Sebagian besar warga Indonesia memahami alasan perpanjangan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level IV yang diberlakukan pemerintah mulai tanggal 26 Juli hingga 2 Agustus mendatang, sebagaimana diumumkan Presiden Joko Widodo Minggu malam (25/7). Berbeda dengan kebijakan sebelumnya, perpanjangan PPKM kali ini akan memberi pelonggaran secara bertahap pada pedagang di pasar rakyat, pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan dan usaha-usaha kecil lain yang diijinkan buka dengan protokol kesehatan ketat. Ada pula pembatasan waktu operasi.
Diwawancarai VOA, Niki Lestari, karyawan swasta di Bekasi yang berusia 32 tahun, mengatakan dapat memaklumi perpanjangan pembatasan sosial ini karena “ini bisa menekan penularan.” Niki, yang pernah tertular COVID-19 November lalu, merujuk pada masih tingginya angka kasus baru COVID-19, yang pada hari Minggu (25/7) mencapai 38.679 kasus. “Ini perlu karena jumlah kasus baru khan masih di atas 30 ribu per hari, sementara vaksinasi juga belum cepat karena masih banyak hoaks beredar di kalangan masyarakat soal vaksin. Jadi memang masih perlu PPKM.”
PKL di Yogya Siap Semprotkan Disinfektan Sebelum Mulai Beroperasi Kembali
Hal senada disampaikan Slamet Santoso, Ketua Komunitas Malioboro yang juga Ketua Paguyuban PKL Malioboro-Ahmad Yani (Pemalni). Ia bahkan menyambut baik kebijakan baru yang diumumkan itu karena memberi kelonggaran bagi usaha kecil untuk tetap beroperasi meski dengan protokol kesehatan ketat.
“Selama kurang lebih hampir satu bulan ini kami tidak melakukan aktivitas karena PPKM Darurat Jawa-Bali ini... Namun kini diperpanjang dengan kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah terkait masalah PKL. Kami bisa buka sampai pukul sembilan malam dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Slamet, yang mengepalai sekitar 38.000 PKL.
Namun sebelum memulai kembali berdagang, ia mengatakan akan melakukan penyemprotan disinfektan secara massal di sepanjang Jalan Malioboro hingga ke Jalan Margo Utomo, di mana sebagian besar PKL beroperasi. “Semua komunitas akan dilibatkan besok,” ujarnya.
Belum Semua Dapat Akses BLT
Meskipun memahami, tetapi warga juga mengingatkan dampak ekonomi jika kebijakan ini terus diterapkan, terutama di daerah-daerah yang baru saja dilanda bencana dan kondisinya masih belum stabil. Adriansa Manu, warga Kota Palu berusia 31 tahun yang diwawancarai VOA tak lama setelah pengumuman itu mengatakan “tidak keberatan pemerintah memperpanjang PPKM hanya saja memang dampak ekonominya harus mereka pikir, terhadap kami dan seluruh warga kota Palu. Selama ini khan ekonomi kota Palu belum pulih benar pasca bencana lalu sehingga banyak warga yang kehilangan pekerjaan. Mereka cukup menderita dengan PPKM ini.”
Ia khawatir jika pembatasan kegiatan terus diperpanjang dan kondisi perekonomian terus memburuk maka akan terjadi kericuhan. “Ini menimbulkan dampak sosial dan bisa memicu chaos, masyarakat jadi anarkis jika tidak ada solusi. Kasus kejahatan saja sudah meningkat di kota Palu. Pencurian, begal terus terjadi sejak COVID-19 meluas.”
Pemerintah sebenarnya sudah bergerak cepat menyalurkan bantuan langsung tunai dan beragam bantuan lain seperti vitamin dan obat untuk mereka yang sedang isolasi mandiri; selain peningkatan kapasitas rumah sakit, isolai terpusat, ketersediaan oksigen dan peralatan medis lain dan sebagainya.
Tetapi menurut Andriansa Manu “tidak semua orang memiliki akses, dan kalau mereka mendapatkan, seringkali tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari.” [em/jm]