Tautan-tautan Akses

Merayu Tesla dengan Tetap Kedepankan Merah Putih


Pertemuan Menko Marves Luhut dengan CEO Tesla, Elon Musk di Washington DC, 5 Agustus 2023. (Foto: Kemenko Marves)
Pertemuan Menko Marves Luhut dengan CEO Tesla, Elon Musk di Washington DC, 5 Agustus 2023. (Foto: Kemenko Marves)

Sebagai salah satu penggagas mobil listrik untuk mempercepat transisi dunia menuju energi terbarukan, perusahaan otomotif dan energi Tesla, yang pada tahun lalu saja meraih pendapatan 81,5 miliar dolar, senantiasa menjadi rebutan. Perusahaan yang berkantor di Austin, Texas ini sebenarnya telah memiliki fasilitas manufaktur di Amerika, Jerman dan China, dan beroperasi di seluruh Asia Pasifik dan Eropa; tetapi untuk mencapai target menjual 20 juta mobil listrik pada tahun 2030, Tesla masih harus membangun tujuh atau delapan pabrik raksasa lagi. Asia Tenggara adalah salah satu yang dilirik CEO Tesla, Elon Musk.

Indonesia, sebagai negara dengan tingkat perekonomian terbesar di Asia Tenggara, sejak tahun 2020 telah berupaya merayu Tesla untuk menanamkan investasi dalam industri batere dan mobil listrik, yang total investasinya diperkirakan mencapai satu miliar dolar. Presiden Joko Widodo bahkan telah dua kali berkomunikasi dengan Elon Musk, yaitu ketika bertemu langsung dengannya di fasilitas SpaceX di Texas pada pertengahan Mei 2022, dan dilanjutkan dengan pembicaraan telpon beberapa bulan kemudian.

Berbicara pada wartawan ketika itu, Jokowi mengatakan jika Musk menanamkan investasi di negara berpenduduk 273 juta jiwa itu maka ia siap memberikan konsesi nikel dan beberapa insentif lain, termasuk di antaranya keringanan pajak dan skema subsidi pembelian mobil listrik. Jokowi menggarisbawahi keyakinannya bahwa Tesla akan memilih Indonesia dibanding negara lain karena beberapa keunggulan, antara lain cadangan nikel terbesar di dunia dan pasar domestik yang sangat luas.

Banyak Negara Rayu Tesla

Tetapi bukan hanya Indonesia yang berupaya merayu Tesla. Malaysia dan India pun secara terang-terangan melakukan hal yang sama. Pertengahan Juli lalu kantor berita Reuters melaporkan Tesla sedang melakukan pembicaraan serius dengan pemerintah India untuk membangun pabrik yang dapat memproduksi setengah juta mobil listrik per tahun. Times of India bahkan melaporkan Elon Musk sedang mempertimbangkan untuk menjadikan India sebagai pangkalan ekspor untuk mengirim mobil listrik buatannya ke negara-negara di kawasan Indo-Pasifik.

Sementara itu awal Agustus ini Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengumumkan Tesla akan membangun kantor regional dan pusat layanan di Selangor.

Luhut: Tesla Belum Menentukan Pilihan, Masih Akan Lakukan Kajian Enam Bulan ke Depan

Diwawancarai VOA sehari setelah melangsungkan pertemuan dengan Elon Musk di San Fransisco pada 3 Agustus lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan “tidak benar jika Musk dikatakan telah menanamkan investasi di Malaysia atau India.”

“Mereka (Tesla.red) masih akan studi selama enam bulan ke depan. Mengapa demikian? Karena pasar dunia sedang stuck dan mereka hati-hati melakukan investasi ini. Elon mengatakan tidak ingin ada over supply atau over investment dan sebagainya. Mereka tidak ada rencana untuk investasi di negara mana pun dalam waktu dekat ini. Ia berulangkali bilang bahwa ia tetap melihat Indonesia sebagai tempat yang sangat baik untuk investasi,” tegas Luhut.

Pertemuan Menko Marves Luhut dengan CEO Tesla, Elon Musk di Washington DC, 5 Agustus 2023. (Foto: Kemenko Marves)
Pertemuan Menko Marves Luhut dengan CEO Tesla, Elon Musk di Washington DC, 5 Agustus 2023. (Foto: Kemenko Marves)

Luhut, yang telah beberapa kali melangsungkan pertemuan tatap muka dengan Musk, baik di markas besar Tesla di Austin, Texas, maupun di kantor di San Fransisco, California, mengatakan dapat memahami kehati-hatian bilyuner itu. “Kita memahami pandangannya mengenai keadaan global karena memang situasi sedang seperti ini. Tapi ia yakinkan bahwa enam bulan ke depan ini ia akan betul-betul mengamati dengan cermat… mulai dari market demand di Indonesia, hingga kondisi perekonomian China yang mungkin berdampak pada Indonesia dan juga pada demand mobil listrik.”

Faktor Inflation Reduction Act & Tawaran FTA Terbatas dalam Kerangka IPEF

Lebih jauh Luhut mengatakan hal lain yang tampaknya juga menjadi pertimbangan Musk adalah dampak pemberlakuan UU Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act pada investasi dan promosi energi bersih.

“Hal lain yang membuat saya paham mengapa Elon menunggu enam bulan lagi adalah karena IRA (Inflation Reduction Act.red). Hari ini saya ketemu sama Yellen dan kami juga bicara kembali hal ini. Soal IRA ini sebenarnya sudah kami bahas sejak lama, tidak saja dengan Yellen, tapi juga dengan kantor Amos (Koordinator Khusus Untuk Infrastruktur Global dan Keamanan Energi AS Amos J. Hochstein.red), kantor Sullivan (Penasehat Keamanan Nasional Jake Sullivan.red), kantor Raimondo (Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo.red), USTR (Kantor Perwakilan Perdagangan AS.red). Semua sudah kita ajak bicara. Karena apa yang kita propose (untuk melakukan perjanjian perdagangan bebas terbatas lewat IPEF.red) akan menguntungkan Amerika juga. Dan ini tidak ada urusan dengan China. Elon melihat semua ini.

Inflation Reduction Act yang diloloskan Kongres tahun 2022 lalu itu mengatur pedoman baru untuk pemberian kredit pajak mobil listrik, yaitu adanya nilai tertentu dari komponen batere yang diproduksi atau dirakit di Amerika atau mitra perdagangan bebas Amerika. Indonesia pada awal tahun ini telah menginisiasi perjanjian perdagangan bebas terbatas untuk beberapa bahan mineral yang diekspor ke Amerika, supaya perusahaan-perusahaan dalam rantai pasokan batere mobil listrik itu dapat memperoleh keuntungan kredit pajak Amerika sebagaimana diatur dalam IRA.

Indonesia belum memberi rincian proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas yang diajukan kepada Amerika, dan tidak merujuk pada satu bentuk perjanjian pun sebagai acuan. Namun dalam wawancara dengan VOA awal Mei lalu, Luhut mengisyaratkan kemungkinan mewujudkan perjanjian itu lewat mekanisme Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik Untuk Kemakmuran atau Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF) yang memang digalakkan pemerintahan Biden.

Isu kerjasama berkelanjutan dalam kerangka IPEF dan meningkatkan infrastruktur baru melalui Kemitraan Untuk Infrastruktur dan Investasi Global atau Partnership for Global Infrastructure and Investment PGI merupakan salah satu agenda yang dibahas Luhut ketika melangsungkan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken di Washington DC pada 5 Agustus lalu.

Pengamat: Beri Insentif, Tapi Harus Tetapkan Syarat

Pengamat ekonomi energi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Dr. Fahmy Radhi, secara blak-blakan mengingatkan agar Indonesia tidak terlalu berharap pada Tesla, termasuk janji bahwa Musk akan datang ke Jakarta yang sudah disampaikannya beberapa kali.

“Saya kira Elon itu basa-basi saja karena ia khan juga sudah melirik ke negara-negara lain. Ia sudah siap membuka kantor regional di Malaysia, dan sudah bicara dengan para pejabat di India,” ujar Fahmy.

Fahmi Radhi, pengamat dari Universitas Gajah Mada (UGM). (Foto: pribadi)
Fahmi Radhi, pengamat dari Universitas Gajah Mada (UGM). (Foto: pribadi)

Menurutnya merupakan hal wajar ketika Musk menunggu tawaran yang paling baik baginya dari berbagai negara. Namun Indonesia sedianya tidak hanya menawarkan konsesi dan insentif bagi Musk, tetapi juga menegaskan syarat untuk menanamkan investasi, tambah Fahmy. Terlebih karena yang ingin dibangun Indonesia adalah sebuah ekosistem, dari hulu hingga ke hilir, bukan sekadar pasar.

“Kita harus menekankan kepentingan kita juga. Jadi syarat yang ditetapkan itu sedikitnya ada tiga. Pertama, pabrik harus di Indonesia. Kedua, TKDM (tingkat komponen dalam negeri.red) bukan 40 persen tetapi 85 persen. Apakah bersedia dan bisa? Menurut saya sangat bisa, tergantung political will-nya saja. Dan ketiga, harus ada perjanjian alih teknologi. Misalnya ada kepastian alih teknologi dalam waktu 5-10 tahun. Jadi setelah 5-10 tahun maka anak-anak Indonesia dapat membangun mobil listrik sendiri tanpa tergantung dari investor. Jika persyaratan ini tidak ditetapkan sejak awal, maka Indonesia hanya akan sekadar menjadi pasar,” papar Fahmy.

Pakar: Tak Hanya Elon, Indonesia Juga Dapat Lakukan Kajian Intensif

Sementara Fabby Tumiwa, pakar energi di Institute for Essential Service Reform, suatu think-tank yang fokus pada transformasi energi di Indonesia, mengatakan sikap tarik ulur Tesla ini sedianya membuat Indonesia melakukan refleksi.

“Ini karena buat investor dan pabrikan otomotif listrik besar dunia, ketersediaan nikel atau industri batere terintegrasi itu bukan satu-satunya daya tarik. Jadi kita harus bisa memperbaiki iklim investasi dan menyesuaikan pemberian insentif yang menggiurkan mereka sehingga kita dapat menjadi tujuan investasi. Selama ini yang disampaikan berkali-kali khan: kita punya nikel. So what? Jerman atau Amerika gak punya nikel, tapi Tesla buat giga-factory di sana,” ujar Fabby.

Ekskavator memindahkan tanah ke truk pengangkut di tambang nikel yang dioperasikan perusahaan tambang nikel Vale Indonesia di Sorowako, 28 Juli 2023. (HARIANDI HAFID/AFP)
Ekskavator memindahkan tanah ke truk pengangkut di tambang nikel yang dioperasikan perusahaan tambang nikel Vale Indonesia di Sorowako, 28 Juli 2023. (HARIANDI HAFID/AFP)

Ketika Musk mengkaji negara yang akan dipilihnya untuk menanamkan investasi, maka Indonesia dapat melakukan hal yang sama terhadap Musk, tambah pakar energi yang sudah menggeluti isu ini selama dua dekade.

“Elon, sebagaimana investor lain, tentu menanti insentif khusus jika ia menanamkan investasi di pabrik komponen mobil listrik. Coba kita kaji apa yang tawaran apa yang disampaikan Malaysia, Thailand atau India? Lalu apa yang Elon minta pada mereka, atau pada kita? Memungkinkan gak kita memberikan apa yang dia minta? Apa kerugian dan keuntungan kita ketika memenuhinya? Yang jelas masing-masing negara punya kelebihan dan kekurangan masing-masing,” tambah Fabby.

Elon Musk Dijadwalkan ke Jakarta pada Awal September

Luhut Binsar Pandjaitan mengindikasikan akan membahas isu-isu terkait mobil listrik ini lebih jauh ketika Elon Musk datang ke Jakarta pada awal September nanti untuk menghadiri “Indonesia Sustainability Forum” ISF. Forum ini disebut-sebut sebagai perhelatan resmi berskala internasional pertama di Indonesia, yang akan menyorot isu keberlangsungan atau sustainability. Isu dekarbonisasi, transisi ekonomi hijau, dan konservasi ekosistem lingkungan dan keanekaragaman hayati, adalah sebagian isu yang akan dibahas.

Presiden Filipina Ferdinand Romualdez Marcos Jr akan menjadi salah satu pembicara. Sementara beberapa tokoh yang juga dijadwalkan akan hadir adalah pakar energi dan Dekan Stanford Doerr School of Sustainability Arun Majumdar, CEO BloombergNEF (BNEF) Jon Moore, serta mantan Direktur Pelaksana Untuk Pengembangan Kebijakan dan Kemitraan Bank Dunia, Mari Elka Pangestu. Presiden Joko Widodo juga dijadwalkan akan hadir dalam rangkaian Gala Dinner ISF bersama para pemimpin dunia, pelaku bisnis dan pakar energi dalam dan luar negeri.

Luhut mengatakan Musk juga akan sekaligus menandatangani kerjasama pembangunan jaringan internet murah di bagian timur Indonesia dengan menggunakan satelit “Starlink” miliknya.

“Starlink” adalah satelit pertama dan terbesar di dunia yang menggunakan orbit bumi yang rendah untuk menghadirkan internet broadband yang mampu mendukung aktivitas online. Kerjasama ini bertujuan membuka akses internet bagi sedikitnya 2.200 puskesmas dan 11.100 puskesmas pembantu di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). [em/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG