Dalam jumpa pers bersama seusai pertemuan, Retno menjelaskan lawatan Qin ke Indonesia dari 21 hingga 23 Februari merupakan kunjungan resmi pertamanya ke Indonesia sebagai menteri luar negeri. Diplomat berumur 57 tahun itu sebelumnya menjabat duta besar China untuk Amerika Serikat.
Indonesia dan China telah memiliki Kemitraan Strategis Komprehensif selama sepuluh tahun. November tahun lalu di Bali, di sela pelaksanaan konferensi tingkat tinggi (KTT) G20, Presiden Joko Widodo dan Presiden China Xi Jinping menyepakati sebuah renacana aksi untuk penguatan kemitraan tersebut.
Retno dan Qin memimpin pertemuan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral Indonesia-China. Ini merupakan forum keempat setelah terakhir kali dilakukan di Ibu Kota Beijing, China, pada 2018.
Dalam pertemuan yang berlangsung secara sangat terbuka dan bersahabat tersebut, Indonesia menekankan beberapa isu.
Pertama, pentingnya penguatan kerja sama perdagangan. China adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Perdagangan antara kedua negara saat ini sudah semakin berimbang. “Dalam pertemuan, secara khusus saya sampaikan permintaan agar berbagai hambatan dagang dapat diatasi," kata Retno.
Isu kedua yang disampaikan Retno adalah penguatan investasi antara kedua negara. Di kuartal terakhir tahun lalu, China menjadi investor terbesar pertama di Indonesia. Terkait isu ini, Retno menegaskan pentingnya pemanfaatan tenaga kerja Indonesia, perlindungan lingkungan, dan penguatan investasi ramah lingkungan yang berkualitas.
Dia menegaskan Indonesia akan terus memperbaiki iklim investasi dengan mempertimbangkan kepentingan rakyat Indonesia. Kedua negara juga membahas berbagai kerja sama di sektor infrastruktur.
Isu ketiga yang diangkat Retno adalah kerja sama di bidang kesehatan. Retno menjelaskan Indonesia dan China telah bekerja sama dengan sangat baik dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pandemi ini, menurut Retno, telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya setiap negara memperkuat infrastruktur kesehatan, termasuk industri farmasinya.
Indonesia melihat pentingnya penguatan kerja sama, antara lain di bidang penelitian dan pengembangan vaksin dan genomika, dan kapasitas produksi bahan baku, Terkait hal ini, Retno menyinggung komitmen kerja sama sister hospital dan pembangunan pusat herbal di Indonesia.
Isu keempat adalah pentingnya kerja sama konektivitas dan hubungan antar-warga negara. Retno mengatakan pasca pandemi COVID-19, satu hal penting yang harus segera dibenahi adalah masalah konektivitas. Konektivitas yang baik akan mendorong hubungan ekonomi dan antar masyarakat cepat pulih.
Karena itu, menurut Retno, Indonesia mendorong pemulihan konektivitas dengan China. Indonesia juga menyambut baik mulai kembali datangnya wisatawan dari negara Tirai Bambu itu.
Selain masalah bilateral, Retno dan Qin Gang juga membicarakan beragam isu kawasan dan dunia yang menjadi prioritas kedua negara. Retno menyampaikan Indonesia dan ASEAN sangat berkepentingan untuk mempertahankan Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai, stabil, dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Indonesia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan ASEAN tetap relevan bagi kepentingan rakyat ASEAN dan kawasan lainnya. Kedua menteri luar negeri itu juga membahas masalah krisis politik di Myanmar.
Indonesia menyampaikan apresiasi atas dukungan China terhadap konsensus lima poin yang merupakan referensi utama bagi ASEAN untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya. “Selaku ketua ASEAN, Indonesia akan melakukan engagement dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar dengan satu tujuan, yaitu membuka jalan bagi kemungkinan dilakukannya dialog nasional yang inklusif di Myanmar," ujar Retno.
Retno juga menyampaikan pentingnya impelementasi pandangan ASEAN atas Indo Pasifik, antara lain menekankan pentingnya inklusifitas dan kerja sama konkret yang saling menguntungkan.
Dalam konteks itulah, Indonesia akan mengadakan Forum ASEAN-Indo pasifik dengan pembahasan tentang penguatan kerja sama infrastruktur dan investasi. Retno menegaskan, Indonesia akan sangat menghargai partisipasi China dalam pandangan ASEAN terhadap Indo Pasifik.
Indonesia melihat Laut China Selatan sebagai laut yang damai dan stabil. Penghormatan terhadap hukum internasional, terutama, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, menjadi kuncinya. Setelah sempat tertunda karena pandemi COVIDD-19, menurut Retno, perundingan mengenai Code of Conduct (CoC) akan bergulir lagi secara intensif.
Retno menekankan Indonesia dan ASEAN ingin menghasilkan sebuah CoC yang efektif, substantif, dan dapat dilaksanakan.
Dalam jumpa pers tersebut, Menteri Qin mengaku sangat senang bisa menghadiri pertemuan Komisi Bersama Kerjasama Bilateral Indonesia-China di Jakarta. China dan Indonesia akan terus bermitra dalam menghadapi tantangan-tantangan global, termasuk di sektor politik, ekonomi, dan hubungan antara warga kedua negara.
Dia menyatakan China akan terus berusaha meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan Indonesia. Dia menyebutkan investasi China di Indonesia tahun lalu sebesar $8,23 miliar atau naik 160 persen ketimbang 2021. Qin Gang menegaskan pemerintahnya akan terus mendorong investor China untuk meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia.
Dia menegaskan China menyokong penuh kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini dan akan terus mendukung independensi dan sentralitas ASEAN.
"Sebuah Perang Dingin Baru dari persaingan negara-negara besar tidak boleh terjadi di kawasan kita, Asia Pasifik. negara-negara di kawasan ini tidak boleh mengambil sikap mendukung salah satu pihak. Kami berharap dan percaya kepada Indonesia dan negara ASEAN lainnya akan memelihara perdamaian dan stabilitas kawasan, serta menyatakan penilaian dan suara yang independen," ujar Qin Gang.
Pengamat China dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lidya Sinaga menjelaskan kerja sama Indonesia-China mengalami peningkatan signifikan di masa pemerintahan Joko Widodo dalam 4 hingga 5 tahun terakhir.
Dia menambahkan peningkatan tersebut terjadi karena adanya kesadaran bahwa China saat ini merupakan mitra yang potensial. Menurut Lidya, ini terbukti dengan makin intensifnya kunjungan para pejabat antara kedua negara.
Lidya menegaskan kerja sama antara kedua negara memang dipusatkan pada perdagangan dan investasi.
Menurut Lidya, Indonesia dan China juga melakukan perluasan kerjasama di bidang infrastruktur, maritim, dan kesehatan.
Terkait Laut China Selatan, Lidya belum dapat memastikan apakah perundingan tentang CoC dengan China akan berhasil.
"Sebenarnya saya tidak cukup optimistis China akan mempunyai komitmen yang tinggi untuk melanjutkan atau menyepakati hal-hal yang menyebabkan mandek Code of Conduct. Saya pikir hal yang harus didorong ke China adalah bagaimana hubungan bilateral yang baik antara Indonesia dengan China dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini. Salah satu poinnya di persoalan Code of Conduct," tutur Lidya. [fw/ab]
Forum