Organisasi-organisasi HAM mengecam penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh polisi terhadap demonstran yang menuntut pemilu bebas di Moskow pada Sabtu lalu (30/7). Human Rights Watch, Senin (7/29) mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan pihak berwenang Rusia menggunakan represi untuk membungkam pembangkang dan menegaskan kontrol.
Sekitar 1.400 demonstran telah ditangkap di ibukota Rusia, karena berdemonstrasi menentang dieliminasinya para kandidat oposisi dari pemilihan majelis kota Moskow mendatang. Selain itu, sebagaimana dilaporkan wartawan VOA Zlatica Hoke, ada pula kekhawatiran bahwa salah seorang penyelenggara utama protes tersebut, Alexey Navalny, telah diracun sewaktu ia berada dalam tahanan.
Protes Sabtu lalu adalah satu dari beberapa lainnya yang diselenggarakan dalam dua pekan terakhir di Moskow setelah para pejabat pemilu menghapus sekitar 30 kandidat independen dari kertas suara. Ribuan demonstran muncul dan berkumpul di balai kota, meskipun pihak berwenang menolak memberikan izin pertemuan di sana. Para saksi mata mengatakan polisi menggunakan kekerasan yang brutal terhadap demonstran, memukuli mereka dan menghempaskan beberapa demonstran ke tanah lantas menyeret mereka pergi.
Human Rights Watch mengemukakan 1.373 orang telah ditangkap, termasuk di antaranya Ilya Yashin, salah seorang kandidat oposisi yang namanya disingkirkan dari kertas suara. Yashin dijatuhi hukuman 10 hari penjara pada Senin yang lalu, kata pengacara, Vadim Prokhorov.
Prokhorov mengemukakan, “Tentu saja, ini adalah keputusan politik yang dibuat untuk mendiskualifikasi Yashin dari pemilu dan juga untuk mengasingkannya selama beberapa pekan. Saya yakin ini tidak akan ada dampaknya. Demonstran tetap akan turun ke jalan-jalan.”
Salah seorang penyelenggara utama protes, Alexei Navalny, ditangkap menjelang protes hari Sabtu dan dipenjarakan selama 30 hari. Tetapi hal tersebut tidak menghalangi oposisi untuk berkumpul. Akan tetapi Navalny secara misterius jatuh sakit di penjara dan harus dirawat di rumah sakit.
Dokter pribadi Navalny, Anastasia Vasilyeva, mengatakan,“Saya memberitahu para dokter di rumah sakit bahwa ia harus berada di bawah pengawasan medis setidaknya tiga hari lagi, pada waktu analisis dan riset penting selesai. Namun, sayangnya, atas perintah dari atas, ia dikawal polisi kembali ke penjara.”
Para dokter di rumah sakit yang merawat Navalny menyatakan ia mengalami reaksi alergi. Pengacara Navalny mengatakan apa yang dialaminya lebih serius daripada itu.
Olga Mikhailova, pengacara Navalny menjelaskan,“Ia disuntik dengan sejumlah besar steroid. Tentu saja, pembengkakannya hampir hlang, tetapi yang tidak kita ketahui adalah apa yang akan terjadi selanjutnya, dan bagaimana tubuhnya akan bereaksi. Ia benar-benar diracuni beberapa zat kimia tak dikenal. Apa dan di mana zat kimia itu? Ini belum diketahui.”
Kasus Navalny mengingatkan pada kasus peracunan yang mendapat sorotan besar terhadap sejumlah pembangkang Rusia lainnya. Yang terutama adalah kasus kematian mantan agen Rusia Alexander Litvinenko pada tahun 2006 di London. Pada tahun 2015, seorang tokoh oposisi terkemuka Rusia Boris Nemtsov dibunuh di jembatan dekat Kremlin di Moskow.
Human Rights Watch menyatakan “respons kuat dengan senjata oleh pemerintah Rusia merupakan peringatan bagi rakyat Rusia bahwa betapapun damainya protes, orang yang turun ke jalan untuk menuntut pemilu yang bebas dan adil akan menghadapi konsekuensi mengerikan.”
Human Rights Watch dan Amnesty International sama-sama mendesak pihak berwenang Rusia agar membebaskan para demonstran damai dan membatalkan seluruh dakwaan terhadap mereka. [uh/ab]