Pada 24 Maret 2019 menjadi hari yang paling bersejarah, khususnya buat warga Jakarta, karena akhirnya transportasi publik yang paling ditunggu beroperasi. Semua kalangan masyarakat pada waktu itu bergembira menaiki Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta. Presiden Joko Widodo pun ikut menjajal transportasi massal berbasis rel tersebut.
Kini, kurang lebih sembilan bulan sudah tahap pertama MRT Jakarta rute Lebak Bulus-Bundaran HI beroperasi. Berbagai survei pun membuktikan bahwa MRT Jakarta cukup berkontribusi mengurangi kemacetan dan polusi.
Perlahan namun pasti, MRT Jakarta yang mengukuhkan dirinya sebagai agen perubahan. Dengan tagar #UbahJakarta ini, MRT Jakarta mulai mengubah perilaku masyarakat. Tidak saja membuat masyarakat beralih menggunakan transportasi publik, masyarakat pun kini menjadi lebih disiplin dengan membudayakan antre. Dengan berbagai keberhasilan tersebut, MRTJ tetap fokus untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada para penumpangnya.
Tapi PT MRT Jakarta juga mengejar ambisi lain, yaitu menjadi operator kelas dunia di 2023.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi cukup optimis bahwa kurang dari lima tahun hal tersebut bisa dicapai.
Mengapa Optimis?
Ada beberapa hal yang membuat Muhammad Effendi optimis, yaitu fasilitas kereta yang digunakan, pelayanan, kebersihan, kenyamanan, dan keamanan yang dimiliki oleh MRT Jakarta sudah bertaraf internasional.
Ia mencontohkan terowongan MRT Jakarta dirancang agar tahan gempa bumi hingga sembilan skala richter. Selain itu stasiun-stasiun bawah tanah MRT Jakarta juga sudah didesain agar tak terkena banjir sampai 200 tahun.
“MRT Jakarta insha Allah di 2023 kami seharusnya sudah jadi world class operator setara dengan operator yang ada di dunia ini, seperti Jepang, Hong Kong, Singapura,” ujar Muhammad Effendi.
Muhammad Effendi menepis pandangan terlalu percaya diri dengan target tersebut mengingat MRT Jakarta baru beroperasi sembilan bulan. Pasalnya, katanya, fasilitas yang dimiliki MRT Jakarta sudah berstandar dunia.
“Buatan Jepang, standar internasional, jadi track-nya, keretanya sudah bagus memenuhi syarat internasional. Kemudian kami punya karyawan dan staf yang sangat bagus,” ungkap Effendi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ditambahkannya, dari segi pengoperasiannya pun, MRT Jakarta sudah didukung dengan sistem yang canggih. Untuk persinyalan, saat ini MRT Jakarta menggunakan Communication Based Train Control (CBTC). Jadi untuk keretanya tidak dijalankan oleh masinis. Namun keberadaan masinis tetap dibutuhkan apabila ada kejadian darurat (emergency).
Selain itu, dari segi ketepatan waktu, ketepatan kereta tiba di stasiun, ketepatan waktu perjalanan dan ketepatan waktu tunggu, kata Effendi, semuanya sudah hampir 100 persen. Menurutnya, hal-hal tersebut di atas sudah setara dengan kelas dunia.
Pihaknya pun sedang mempersiapkan kartu yang disebut dengan nama Jelajah Multi Trip Ticket (MTT) yang akan diluncurkan pada 25 November mendatang. Kartu tersebut, kata Effendi, bisa mengurangi panjangnya antrean, karena hanya dibutuhkan waktu 0,2 detik untuk terbaca di pintu masuk penumpang.
Kolaborasi dengan Operator Kereta Kelas Dunia
Selain memaksimalkan fasilitas, sistem, dan pelayanan yang dimiliki, PT MRT Jakarta juga berkolaborasi dengan berbagai institusi dan operator-operator kereta di dunia yang sudah berpengalaman. Sebelum beroperasi, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh MRT Jakarta melakukan studi banding dan pelatihan ke berbagai negara seperti Jepang, Hong Kong, Malaysia, Singapura dan Australia.
Misalnya, untuk masinis, PT MRT Jakarta mengirim para masinis untuk belajar ke Malaysia, karena mempunyai sistem yang kurang lebih sama, papar Effendi. Di negeri Jiran tersebut, para masinis yang sedang pelatihan bisa menjajal langsung kereta berpenumpang.
Saat sudah beroperasi seperti sekarang ini pun, PT MRT Jakarta tetap menggandeng operator internasional, antara lain dari Jepang dan Hong Kong untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik ke depannya.
“Kita benchmark dalam rangka mempersiapkan world class operator, agar kita tahu bagaimana sih world class operator itu sistem yang mereka punya? Bagaimana sih mempersiapkan orang-orangnya, mempersiapkan sistem-sistemnya,” papar Effendi.
Dengan fasilitas kelas dunia dan staf yang mumpuni, pihaknya kini tinggal membangun budaya dan manual operasi, kata Effendi.
“Begitu tiga-tiganya jadi InshaAllah kita sudah bisa sekelas dengan mereka,” ujarnya.
Target Jalur 231 KM pada 2030
Dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang, PT MRT Jakarta menargetkan pembangunan jalur MRT bisa mencapai 231 kilometer (km). Saat ini baru ada MRTJ jurusan Lebak Bulus-Bunderan HI sejauh 16 kilometer yang sudah beroperasi. Pembangunan fase II A jurusan Bundaran HI-Kota sepanjang 5,8 km dengan tujuh stasiun konstruksinya akan dilakukan pada tahun depan, dan diharapkan selesai pada 2025.
Effendi menjelaskan setelah itu, dilanjutkan dengan pembangunan fase II B, yaitu dari Kota-Ancol Barat. Jadi praktis, masih ada sekitar 200 km yang harus dikejar hingga 2030. Ia cukup optimis semuanya akan selesai sesuai dengan yang ditargetkan, karena setiap fase, pembangunannya akan dilakukan secara paralel.
Pengamat: Pelayanan Harus Konsisten
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno sepakat bahwa berbagai fasilitas dan pelayanan yang dimiliki PT MRT Jakarta sejauh ini memang sudah berstandar internasional. Djoko mengatakan bukan hal yang mustahil bahwa ambisi PT MRT Jakarta menjadi operator kelas dunia di 2023 bisa terwujud.
Tapi, katanya, untuk mencapainya, PT MRT Jakarta harus memberikan pelayan yang konsisten kepada penumpang. Kalau bisa, kata Djoko, pelayanannya ditingkatkan lebih baik.
“Sekarang sudah memakai standar dari Jepang yang cukup tinggi, jadi menjaga konsistensi itu yang diperlukan,” ujar Djoko kepada VOA.
Dia juga memuji keberadaan MRT Jakarta membuat masyarakat yang dulunya tak terbiasa menggunakan transportasi umum, kini mau menggunakan kereta.
“Kemudian yang tadinya menggunakan kendaraan pribadi sudah mulai berubah, jadi trend barulah untuk Indonesia terutama masyarakat Jakarta untuk menggunakan angkutan,” ujarnya kepada VOA.
Untuk menambah daya tarik di setiap stasiun, Djoko menyarankan MRTJ jangan hanya membuka penyewa yang bersifat komersial saja, namun juga bersifat edukasi seperti taman bacaan. Sehingga, untuk para murid, misalnya, sudah terdidik sejak dini untuk naik transportasi publik dan memupuk kebiasaan membaca buku.
Ia pun berpesan, bahwa PT MRT Jakarta harus terus meningkatkan standar keamanan. Apalagi, kata Djoko masyarakat yang terpapar aliran radikalisme masih tetap ada.
“Kita harus waspada standar keamanan, karena radikalisme masih ada di Indonesia. Selalu waspada. Untuk security harus melihat itu menjadi hal yang utama, jangan dianggap hal biasa. karena apapun bisa terjadi,” ungkap Djoko. [gi/em]