Tautan-tautan Akses

Menlu Taliban Desak AS dan Barat Cairkan Aset, Cabut Sanksi


Menteri Luar Negeri Taliban, Amir Khan Muttaqi
Menteri Luar Negeri Taliban, Amir Khan Muttaqi

Rezim Taliban yang berkuasa di Afghanistan meyakinkan pertemuan khusus 57 negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) hari Minggu (19/12) bahwa mereka akan berbuat lebih banyak untuk meningkatkan inklusivitas politik nasional dan mempromosikan hak asasi di negara itu, termasuk hak untuk perempuan.

Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi berbicara di Pakistan pada pertemuan sehari penuh yang diselenggarakan OKI, yang mencakup delegasi dari Amerika, China, Rusia, Uni Eropa dan PBB.

Itu adalah pertemuan internasional terbesar dalam membantu Afghanistan untuk mencegah bencana kemanusiaan sejak Taliban merebut kekuasaan dari pemerintah yang didukung Barat pada Agustus. Ketika itu pasukan asing pimpinan Amerika bertahap meninggalkan negara itu setelah 20 tahun.

Muttaqi mengatakan, “Kami menganggap hak asasi manusia, hak perempuan, dan partisipasi semua warga Afghanistan yang cakap dari berbagai wilayah, adalah bagian dari tugas kami. Kami telah melakukan banyak hal dalam hal ini dan akan terus mengambil langkah lebih lanjut.” Ia memperbarui jaminan kontraterorisme pemerintahnya, dengan menyatakan tidak seorang pun diizinkan menggunakan wilayah Afghanistan untuk melawan negara mana pun.

Amerika dan sekutu Barat telah menutup akses Taliban ke aset Afghanistan sekitar $9,5 miliar, yang sebagian besar disimpan di Bank Sentral Amerika, menerapkan sanksi keuangan, dan menghentikan bantuan nonkemanusiaan untuk ekonomi negara yang dilanda perang itu, yang sebagian besar bergantung pada bantuan asing.

Muttaqi sekali lagi menuntut dicairkannya aset dan dicabutnya sanksi. Ia mengatakan bahwa tindakan itu “telah menghambat layanan kesehatan, pendidikan dan sosial; dan hanya merugikan masyarakat umum.”

Dengan alasan khawatir akan terorisme dan pudarnya hak asasi, terutama hak perempuan, Amerika dan negara-negara lain telah menolak terlibat langsung dengan Taliban. Kekhawatiran itu antara lain karena rezim Taliban sebelumnya, dari 1996 hingga 2001, melarang anak perempuan bersekolah, dan melarang perempuan keluar rumah tanpa mahram.

Taliban Kembali Keluarkan Paspor di Kabul

Departemen paspor Afghanistan Minggu kembali mengeluarkan dokumen kepada warganya setelah sebulan tutup karena terlalu padat dan masalah teknis.

Begitu kantor dibuka, ratusan orang yang perlu membuat paspor berdatangan dengan harapan mendapatkan paspor mereka.

Warga Afghanistan antre untuk mendapatkan paspor begitu layanan paspor dibuka lagi oleh Taliban di Kabul (foto: dok).
Warga Afghanistan antre untuk mendapatkan paspor begitu layanan paspor dibuka lagi oleh Taliban di Kabul (foto: dok).

Sementara permintaan paspor tinggi di antara warga Afghanistan, juru bicara departemen Paspor Kabul, Qari Shafiullah Tassal, mengatakan pemohon baru harus menunggu hampir sebulan untuk mengajukan pembuatan paspor.

Banyak warga Afghanistan telah menunggu paspor mereka dalam upaya meninggalkan negara itu setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus lalu.

Di antara mereka adalah pelajar dan orang-orang yang perlu pergi ke luar negeri untuk berobat.[ka/jm]

XS
SM
MD
LG