"Ada apa dengan Cinta? Tapi aku pasti kembali dalam satu purnama, untuk mempertanyakan kembali cintanya," itulah kalimat puisi dari Rangga yang dibaca oleh Cinta, di ujung akhir film Ada Apa dengan Cinta? Kisah drama romantika remaja yang mengalir di atas puisi ini berakhir dengan kepergian Rangga melanjutkan sekolah, di kota New York. Film AADC produksi Miles Production ini, menjadi box-office di tahun 2002 dengan lebih dari 2,7 juta penonton bioskop, jauh di atas rata-rata film Indonesia yang meraih angka di bawah 1 juta penonton. Para bintang film ini seperti Dian Sastrowijoyo (Cinta), Nicholas Saputra (Rangga), Titi Kamal (Maura), Adinia Wirasti (Carmen), Sissy Priscilia (Milly) dan Dennis Adhiswara (Memet) menjadi artis papan atas Indonesia, sementara film bergenre romantika remaja menjadi trend. Puluhan produser film kemudian ikut membuat film-film bertemakan remaja.
Empat belas tahun kemudian, produser Mira Lesmana dan Riri Riza, kembali menghadirkan sekuel film ini, Ada Apa dengan Cinta 2 (AADC 2). Syuting film AADC 2 telah dimulai sejak bulan Oktober tahun 2015 lalu, di Jakarta dan Jogjakarta. Kali ini Riri Riza, yang dalam AADC sebelumnya menjadi penulis skenario, menjadi sutradara menggantikan Rudy Soedjarwo. Sesuai dengan alur cerita, maka sejak awal Januari ini, tim produksi AADC 2 telah berada di kota New York untuk melakukan pengambilan gambar. Di tengah angin dan salju, serta dingin di bawah minus 1 derajat Celcius, tim produksi AADC 2 tampak terus bersemangat menyelesaikan syuting. Produser VOA, Naratama dan tim sempat bertemu dan mewawancarai Mira Lesmana, di tengah persiapan rapat produksi yang melibatkan kru dari Indonesia dan Amerika.
VOA: Setelah empat belas tahun, publik menunggu. Mengapa baru sekarang membuat sekuel film ini?
Mira Lesmana: "Awalnya kita tidak tertarik sama namanya sekuel, tapi karena adanya demand yang luar biasa, akhirnya kita harus membuat sekuel. Ini tidak mudah, karena banyak tema yang perlu dieksplor. Waktu kita membuat Petualangan Sherina dulu, juga ada demand untuk membuat sekuel. Tapi kita pikir, cukup sekali membuat film anak. Untuk AADC, ceritanya kan menggantung, jadi kita pikir sebaiknya biarkan AADC apa adanya supaya tetap diingat (dikenang) dalam hati masyarakat. Demand AADC itu tidak pernah berhenti. Ada produk yang membuat versi film pendek, ada yang minta right untuk membuat short film. Keinginan untuk melanjutkan terus datang, saya bilang lihat cerita dan story boardnya dulu. Ternyata permintaan tambah besar, semua rindu pada kelanjutan film ini. Saya dan Riri (akhirnya) merasa menarik kalau membikin sekuel dari remaja yang dulu tahun 2003. Mereka sudah melalui perjalanan hidup masing-masing selama 14 tahun. Jadi kita punya ruang untuk membangun karakter-karakter sejak 2002. Sebagai filmmaker, ketika challenge datang, itu menarik."
VOA: Apakah ada ekspektasi dari penonton, untuk AADC 2?
Mira Lesmana: "Saya tidak pernah mencoba berpikir tentang ekspektasi atau harapan penonton seperti apa. Ketika membuat film, kita berharap yang menikmati banyak. Waktu AADC pertama tentu saya kaget ketika film ini bisa mencapai 2,7 juta penonton. Saya tidak menyangka karena saat itu, banyak yang menganggap kami terlalu nekat membuat film remaja, karena remaja sangat choosy memilih, sangat american minded, sangat kritis di layar bioskop. Banyak yang bilang bikin film remaja tidak akan berhasil, film indonesia bukan hip buat dilihat remaja. Tapi saya punya keyakinan film tentang remaja indonesia itu bisa relate."
VOA: Penonton tahun 2002 itu beda generasi dengan remaja sekarang. Apakah AADC 2 bisa ditonton oleh generasi remaja sekarang?
Mira Lesmana: "Bukan cuma generasi 2002. film ini bisa ditonton generasi sekarang dan seterusnya. Anak sekarang tahu cerita AADC."
VOA: Sekarang publik penasaran dan ingin tahu bagaimana akhir cerita Cinta dan Rangga. Bagaimana menurut Mira?
Mira Lesmana: "Setiap orang mempunyai bayangan sendiri, seharusnya kalau melanjutkan AADC, jalan ceritanya seperti apa. Bahkan sekarang ada polling independen yang beredar di masyarakat, isinya seperti apa seharusnya kisah lanjutan film ini. Kita harus menjauhi beban bahwa AADC 2 ini harus sama dengan harapan penonton atau lebih tinggi. Kalau kita berpikir seperti beban itu otomatis akan limited. Di film AADC pertama, saya dan penulis skenario merewrite bersama Rudy Soedjarwo. Tidak bisa kita mengikuti keinginan semua orang. Bahkan ada artikel yang gamblang memberikan judul Dear Mirles. Beban harus dijauhi, kalau ada beban mendingan tidak usah bikin sekuel. Well... we look at it as fun, challenging. Let's do it."
VOA: Berapa lama produksi film ini? Dan berapa budget film ini?
Mira Lesmana: "Total syuting sekitar 32 hari. Paling banyak lokasi di jogja 16 hari. Budget tidak mahal kok. Kita banyak mendapatkan supports dari berbagai pihak"
VOA: Pada akhir cerita AADC pertama, Rangga meninggalkan Cinta, pergi ke New York. Sekarang AADC 2 syuting di New York. Apakah hal ini sudah direncanakan dalam skenario AADC?
Mira Lesmana: "Sama sekali tidak. Kenapa sih waktu itu Rangga dikirim ke New York? buat kita New York such an exciting city. Bayangan kita kalau rangga ke NY bersama ayahnya utk mengajar di sana dan sekolah, itu cocok banget buat Rangga karena anaknya pinter, in a way individualistic, cuma itu aja. Saya sih tidak kepikiran suatu hari kita syuting AADC di NY."
VOA: Ada tips buat penonton yang penasaran menunggu AADC 2?
Mira Lesmana: "Open your heart for the possibility, cerita bisa sama dengan bayangan, bisa juga berbeda."
VOA: Jadi bagaimana akhir cerita ini? apakah Rangga dan Cinta akan menyatu kembali?
Mira Lesmana: "Happy ending atau menggantung? Tunggu aja ya...."