Masyarakat Indonesia turut berbelasungkawa dengan wafatnya Nelson Mandela 5 Desember lalu. Tetapi ada satu yang paling diingat warga Indonesia dari Mandela, yaitu keberanian dan konsistensinya tampil beda dengan mengenakan batik Indonesia dalam berbagai acara dunia.
“Pertama kita semua di seluruh dunia ini menghormati Mandela dari banyak sisi. Sisi perdamaian dan ketegaran. Indonesia menambah satu lagi yaitu sisi budaya. Bagaimana Mandela lebih berani dan konsisten mengenakan batik daripada rakyat Indonesia. Kita hormati dia karena telah memotivasi dan memberi dorongan untuk mengenakan batik tradisional kita, disamping faktor-faktor lain yang dihargai dunia. Saya sendiri waktu pada waktu mengubah kebiasaan Indonesia dari jas ke batik sering merujuk pada Mandela. Saya bilang “Mandela saja berani pakai batik kemana-mana, masa kita tidak,” kata mantan Wapres Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, kecintaan Mandela pada batik Indonesia itu berawal ketika menerima hadiah batik dalam kunjungannya ke Indonesia akhir Oktober 1990 sebagai wakil ketua organisasi Kongres Nasional Afrika. Tak disangka Mandela mengenakan batik tersebut ketika datang kembali ke Indonesia tahun 1997 sebagai Presiden Afrika Selatan.
Presiden Soeharto kala itu kabarnya kaget melihat Mandela mengenakan batik saat bertemu dengannya. Sejak saat itu Mandela kerap mengenakan batik ke berbagai acara resmi dunia, termasuk ke Sidang Umum PBB atau Piala Dunia.
Ketika diangkat menjadi menteri perdagangan tahun 1999, Jusuf Kalla meminta Iwan Tirta – seorang disainer terkenal di Indonesia – untuk merancang batik khusus untuk Mandela. Saking sukanya Mandela mengenakan batik, sampai dijuluki “Madiba’s shirt”. Yang menarik – menurut Jusuf Kalla – orang Afrika Selatan sendiri tidak mengenakan batik ini, selain karena harganya yang sangat mahal, batik juga dianggap ciri khas Mandela.
Kalla menambahkan, “Mula-mula waktu Mandela berkuasa tahun 1990an sampai 2000 tidak ada orang yang berani pakai batik karena dianggap “Mandela’s shirt”. Saya sempat tanya sama warga sana, “hei kenapa kalian tidak pakai batik juga?”. Mereka jawab “wah kalau kami pakai batik nanti dianggap ingin menyaingi Mandela Pak!”. Waktu itu Mandela sangat dihormati dan berkuasa, malah dianggap setengah dewa. Jadi tidak ada yang berani pakai batik selain Mandela sendiri, karena itu dianggap ciri khas dia. Saya pernah sebagai menteri perdagangan membuka toko batik di Afrika Selatan, tapi menteri perdagangan sana larang karena toh orang Afrika Selatan tidak berani beli. Dan memang harganya jadi mahal sekali, tak terjangkau. Tapi sekarang, setelah Mandela tidak lagi aktif di pemerintah dan lebih santai, orang Afrika Selatan mulai mengenakan batik untuk acara-acara tertentu”.
Melihat ketertarikan Mandela pada batik, beberapa disainer Afrika Selatan merancang motif-motif batik lain untuknya. Ada yang mengambil motif tradisional Afrika Selatan, tapi tak sedikit yang menggabungkan motif itu dengan motif Indonesia yang memang disukai Mandela.
“Pertama kita semua di seluruh dunia ini menghormati Mandela dari banyak sisi. Sisi perdamaian dan ketegaran. Indonesia menambah satu lagi yaitu sisi budaya. Bagaimana Mandela lebih berani dan konsisten mengenakan batik daripada rakyat Indonesia. Kita hormati dia karena telah memotivasi dan memberi dorongan untuk mengenakan batik tradisional kita, disamping faktor-faktor lain yang dihargai dunia. Saya sendiri waktu pada waktu mengubah kebiasaan Indonesia dari jas ke batik sering merujuk pada Mandela. Saya bilang “Mandela saja berani pakai batik kemana-mana, masa kita tidak,” kata mantan Wapres Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, kecintaan Mandela pada batik Indonesia itu berawal ketika menerima hadiah batik dalam kunjungannya ke Indonesia akhir Oktober 1990 sebagai wakil ketua organisasi Kongres Nasional Afrika. Tak disangka Mandela mengenakan batik tersebut ketika datang kembali ke Indonesia tahun 1997 sebagai Presiden Afrika Selatan.
Presiden Soeharto kala itu kabarnya kaget melihat Mandela mengenakan batik saat bertemu dengannya. Sejak saat itu Mandela kerap mengenakan batik ke berbagai acara resmi dunia, termasuk ke Sidang Umum PBB atau Piala Dunia.
Ketika diangkat menjadi menteri perdagangan tahun 1999, Jusuf Kalla meminta Iwan Tirta – seorang disainer terkenal di Indonesia – untuk merancang batik khusus untuk Mandela. Saking sukanya Mandela mengenakan batik, sampai dijuluki “Madiba’s shirt”. Yang menarik – menurut Jusuf Kalla – orang Afrika Selatan sendiri tidak mengenakan batik ini, selain karena harganya yang sangat mahal, batik juga dianggap ciri khas Mandela.
Kalla menambahkan, “Mula-mula waktu Mandela berkuasa tahun 1990an sampai 2000 tidak ada orang yang berani pakai batik karena dianggap “Mandela’s shirt”. Saya sempat tanya sama warga sana, “hei kenapa kalian tidak pakai batik juga?”. Mereka jawab “wah kalau kami pakai batik nanti dianggap ingin menyaingi Mandela Pak!”. Waktu itu Mandela sangat dihormati dan berkuasa, malah dianggap setengah dewa. Jadi tidak ada yang berani pakai batik selain Mandela sendiri, karena itu dianggap ciri khas dia. Saya pernah sebagai menteri perdagangan membuka toko batik di Afrika Selatan, tapi menteri perdagangan sana larang karena toh orang Afrika Selatan tidak berani beli. Dan memang harganya jadi mahal sekali, tak terjangkau. Tapi sekarang, setelah Mandela tidak lagi aktif di pemerintah dan lebih santai, orang Afrika Selatan mulai mengenakan batik untuk acara-acara tertentu”.
Melihat ketertarikan Mandela pada batik, beberapa disainer Afrika Selatan merancang motif-motif batik lain untuknya. Ada yang mengambil motif tradisional Afrika Selatan, tapi tak sedikit yang menggabungkan motif itu dengan motif Indonesia yang memang disukai Mandela.