Pakar PBB urusan HAM di Haiti, William O'Neil, mengatakan kepada wartawan di New York pada Selasa (11/3) bahwa situasi di Haiti sangat buruk, dan ia mendesak pihak-pihak yang berkepentingan -- baik nasional maupun internasional -- untuk bertindak sesuai dengan hukum HAM.
Negara tersebut, dan khususnya ibu kotanya, menghadapi kekerasan geng yang terus-menerus. PBB memperkirakan bahwa geng-geng tersebut telah menguasai 85% ibu kota, Port-au-Prince. O'Neil mengatakan bahwa situasinya semakin buruk setiap kali ia mengunjungi Haiti.
"Perang melawan impunitas dan korupsi merupakan hambatan utama untuk membubarkan geng-geng. Oleh karena itu, negara Haiti harus menjadikan perang melawan kedua hal itu sebagai prioritas mutlak. Perang melawan geng-geng tersebut juga harus dilakukan dengan secara ketat mematuhi hukum HAM internasional, khususnya hak untuk hidup. Tidak ada keadaan, betapa pun luar biasanya, yang dapat membenarkan pelanggaran hak fundamental ini," ujar O'Neil.
Kekerasan geng di Haiti terus berlanjut meskipun terdapat misi yang didukung PBB yang dipimpin oleh pasukan Kenya. Seorang polisi Kenya ditembak mati bulan lalu dalam perkelahian dengan sejumlah anggota geng.
O'Neil mengatakan ia telah mendesak pemerintah AS untuk mempertimbangkan kembali keputusannya untuk mengakhiri status perlindungan sementara bagi warga Haiti, status hukum yang selama beberapa dekade telah memungkinkan orang-orang yang sudah berada di Amerika Serikat untuk tinggal dan bekerja secara legal jika tanah air mereka dianggap tidak aman.
Pada bulan Februari, pemerintahan Trump mengumumkan berakhirnya status perlindungan sementara bagi 500.000 warga Haiti, yang perlindungannya kini dijadwalkan berakhir pada bulan Agustus. [ab/uh]
Forum