Kementerian Luar Negeri, Selasa (20/12) menggelar RCHR (Pembahasan Regional tentang Hak Asasi Manusia) di Jakarta yang melibatkan para peserta secara virtual dan fisik dari 56 negara di kawasan Asia Pasifik. Acara ini bagian dari peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia sekaligus mengakhiri keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB periode 2020-2022.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam pidato sambutannya saat membuka RCHR menjelaskan kondisi dunia saat ini penuh ketidakpastian. Ia mengatakan, kemiskinan dan kelaparan semakin meningkat; ketidaksetaraan dan diskriminasi meluas; dan perang berkecamuk di sejumlah wilayah di dunia. Beragam krisis yang terjadi ini, menurutnya, menjadi tantangan besar bagi perlindungan HAM.
Menurut Retno, ada tiga strategi untuk memperkuat penegakan HAM.
"Pertama, memperkuat kelembagaan HAM kita karena merupakan garis terdepan dalam perlindungan HAM. Lembaga HAM nasional kita harus memastikan implementasi efektif dari standar HAM internasional di dalam negeri dan membina masyarakat berdasarkan penghormatan terhadap HAM," kata Retno.
Di tingkat regional, Indonesia berusaha memperkuat peran AICHR (Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN) dalam menghadapi berbagai tantangan HAM di Asia Tenggara. Selain itu, katanya, ASEAN juga perlu melembagakan dialog HAM tingkat regional.
Strategi kedua, lanjut Retno, menyelesaikan isu-isu HAM paling mendesak tapi bukan berarti sebuah masalah HAM tertentu lebih penting ketimbang persoalan HAM yang lain. Yang terpenting, menurutnya, adalah berbagai upaya penyelesaian yang dilakukan terhadap isu-isu HAM darurat memiliki dampak.
Dia menekankan Indonesia memiliki komitmen penuh terhadap hak-hak wanita dan anak perempuan. Karena itulah, katanya, dua pekan lalu Indonesia dan Qatar menggelar bersama konferensi internasional untuk memobilisasi dukungan internasional terhadap hak pendidikan bagi kaum hawa di Afghanistan.
Hak atas pangan adalah isu mendesak lainnya yang perlu mendapat perhatian serius, terutama di tengah krisis pangan global yang sedang terjadi.
Strategi ketiga, menurut Retno, adalah meningkatkan kerjasama dalam upaya perlindungan HAM yang efektif dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, katanya, masyarakat internasional perlu menciptakan lingkungan yang kondusif.
Di tingkat nasional, pemerintah dan masyarakat sipil harus bersama-sama di garis terdepan dalam melindungi HAM. "Di level internasional, kita harus menghindari politisasi HAM, standar ganda, serta menuduh dan mempermalukan. HAM berfungsi untuk melindungi martabat manusia, bukan untuk meningkatkan persaingan geopolitik. Kolaborasi kita harus berdasarkan itikad baik dan kemauan untuk belajar satu sama lain," ujar Retno.
Menlu Retno menjelaskan, melalui kerjasama yang kuat di kawasan, Indonesia, khususnya, dapat mengatasi kesenjangan dalam perlindungan HAM, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mengembangkan inovasi yang dapat membuahkan hasil nyata.
Dia juga meminta dukungan semua pihak agar Indonesia kembali terpilih menjadi Anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2024-2026.
Di acara yang sama, Komisioner Tinggi PBB Urusan HAM Volker Turk, menyampaikan pidato yang menyorot banyak masalah yang berdampak pada HAM mulai dari pandemi COVID-19, perubahan iklim dan polusi, lenyapnya hutan dan keragaman hayati, hingga perang. Perang di Ukraina, katanya, makin meningkatkan krisis biaya hidup di beragam kawasan, termasuk Asia Pasifik. Banyak orang yang tidak dapat memastikan bagaimana mereka bisa bertahan hidup dari hari ke hari.
"Ujaran kebencian, terutama meningkat dalam obrolan via online, kian meningkat dan makin memojokkan HAM dalam konteks gender. Di saat yang bersamaan, makin banyak pembatasan terhadap ruang gerak masyarakat sipil di dunia nyata dan maya," tutur Turk.
Turk menyimpulkan perlunya solusi global dalam mengatasi berbagai tantangan global. Solusi itu, kaatnya, hanya bisa dicapai melalui pendekatan multilateraslisme, yang artinya melibatkan banyal negara.
Dia mengharapkan posisi Indonesia yang saat ini memimpin ASEAN dapat menciptakan arsitektur HAM di kawasan Asia Tenggara. Dia menambahkan Kantor PBB Urusan HAM siap bekerjasama dengan Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut.
Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum dalam pidatonya mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) sama pentingnya dengan hak sipil dan politik.
Ketika berbicara HAM, kata Yuyun, banyak negara hanya berbicara soal hak sipil dan politik padahal isu-isu yang muncul terkait ekonomi, sosial dan budaya.
Dia mengakui selama pandemi, banyak sekali larangan terkait kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat. Ia mengharapkan, setelah pandemi, situasinya kembali normal. Menurut Yuyun, tuntutan masyarakat saat ini adalah kebebasan-kebebasan fundamental ini dijamin secara online dan offline.
“Mulai dari hak-hak mana saja yang selama COVID-19 dibatasi, contoh seperti freedom of movement artinya orang dapat pindah kesatu tempat ketempat lain dengan tidak ada larangan. Nah, yang kedua freedom of peacefull assembly di mana orang-orang boleh saja melakukan protes kepada pemerintahnya. Juga ruang-ruang protes di online itu harus dibolehkan tanpa orang takut habis mengkritik ditangkap. Itu menurut saya akan menjadi kunci di mana kepercayaan publik akan kembali,”ungkap Yuyun.
RCHR melibatkan sejumlah pembicara dan peserta dari sektor-sektor yang terdampak oleh pandemi COVID-19, termasuk kesehatan dan pendidikan, serta perlindungan perempuan dan anak-anak dari kekerasan. [fw/ab]
Forum