa aktivitas yang dilakukan China secara global, melibatkan negara-negara dengan cara yang membuat mereka terjebak dalam utang dan tidak mendorong pembangunan ekonomi," kata Yellen pada sidang dengan pendapat di bulan Maret.

Washington memberi contoh Sri Lanka, di mana Beijing mengambil alih pelabuhan utama negara itu untuk membayar utangnya.

Pemerintah Hun Sen berdalih pinjaman tetap terkendali, dan proyek BOT memungkinkan negara tersebut terhindar dari “perangkap utang.” Menurut Kementerian Ekonomi dan Keuangan, beban utang luar negeri Kamboja saat ini adalah $9,47 miliar atau sekitar Rp143,7 triliun (sekitar 35% dari PDB Kamboja sebesar $27 miliar atau sekitar Rp409,7 triliun) tahun lalu. Utang tersebut bisa meningkat menjadi sekitar $12,62 miliar atau sekitar Rp191,5 triliun tahun 2023 ini.

Laporan yang dikeluarkan Kiel Institute di Jerman pada 2019 memperkirakan Kamboja adalah negara dengan utang terbanyak keenam dibandingkan dengan 50 negara lain yang menerima pinjaman dari pemerintah China dan utang swasta.

Meskipun China dan Kamboja membantah ada “quid pro quo” atau imbal balik diplomasi, pakar mengatakan Hun Sen adalah pendukung kepentingan China yang bisa diandalkan di kancah global, di tengah ketegangan yang semakin meningkat terkait Laut China Selatan dan Taiwan di kawasan itu.

Bulan lalu, Kamboja menangguhkan rencana ASEAN untuk melakukan latihan militer regional, dan mengatakan butuh waktu lebih lama untuk mempelajari proposal yang diajukan oleh Indonesia yang mungkin bisa membuat China marah.

Hun Sen berulang kali memuji diplomasi China “tanpa ikatan” sementara hubungan dengan Barat memburuk akibat tindakan kerasnya kepada mereka yang berseberangan dengan pemerintah dan serangan legal (gugatan hukum) yang dilancarkan terhadap oposisi politiknya, menurut pengamat politik di Kamboja.

Bagi banyak warga Kamboja, jalan tol patut untuk dirayakan, dan mungkin menjadi bukti keberhasilan perdana menteri dalam mencapai agenda ekonominya. Tapi masyarakat yang terancam digusur, khawatir akan masa depan mereka.

Pen Ny (72 tahun), yang menghadapi penggusuran karena rencana pembangunan Jalan Tol Phnom Penh-Bavet, berbicara dengan VOA Khmer, di provinsi Kandal, 15 Juni 2023 lalu.
Pen Ny (72 tahun), yang menghadapi penggusuran karena rencana pembangunan Jalan Tol Phnom Penh-Bavet, berbicara dengan VOA Khmer, di provinsi Kandal, 15 Juni 2023 lalu.

Sok Phouen, 49 tahun, punya sebidang tanah seukuran 700 meter persegi di provinsi Kandal, di rute yang direncanakan untuk menghubungkan Bavet. Ia khawatir harus segera pindah dari tempat tinggalnya sekarang.

“[Perusahaan/kontraktor] dapat keuntungan besar. Tapi warga, yang jadi korban, rugi,” kata ibu empat anak itu.

“Kamboja dekat dengan China. Itu sebabnya kita bisa punya jalan tol,” tambahnya.

Tetangga Phouen, Pen Ny, 72 tahun, juga khawatir akan kehilangan tanahnya seluas 1.200 meter persegi, saat pembangunan jalan tol selesai pada tahun 2027.

“Saya takut tidak punya tempat tinggal. Saya khawatir karena tidak tahu harus pergi ke mana lagi,” kata ibu enam anak itu.

“Kami tidak bisa menolak apapun belakangan ini. Proyek apapun yang mereka ingin lakukan, akan mereka lakukan,” tambahnya. Ia memohon agar mendapatkan kompensasi yang layak untuk tanahnya. “Jangan buat rakyat menderita,” pintanya. [dw/pp]

Recommended

XS
SM
MD
LG