Tautan-tautan Akses

Mesir: Pemimpin Arab Dukung Proposal Menentang Rencana Trump di Gaza


Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (kiri) bertemua dengan Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi dalam KTT Liga Arab terkait situasi di Gaza yang digelar di Kairo, pada 4 Maret 2025. (Foto: PPO/AFP)
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (kiri) bertemua dengan Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi dalam KTT Liga Arab terkait situasi di Gaza yang digelar di Kairo, pada 4 Maret 2025. (Foto: PPO/AFP)

Mesir dan banyak negara Arab lainnya menentang rencana “Riviera Timur Tengah” dari Trump yang menyerukan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke luar Jalur Gaza selama upaya pembangunan kembali.

Para pemimpin Arab pada Selasa (4/3) mengadopsi rencana Mesir untuk rekonstruksi Gaza yang akan menelan biaya $53 miliar atau sekitar Rp872 triliun, dan menghindari pemindahan warga Palestina dari daerah kantong itu. Rencana tersebut berbeda dengan rencana Presiden AS Donald Trump untuk wilayah kantong itu.

Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi mengatakan usulan itu telah diterima pada penutupan pertemuan puncak di Kairo.

Pertemuan yang diselenggarakan oleh Mesir itu dihadiri oleh emir Qatar, wakil presiden Uni Emirat Arab, dan menteri luar negeri Arab Saudi.

Rencana Mesir - yang merupakan usulan balasan terhadap rencana Trump ytang dikemukakan pada Januari lalu untuk memukimkan kembali warga Palestina di luar Gaza sementara wilayah itu dibangun kembali - menyerukan agar penduduk Gaza tetap berada di dalam wilayah itu di tujuh lokasi tertentu, di hunian sementara, saat puing-puing disingkirkan dan pembersihan ranjau darat dilakukan.

Mesir dan banyak negara Arab lainnya menentang rencana “Riviera Timur Tengah” dari Trump yang menyerukan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke luar Jalur Gaza selama upaya pembangunan kembali.

Dalam komentar selama pertemuan tersebut, Sissi berterima kasih kepada Trump atas upayanya untuk membantu membangun kembali Gaza, seraya menambahkan bahwa rencana yang disarankan Mesir melibatkan badan pemerintahan sementara untuk memerintah wilayah tersebut.

Dia mengatakan bahwa Mesir mengusulkan sekelompok teknokrat untuk mengelola wilayah tersebut dalam periode tertentu, di saat polisi Palestina yang baru dilatih. Pada saat yang sama berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan dana dari para donor guna membangun kembali apa yang telah hancur. Dia menambahkan bahwa Mesir akan menjadi tuan rumah konferensi donor bulan depan.

Hamas menyambut baik usulan tersebut, tetapi Israel mengkritiknya.

Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan usulan KTT Arab “gagal mengatasi” realitas situasi pascaserangan Hamas 7 Oktober 2023, yang memicu perang.

“Serangan teroris brutal Hamas, yang mengakibatkan ribuan kematian warga Israel dan ratusan penculikan, tidak disebutkan, juga tidak ada kecaman terhadap entitas teroris pembunuh ini,” kata Kementerian Luar Negeri Israel.

Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas mengatakan dia menyambut baik gagasan Mesir dan mendesak Trump untuk mendukung rencana tersebut karena tidak akan melibatkan penggusuran warga Palestina.

Warga Palestina menaiki gerobak di tengah reruntuhan bangunan di jalanan di Beit Lahia, Jalur Gaza, pada 4 Maret 2025. (Foto: AFP/Bashar Taleb)
Warga Palestina menaiki gerobak di tengah reruntuhan bangunan di jalanan di Beit Lahia, Jalur Gaza, pada 4 Maret 2025. (Foto: AFP/Bashar Taleb)

Sementara itu, situasi di Gaza tetap tegang di tengah kemungkinan konflik dapat meletus lagi setelah Israel menuduh Hamas menggunakan pengiriman bantuan ke wilayah tersebut sebagai “sumber pendapatan utama untuk pihak mereka”, dan menghentikan pengiriman bantuan pada Sabtu (1/3).

Said Sadek, yang mengajar sosiologi politik di Universitas Sains dan Teknologi Mesir-Jepang di Mesir, mengatakan kepada VOA bahwa banyak warga Arab menentang pelucutan senjata Hamas dan memaksa kelompok itu untuk melepaskan kekuasaan guna membangun kembali Gaza.

“Pada dasarnya, pertemuan puncak ini akan membahas cara meminggirkan atau menyingkirkan Hamas dan membentuk pasukan perdamaian Muslim internasional serta melatih polisi Palestina, sehingga proses rekonstruksi berlangsung. Masalahnya, tentu saja, adalah bagaimana Anda dapat memaksa Hamas meninggalkan Gaza, dan bagaimana Anda dapat merampas senjata mereka?” kata dia.

Stasiun televisi Al Arabiya milik Arab Saudi melaporkan bahwa para pemimpin Arab diperkirakan akan menyetujui usulan untuk meminta PBB membantu membentuk pasukan penjaga perdamaian gabungan Arab-internasional untuk menjaga Gaza selama periode tertentu, sementara polisi Palestina yang baru dilatih, dan sekelompok teknokrat mengelola wilayah tersebut.

Mesir menolak untuk mengambil alih kendali atas wilayah yang dikuasainya sejak 1948 hingga 1967, ketika wilayah tersebut direbut oleh Israel.

Juru bicara Liga Arab Jamal Rushdi mencoba meminimalkan ketidaksetujuan atas rencana Mesir untuk Gaza, saat berbicara di hadapan media Arab.

Dia mengatakan rencana untuk membangun kembali Gaza hanyalah awal dari jalan panjang untuk membangun kembali wilayah tersebut dan mengamankan dana yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan kembali.

Hamas telah mengesampingkan pengalihan kekuasaan dan mengatakan akan mempertahankan persenjataannya, yang oleh para pemimpinnya disebut sebagai “garis merah”, atau batas yang tidak akan dilintasinya.

Sebagai balasannya, Israel mengancam akan melanjutkan peperangan, dan media Israel mengklaim bahwa Hamas telah merekrut lebih banyak pejuang, memulihkan pasukannya menjadi 30.000 orang.

Para mediator Mesir telah bernegosiasi dengan Hamas - tanpa banyak menuai keberhasilan - sejak Hamas pertama kali menguasai Gaza pada 2007, mengusir kelompok utama Fatah dan polisi Palestina yang dibentuk setelah Israel menarik diri dari Gaza pada 2005. [ns/uh]

Forum

XS
SM
MD
LG