ISTANBUL, TURKI —
Turki menghadapi tekanan yang meningkat dari sekutu-sekutu NATO-nya karena mengumumkan bahwa perusahaan China lebih disukai untuk memenangkan kontrak guna ikut memproduksi sistem pertahanan rudal Turki. Sekretaris Jenderal NATO kini ikut menyuarakan keprihatinannya.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen hari Senin memperingatkan Turki bahwa setiap senjata yang dibuat negara itu harus kompatibel dengan senjata sekutu-sekutunya.
Komentar Rasmussen itu disampaikan setelah Turki mengumumkan bahwa sebuah perusahaan China lebih disukai untuk memenangkan kontrak pembuatan sistem pertahanan rudal bernilai milyaran dolar. Negara-negara anggota NATO lain telah menyuarakan keprihatinan serupa.
Tetapi jurubicara Kementerian Luar Negeri Turki Levent Gumrukcu mengatakan, terserah Turki untuk memutuskan senjata apa yang akan dibeli.
"Jelas, yang pertama dan utama adalah menjamin kemampuan nasional, dan itu akan menjadi keputusan nasional. Pada akhirnya, apa pun keputusan kami, kami akan membuatnya kompatibel dengan persenjataan kami sendiri dan juga persenjataan NATO. Jadi, tidak ada masalah dalam hal ini," tegas Levent.
Turki menegaskan pihaknya belum membuat keputusan akhir, tetapi kemungkinan akan menandatangani kesepakatan dengan Precision Machinery Import and Export Corporation dari China. Harga yang ditawarkan perusahaan China tersebut jauh lebih murah daripada pesaing-pesaingnya dari Amerika dan Eropa. Perusahaan itu juga menawarkan alih teknologi sebagai bagian dari kesepakatan. Menurut para pakar, menjadikan sistem persenjataan China itu kompatibel dengan sistem NATO, secara teknologi bisa dilakukan.
Namun, Sinan Ulgen, dosen tamu pada Carnegie Europe di Brussels, mengatakan NATO mungkin tidak akan setuju.
"Sekutu-sekutu NATO tidak akan membiarkan sistem China disatukan ke dalam infrastruktur yang sensitif. Itu bisa menimbulkan sejumlah risiko. Salah satunya, pekerjaan integrasi pasti akan melibatkan sejumlah pakar China sehingga ada kekhawatiran sebagian informasi yang sensitif itu akan diperoleh China. Dan kedua, ada juga kekhawatiran mengenai kemungkinan serangan dunia maya melalui integrasi sistem China ke dalam infrastruktur NATO," ulas Ugen.
Menambah kekhawatiran Amerika, perusahaan China tersebut masuk dalam daftar yang dikenakan sanksi karena berurusan dengan negara-negara seperti Korea Utara dan Iran.
Kadri Gursel, kolumnis diplomatik untuk harian Milliyet di Turki, mengatakan Turki mungkin menyadari betul kekhawatiran NATO sebelum menyatakan minatnya membeli sistem persenjataan China. Ia mengatakan, kecenderungan Turki memberi kontrak itu kepada China agaknya berdasarkan alasan politik.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen hari Senin memperingatkan Turki bahwa setiap senjata yang dibuat negara itu harus kompatibel dengan senjata sekutu-sekutunya.
Komentar Rasmussen itu disampaikan setelah Turki mengumumkan bahwa sebuah perusahaan China lebih disukai untuk memenangkan kontrak pembuatan sistem pertahanan rudal bernilai milyaran dolar. Negara-negara anggota NATO lain telah menyuarakan keprihatinan serupa.
Tetapi jurubicara Kementerian Luar Negeri Turki Levent Gumrukcu mengatakan, terserah Turki untuk memutuskan senjata apa yang akan dibeli.
"Jelas, yang pertama dan utama adalah menjamin kemampuan nasional, dan itu akan menjadi keputusan nasional. Pada akhirnya, apa pun keputusan kami, kami akan membuatnya kompatibel dengan persenjataan kami sendiri dan juga persenjataan NATO. Jadi, tidak ada masalah dalam hal ini," tegas Levent.
Turki menegaskan pihaknya belum membuat keputusan akhir, tetapi kemungkinan akan menandatangani kesepakatan dengan Precision Machinery Import and Export Corporation dari China. Harga yang ditawarkan perusahaan China tersebut jauh lebih murah daripada pesaing-pesaingnya dari Amerika dan Eropa. Perusahaan itu juga menawarkan alih teknologi sebagai bagian dari kesepakatan. Menurut para pakar, menjadikan sistem persenjataan China itu kompatibel dengan sistem NATO, secara teknologi bisa dilakukan.
Namun, Sinan Ulgen, dosen tamu pada Carnegie Europe di Brussels, mengatakan NATO mungkin tidak akan setuju.
"Sekutu-sekutu NATO tidak akan membiarkan sistem China disatukan ke dalam infrastruktur yang sensitif. Itu bisa menimbulkan sejumlah risiko. Salah satunya, pekerjaan integrasi pasti akan melibatkan sejumlah pakar China sehingga ada kekhawatiran sebagian informasi yang sensitif itu akan diperoleh China. Dan kedua, ada juga kekhawatiran mengenai kemungkinan serangan dunia maya melalui integrasi sistem China ke dalam infrastruktur NATO," ulas Ugen.
Menambah kekhawatiran Amerika, perusahaan China tersebut masuk dalam daftar yang dikenakan sanksi karena berurusan dengan negara-negara seperti Korea Utara dan Iran.
Kadri Gursel, kolumnis diplomatik untuk harian Milliyet di Turki, mengatakan Turki mungkin menyadari betul kekhawatiran NATO sebelum menyatakan minatnya membeli sistem persenjataan China. Ia mengatakan, kecenderungan Turki memberi kontrak itu kepada China agaknya berdasarkan alasan politik.