Demonstrasi yang menelan korban jiwa di Sudan dan sudah berlangsung selama satu bulan dinilai sebagai “penolakan total” terhadap pemerintahan Presiden Omar Al Bashir yang sudah berlangsung selama 30 tahun, demikian pernyataan Mo Ibrahim, seorang miliarder Sudan-Inggris dan pendiri Mo Ibrahim Foundation.
Sejak pertengahan Desember lalu ribuan orang turun ke jalan-jalan memprotes kebijakan yang dinilai gagal, tindakan represif, penyiksaan yang disetujui pemerintah, konflik berkelanjutan dan memburuknya kondisi perekonomian yang menimbulkan kecemasan di kalangan warga.
“Orang-orang kelaparan, dan mereka melihat penjarahan sumber daya negara oleh kelompok orang yang berkuasa,” ujar Ibrahim kepada VOA melalui telpon hari Jumat (18/1). “Orang-orang merasa ini sudah cukup,” tambahnya.
Peneliti Sudan di Amnesty International Ahmed Elzobier mengatakan kepada VOA, demonstrasi terjadi bulan lalu karena kekhawatiran tentang kebijakan ekonomi pemerintah. Ditambahkannya, kelompok-kelompok HAM memperkirakan lebih dari 40 orang meninggal akibat bentrokan demonstran dan aparat keamanan. Kini mereka menuntut Bashir mundur.
“Orang-orang hanya makan roti karena tidak mampu membeli barang lain,” ujar Ibrahim. “Ketika mereka didorong ke tembok, mereka tidak punya alasan lain untuk tidak melawan.”
Ibrahim lebih jauh mengecam budaya impunitas atau kekebalan hukum yang melindungi Bashir dan Partai Kongres Nasional yang berkuasa. Para politisi secara terbuka memamerkan kekuasaan mereka, sementara 40 juta orang di negara itu hanya bisa menonton, tambah Ibrahim.
“Jika 70% anggaran dialokasikan untuk presiden, dan atas perintahnya kemudian dihabiskan bagi para milisi, tentara dan aparat keamanan – lalu apa yang tersisa? Tiga puluh persen saja untuk mendukung pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur jalan, air bersih? Ini bukan cara yang tepat untuk menjalankan suatu negara,” ujarnya.
Ibrahim mengatakan para demonstran menghadapi “aparat keamanan dalam jumlah besar” di ibukota Khartoum dan di seluruh negara. “Rakyat Sudan dengan berani turun ke jalan-jalan, di setiap kota dan desa di Sudan, berdemonstrasi dan meminta orang itu (Bashir.red) untuk mundur,” tambahnya.
Tetaip aparat keamanan telah menyalahgunakan wewenang mereka, ujar Elzobier, dan menimbulkan risiko pada para demonstran. “Kami menerima banyak laporan dari aktivis dan pembela HAM berbeda bahwa aparat keamanan Sudan menggunakan kekuatan mematikan seperti peluru tajam terhadap para demonstran,” ujar Elzobier. (em)