Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjawab kritik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengatakan bahwa jika Ujian Nasional (UN) dihapus akan membuat siswa lembek. Apa jawaban menteri milenial ini?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membantah bahwa gebrakannya dengan menghapus Ujian Nasional (UN) akan membuat siswa lembek. Kritik itu disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) beberapa waktu Lalu.
Kalla menilai kalau tidak ada UN semangat belajar akan turun. Hal ini akan membuat generasi muda tidak mau bekerja keras dan menjadi lembek.
Mantan CEO Gojek itu menjelaskan justru kebijakan ini akan lebih memberikan tantangan.
Lanjutnya, pergantian UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang akan dimulai pada 2021, menantang sekolah untuk menerapkan model pembelajaran yang sesungguhnya, yaitu tidak hanya sekadar menyuruh murid menghafal.
“Malah lebih men-challenge sebenarnya, tapi yang men-challenge itu bukan muridnya. Yang men-challenge itu buat sekolahnya untuk segera menerapkan hal-hal di manapembelajaran yang sesungguhnya terjadi, bukan penghafalan. Ada pembelajaran, ada penghafalan. Itu hal yang berbeda,” ujar Nadiem saat ditemui usai Ratas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/12).
Lebih lanjut Nadiem menjelaskan UN masih akan diterapkan pada 2020 dan baru akan diganti dengan Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter pada 2021. Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter, tambahnya, tidak berdasarkan mata pelajaran, tetapi berdasarkan numerasi dan literasi. Demikian juga halnya dengan survei karakter.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pelaksanaan ujian nasional (UN) memang harus dievaluasi. Ia mengaku sudah mendapat penjelasan dari Nadiem Makarim soal perubahan ujian itu. Namun bukan penghapusan UN, melainkan modifikasi.
“Ujian nasional itu adalah evaluasi yang dilakukan oleh negara. Soal namanya, kemudian bentuknya seperti apa, itu tidak ada masalah. Yang penting harus ada evaluasi itu. Dan nanti akan dimodifikasi, diperbaharui, sesuai dengan perubahan. Karena sudah cukup lama ujian nasional,” ungkap Muhadjir ketika ditemui usai ratas.
Jadi sebenarnya, kata Muhadjir, ujian akhir ini tidak benar-benar dihapus. Hanya berubah nama dan mekanismenya saja. Sedangkan untuk pelaksanaannya dimungkinkan untuk diubah yang tadinya dilaksanakan pada akhir semester, menjadi pertengahan semester.
“Misalnya, nanti waktunya akan digeser, tidak pada waktu akhir semester, tetap justru pada pertengahan semester. Sama.Itu nanti bisa berfungsi untuk evaluasi untuk bahan perbaikan kepada guru, ketika mengajar. Sehingga murid yang sudah dievaluasi itu bisa diperbaiki sebelum dia selesai,” kata Muhadjir.
Menurutnya, sangat wajar bila kebijakan Nadiem itu mengundang banyak kritik. Malah Muhadjir menganggap bahwa kritik itu baik karena menandakan adanya kepedulian dari kalangan masyarakat.
“Kalau kritik, saya kira biasa lah. Justru bagus. Ada ruang publik untuk berwacana, berdiskusi, kemudian dicari cara yang terbaik. Justru tandanya publik sangat peduli kan,” paparnya.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim, menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,”ujar Nadiem dalam siaran pers.
Untuk penyelenggaraan USBN pada 2020, kata Nadiem, akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
“Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terang Nadiem.
Selanjutnya, mengenai UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya, kelas 4, 8, 11). Hal itu untuk mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tuturnya. [gi/ft]