Para penyelidik di Toulouse, Perancis, akan mulai memeriksa sepotong puing pesawat yang ditemukan di Pulau Reunion, untuk menentukan apakah nomor yang ditemukan pada obyek tersebut sesuai dengan pesawat Malaysia Airlines yang menghilang secara misterius Maret 2014.
Potongan sepanjang dua meter, sebuah komponen sayap yang disebut flaperon, ditemukan Rabu di sebuah pantai di Pulau Reunion, yang terletak di sebelah timur Madagaskar dan lebih dari 3.500 kilometer dari lokasi Boeing 777 terakhir dilacak.
Para pakar memperkirakan hasilnya akan mengkonfirmasi dugaan potongan tersebut berasal dari MH370, berdasarkan bentuk potongan yang ditemukan tersebut dan lubang yang menghubungkannya dengan bagian lain dari pesawat.
Pakar penerbangan Steve Saint Amour mengatakan ia tidak terkejut dengan jarak antara tempat penemuan dan lokasi terakhir di mana pesawat itu terlacak. Ia mengatakan arus kuat di tengah-tengah Samudera Hindia datang dari pantai Australia pesisir selatan ke utara, dan di sekitar Port Hedland di Australia Barat, pesawat itu menyimpang ke arah barat melintasi Samudra Hindia menuju Madagaskar.
Boeing 777
Potongan pesawat itu ditemukan oleh para pekerja yang membersihkan pantai di Pulau Reunion minggu ini.
Mereka mengirimkan foto-foto temuan mereka kepada seorang ahli penerbangan Perancis Xavier Tytelman, yang mengatakan kepada VOA ia yakin potongan pesawat tersebut merupakan bagian pesawat Boeing 777.
"Kami hanya menemukan satu kecocokan, bahwa flaperon tersebut berasal dari Boeing 777," kata Tytleman VOA melalui telepon. "Tidak hanya bentuknya yang cocok, tetapi juga lubang yang menghubungkannya dengan bagian pesawat lainnya."
Wayne Plucker, seorang ahli kedirgantaraan dari Frost dan Sullivan, sebuah perusahaan konsultan di San Antonio, Texas, mengatakan potongan tersebut "hampir pasti" berasal dari Penerbangan MH370.
Ada "sejumlah teknik forensik yang menakjubkan yang dapat Anda lakukan" dalam mempelajari hanya satu bagian, kata Plucker kepada VOA.
Misalnya, peneliti kecelakaan dapat melihat sudut 'robekan' pada permukaan logam dan paku keling untuk menentukan kecepatan dan arah belokan pesawat sebelum terjadinya kecelakaan. Bahkan jenis hewan laut yang menempel pada reruntuhan, dapat digunakan sebagai petunjuk apakah potongan tersebut terendam lebih lama di air dingin atau di air hangat, dan ini akan membantu panduan pencarian pesawat tersebut.
Tapi, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli lainnya, tes tersebut tidak akan menunjukkan siapa yang sedang mengendalikan pesawat atau apakah ada seseorang yang sengaja menyebabkan kecelakaan.
Wakil Perdana Menteri Australia Warren Truss, yang memimpin pencarian pesawat lepas pantai barat daya dari Australia, menyebut penemuan terbaru tersebut sebuah terobosan yang menjanjikan.
"Ini tidak akan sangat membantu untuk menentukan kemungkinan lokasi pesawat itu," kata Truss. "Tapi apabila reruntuhan ini terkait dengan MH370, ini dapat mengkonfirmasi pesawat itu telah tenggelam di Samudera Hindia."
Bukan hal yang tidak masuk akal bahwa ada reruntuhan dari MH370 hanyut ke Pulau Reunion dari lokasi di mana para pejabat percaya pesawat itu jatuh, kata Erik van Sebille, seorang ahli kelautan dari Imperial College London.
Arus laut
Van Sebille, yang mempelajari perjalanan puing-puing menyeberangi lautan, mengatakan para penyelidik mungkin dapat menggunakan arus laut dan pola angin untuk memprediksi lokasi kecelakaan.
"Ini bukan tugas yang mudah untuk dilakukan karena dalam lebih dari 17 bulan, begitu banyak gejolak di laut," kata van Sebille kepada VOA.
"Jika Anda memulai dari suatu tempat dan Anda melacak balik di mana kira-kira pesawat itu jatuh ke air, Anda akan mencakup daerah yang mungkin jaraknya berdiameter beberapa ratus mil," katanya.
Tapi proyeksi tersebut akan memakan waktu lama.
"Komputer mungkin dapat memperhitungkan arus laut, waktu dan jarak untuk melacak kembali dari titik awal yang masuk akal - jika mungkin, ini akan memakan waktu - dan kemudian harus mulai lagi pencarian ke dasar laut yang dalam," demikian laporan yang diunggah hari Rabu, di situs penerbangan Leeham News.
Truss, Wakil Perdana Menteri Australia, Kamis bersikeras bahwa pihak berwenang masih memperkirakan pesawat tersebut berada di suatu tempat di wilayah pencarian saat ini, dan mengatakan penemuan puing-puing itu tidak mungkin menyebabkan perubahan dalam strategi pencarian untuk saat ini.
Penerbangan Malaysia Airlines yang membawa 239 orang, berangkat dari Kuala Lumpur pada tanggal 8 Maret 2014, dalam perjalanan ke Beijing. Pesawat tersebut lenyap dari radar lebih dari satu jam kemudian, di suatu tempat saat melintasi Laut China Selatan.
Peneliti Malaysia telah mengatakan mereka yakin seseorang dengan pengetahuan mengenai pesawat sengaja mematikan perangkat pelacakan pesawat dan mengalihkan pesawat tersebut, tapi penyelidikan masih belum memunculkan banyak petunjuk yang dapat mengukuhkan dugaan tersebut.