Sebuah kelompok advokasi Muslim mengevakuasi kantor mereka di gedung Capitol di Washington DC pada hari Kamis (10/12) setelah menerima surat yang berisi bubuk putih, tetapi para staf kemudian diizinkan masuk kembali setelah pihak berwenang melakukan pemeriksaan dan mengatakan bahwa bubuk tersebut tidak berbahaya.
Surat berisi bubuk putih itu diterima oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) yang juga berisi sebuah pesan yang berbunyi, "Matilah (dengan) kematian yang menyakitkan, Muslim," menurut pengacara organisasi CAIR, Maha Sayed.
"Ketakutan kami ada pada tingkat yang sangat tinggi saat ini, mengingat maraknya retorika anti-Muslim," kata Sayed.
Di California, kantor cabang CAIR di kota Santa Clara, juga dievakuasi pada hari Kamis setelah menerima amplop berisi bubuk yang tidak diketahui di dalamnya, kata juru bicara CAIR, Ibrahim Hooper. Tidak diperoleh rincian lebih lanjut, karena pemerintah setempat tidak bisa segera dihubungi.
Pihak penegak hukum dan komunitas Muslim di seluruh Amerika harus waspada atas meningkatnya sentimen anti-Muslim setelah dua orang suami-istri Muslim melakukan penembakan massal yang menewaskan 14 orang di California pekan lalu. Biro penyelidik federal (FBI) sedang menyelidiki kasus penembakan ini sebagai aksi terorisme.
Kehadiran bubuk putih dalam surat yang dikirimkan ke kantor organisasi CAIR itu mengingatkan kepada serangan bubuk "anthrax" tahun 2001 yang menewaskan lima orang dan menyebabkan 17 orang lainnya jatuh sakit.
Pihak FBI telah menyita surat tersebut, dan akan melakukan pengujian lebih lanjut, menurut juru bicara FBI Andrew Ames.
Staf pengacara CAIR, Sayed mengatakan bahwa halaman Facebook organisasinya menerima pesan dan ujaran kebencian setiap hari. Namun, ia menegaskan bahwa ancaman ini tidak akan menghalangi organisasinya untuk terus melindungi hak-hak sipil dan memperjuangkan kebebasan bagi semua warga Amerika.
Insiden ini terjadi beberapa hari setelah kandidat Capres terkuat partai Republik Donald Trump mengusulkan larangan sementara bagi Muslim untuk memasuki Amerika Serikat. Usul Trump ini memicu kecaman di AS dan di seluruh dunia. [pp]