Partai oposisi utama Turki mendesak Komisi Pemilu negara itu agar membatalkan hasil referendum bersejarah yang memberi kekuasaan baru yang sangat besar kepada presiden negara tersebut, dengan alasan apa yang disebutnya banyaknya pelanggaran aturan pemungutan suara.
Satu misi peninjau internasional yang memantau pemungutan suara itu juga menyebut pelanggaran aturan, dengan mengatakan pelaksanaaan referendum hari Minggu (17/4) itu tidak memenuhi standar internasional yang telah diterima oleh Turki.
Misi peninjau itu mengecam keputusan oleh Komisi Pemilu Turki menerima kertas suara yang tidak mempunyai stempel resmi, dengan mengatakan itu memukul keras perlawanan terhadap penipuan. KPU Turki mengukuhkan kemenangan pemilih “ya” dalam referendum itu dan mengatakan hasil terakhir akan dinyatakan dalam 11 atau 12 hari.
Kantor berita pemerintah Anadolu mengatakan pihak “ya” mencapai 51,4 persen suara, sementara pihak pemilih “tidak” memperoleh 48,6 persen suara.
Selisih tersebut dapat meresmikan kekuasaan Presiden Tayyip Erdogan di Turki selama 10 thun lagi dan diperkirakan akan menimbulkan akibat yang besar terhadap masa depan politik jangka panjang negara itu dan hubungan internasionalnya. [gp]