Tautan-tautan Akses

Militer: Sudan akan Bentuk Pemerintahan Baru Setelah Rebut Kembali Khartoum


Pemimpin de facto Sudan, panglima angkatan bersenjata Abdel Fattah al-Burhan melambai kepada para pendukungnya saat tiba di sebuah pasar di Port Sudan (foto: dok).
Pemimpin de facto Sudan, panglima angkatan bersenjata Abdel Fattah al-Burhan melambai kepada para pendukungnya saat tiba di sebuah pasar di Port Sudan (foto: dok).

Pembentukan pemerintahan baru Sudan diperkirakan akan terjadi setelah Khartoum selesai direbut kembali, kata sumber militer kepada kantor berita Reuters pada hari Minggu (9/2). Sehasi sebelumnya kepala angkatan darat Abdel Fattah al-Burhan mengatakan akan membentuk pemerintahan masa perang yang teknokratis.

Tentara Sudan, yang telah lama kalah dalam perangnya melawan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF), dalam beberapa minggu terakhir telah merebut kembali kekuasaan di ibu kota Khartoum di beberapa titik, dan semakin mendekat ke istana kepresidenan di sepanjang Sungai Nil.

RSF, yang sebelumnya mengatakan akan mendukung pembentukan pemerintahan sipil saingannya, telah mundur, kalah oleh unit udara militer yang diperluas dan barisan darat yang bertambah besar karena milisi-milisi sekutu.

“Kita dapat menyebutnya sebagai pemerintahan caretaker, pemerintahan masa perang, ini adalah pemerintahan yang akan membantu kita menyelesaikan apa yang tersisa dari tujuan militer kita, yaitu membebaskan Sudan dari para pemberontak ini,” kata Burhan dalam sebuah pertemuan dengan para politisi yang beraliansi dengan militer di kubu pertahanan militer di Port Sudan pada hari Sabtu.

RSF menguasai sebagian besar wilayah barat negara itu - dan terlibat dalam serangan intens untuk memperkuat kontrolnya atas wilayah Darfur dengan merebut kota al-Fashir. Burhan mengesampingkan gencatan senjata selama bulan Ramadan, kecuali RSF menghentikan serangan tersebut.

Perang meletus pada April 2023 karena perselisihan mengenai integrasi kedua pasukan setelah mereka bekerja sama untuk menggulingkan warga sipil yang sebelumnya berbagi kekuasaan pasca pemberontakan yang menggulingkan otokrat Omar al-Bashir.

Konflik ini telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terbesar di dunia dengan pengungsian lebih dari 12 juta orang dan separuh penduduknya menghadapi kelaparan.

Burhan mengatakan akan ada perubahan pada konstitusi sementara negara itu, yang menurut sumber-sumber militer akan menghapus semua referensi tentang kemitraan dengan warga sipil atau RSF, dan memberi otoritas hanya pada militer yang akan menunjuk perdana menteri teknokratik yang kemudian akan membentuk Kabinet.

Burhan meminta para anggota koalisi sipil Taqadum untuk meninggalkan RSF, dan mengatakan bahwa mereka akan diterima kembali jika mereka melakukannya. [my/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG