Tautan-tautan Akses

Mulai Maret, Pemerintah Gelontorkan Rp2 Triliun per Bulan untuk MBG


FILE - Siswa menikmati makan siang pada hari pertama program makan gratis di SMP Negeri 12 Cimahi, Jawa Barat, 6 Januari 2025. (Foto: Timur Matahari/AFP)
FILE - Siswa menikmati makan siang pada hari pertama program makan gratis di SMP Negeri 12 Cimahi, Jawa Barat, 6 Januari 2025. (Foto: Timur Matahari/AFP)

Mulai Maret 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) bakal menelan biaya hingga Rp1 triliun-Rp2 triliun per bulan. Pengamat menilai, pemerintah hanya fokus kepada kuantitas, bukan kualitas, dalam menjalankan program ini.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memproyeksikan pada Maret 2025, program MBG akan menelan biaya yang sangat fantastis yakni Rp1 triliun hingga Rp2 triliun per bulan.

“Diperkirakan Maret akan dilaksanakan mungkin per bulan bisa menyerap anggaran mencapai Rp1 triliun hingga Rp2 triliun. Kenapa selama ini masih kecil? Karena memang anggarannya baru selesai urusannya, baru seminggu,” ungkap Zulkifli saat ditemui usai Rapat di Kantor Kemenko Pangan, di Jakarta, Senin (3/3).

Peningkatan anggaran ini, katanya, dilakukan untuk mengakselerasi cakupan penerima manfaat yang ditargetkan oleh pemerintah sehingga dapat menjangkau 82,9 juta pada akhir tahun ini.

Rapat koordinasi yang dilakukan hari ini dengan berbagai kementerian dan lembaga, katanya, adalah untuk mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk kesiapan bahan baku yang jumlahnya akan meningkat cukup signifikan. Ia mencontohkan, kebutuhan telur akan mencapai 4,5 juta butir sementara beras empat juta ton.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memberikan keterangan pers bersama menteri dan perwakilan lembaga seusai rapat koordinasi pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, 3 Maret 2025.(Yasuyoshi CHIBA/AFP)
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memberikan keterangan pers bersama menteri dan perwakilan lembaga seusai rapat koordinasi pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, 3 Maret 2025.(Yasuyoshi CHIBA/AFP)

Dengan banyaknya pihak yang bekerja sama dalam program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini, kata Zulhas, begitu ia biasa dipanggil, diperlukan sebuah aturan agar koordinasi berjalan lancar. Menurutnya, aturan tersebut dapat berupa Instruksi Presiden (Inpres) atau Peraturan Presiden (Perpres).

“Badan Gizi Nasional tidak bisa sendiri, perlu semua bekerja sama termasuk untuk suplai bahan-bahannya. Ini suatu pekerjaan besar, oleh karena itu perlu satu aturan. Tadi yang sudah kita sepakati yang akan dirumuskan bareng-bareng apakah dalam bentuk Inpres atau Perpres sehingga semua pihak bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang sudah diatur,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan dengan anggaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, diperkirakan akan ada 3 juta anak yang tersentuh program MBG.

“Untuk 3 juta itu kami menganggarkan kurang lebih Rp1 triliun per bulan. Kalau nanti ada percepatan dan tahun 2025 melayani 82,9 juta maka kebutuhan kami Rp25 triliun per bulan,” ungkap Dadan.

Anggaran Rp25 triliun per bulan itu, kata Dadan, diproyeksikan akan dimulai September mendatang.

Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional, seusai rapat koordinasi pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kementerian Koordinator Pangan di Jakarta, 3 Maret 2025. (Yasuyoshi CHIBA / AFP)
Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional, seusai rapat koordinasi pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kementerian Koordinator Pangan di Jakarta, 3 Maret 2025. (Yasuyoshi CHIBA / AFP)

“Tapi nanti itu dimulai September, Oktober, November, Desember, karena kami sudah memiliki anggaran Rp71 triliun dari 2025. Jadi nanti tambahannya akan Rp25 triliun per bulan,” tegasnya.

Dadan mengungkapkan, berbagai permasalahan yang muncul selama dua bulan pelaksanaan program MBG, termasuk makanan yang masih mentah dan insiden siswa yang keracunan, disebabkan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum terbiasa memasak dalam jumlah yang besar.

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada seluruh SPPG yang saat ini jumlahnya sekitar 726 itu untuk meningkatkan kapasitas memasak secara bertahap.

“Kami sekarang menyarankan kepada yang baru agar kalau memulai program itu cukup dari 100-150, kemudian kalau sudah terbiasa, sudah bisa kemudian naik ke 500, naik ke 700, naik ke 1.000 sebelum akhirnya bisa melayani sampai 3.000. Jadi kalau kita perhatikan masalah-masalah yang muncul di minggu kemarin itu adalah muncul dari SPPG yang baru beroperasi. Meskipun juga ada berita-berita yang kita konfirmasi ternyata misalnya ada yang basi tiga hari, ternyata tidak hanya sehari saja, kemudian kami evaluasi, dan sudah terjadi perbaikan-perbaikan,” jelasnya.

Dengan berbagai masalah yang ada, Dadan tetap mengklaim, selama dua bulan berjalannya program MBG berjalan dengan baik. Pihaknya, kata Dadan, akan terus melakukan perbaikan dan evaluasi serta meningkatkan pengawasan.

“Secara umum berjalan lancar, mereka yang sudah melakukan lebih dari empat minggu sudah terbiasa melakukan dan hampir tidak ada masalah. Dan kami selanjutnya sekarang meminta kepada seluruh SPPG untuk membuat sosial media, seperti IG dan Facebook agar semua yang dimasak di hari itu di upload ke media sosial, sebagai bagian dari pengawasan bersama,” jelasnya.

Ekonom CELIOS Galau D Muhammad menyayangkan pemerintah tetap menggelontorkan anggaran untuk semua anak di Indonesia dalam program MBG tersebut. Berdasarkan laporan CELIOS sebelumnya, kata Galau, telah disebutkan adanya potensi ketidaktepatan sasaran dalam program tersebut.

“Anggaran Rp1 triliun -Rp2 triliun per bulan adalah skema awal, belum berubah. Padahal kita sudah punya kajian yang menilai adanya potensi kebocoran, potensi inefisiensi anggaran. Itu yang mungkin dari pemerintah tidak punya mitigasi dan mengeluarkan statement dan kajian yang lebih mendalam mengenai mitigasi risiko terkait dengan potensi inefisiensi itu. karena problemnya sebenarnya bukan hanya terkait dengan besaran anggaran, semakin besar anggaran ketika disalurkan ke pos-pos yang tepat kita tidak ada masalah mengenai itu,” ungkap Galau.

Ia juga menilai, pemerintah hanya mengejar kuantitas atau target terutama dari sisi jumlah penerima manfaat. Hal ini, katanya, sangat disayangkan karena pemerintah sama sekali tidak memperhatikan kualitas makanan atau gizi yang diberikan kepada anak-anak tersebut.

“Bisa jadi anggaran Rp1-2 triliun itu akan diterima oleh semua anak tetapi kualitas gizinya itu tidak diperhatikan. Kalau dulu rencananya Rp10.000 per porsi, dengan skema ini kurang lebih kita bisa membiayai sekitar 10 juta lebih penerima manfaat. Tapi kita tidak bicara lebih jauh mengenai kualitas gizi yang harusnya diperhatikan. Ada peningkatan yang dulunya mungkin Rp10 ribu diartikan cukup tapi dalam tanda kutip ada pertimbangan gizinya, tetapi kita sekarang hanya berfokus pada besaran anggarannya. Itu problemnya,” jelasnya.

Terkait berbagai insiden yang muncul dalam dua bulan penyelenggaraan program ini, Galau menilai adanya ketidaksiapan pemerintah. Bahkan ia menilai, pemerintah seperti sedang melakukan simulasi tanpa mempersiapkan skema mitigasi risiko.

“Jadi kesiapannya belum ada untuk melancarkan program ini di semua sekolah untuk semua anak. Kalau masalahnya terkait dengan kapasitas seperti makanannya, berarti seharusnya ada proses uji kelayakan terlebih dahulu, dan itu ada vendor yang tidak mampu mempersiapkan jumlah orderan sesuai dengan keinginan pemerintah. Jadi, kalau bicara mengenai ketidaksiapan harusnya di awal atau di hulu, bukan ketika sudah melaksanakan kemudian menjadi satu alasan, bahwa optimalisasi layanan tidak bisa dilakukan. Itu yang menyebabkan tata kelola kebijakan tidak dilakukan secara matang,” pungkasnya. [my/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG