Tautan-tautan Akses

Menlu: Konflik Yaman, Semua Pihak Harus Menahan Diri dan Sepakati Perjanjian Damai


Menteri Luar Negeri Retno Marsudi hari Rabu (24/6) mengikuti pertemuan virtual bersama sejumlah menteri luar negeri membahas isu Israel-Palestina. Courtesy : Kemlu RI.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi hari Rabu (24/6) mengikuti pertemuan virtual bersama sejumlah menteri luar negeri membahas isu Israel-Palestina. Courtesy : Kemlu RI.

Indonesia menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan segera menyepakati perjanjian damai yang ada. Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers baru-baru ini.

Dalam jumpa pers secara virtual, hari Kamis (17/9), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan pada Selasa (15/9) Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farha menelepon dirinya dan kemudian membahas situasi di Timur Tengah, termasuk Perang Yaman.

"Saya menyampaikan Indonesia prihatin dengan perkembangan dan peningkatan ketegangan terkini yang terjadi di Yaman, terutama dampaknya terhadap isu kemanusiaan. Situasi Yaman ini juga telah dibahas di dalam pertemuan Sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 15 September 2020," kata Menteri Retno.

Dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, lanjut Menteri Retno, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB Martin Griffith dan Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan PBB Mark Lowcock menyampaikan situasi yang sangat memprihatinkan di Yaman. Griffith dan Lowcock juga memperingatkan potensi bahaya kelaparan sangat parah yang mengancam sebagian besar rakyat Yaman.

Kepada Pangeran Faisal, Menlu Retno menjelaskan apa yang disampaikan delegasi Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan PBB Selasa lalu itu. Indonesia menyampaikan agar semua pihak menahan diri dan segera menyepakati perjanjian damai yang digagas oleh Martin Griffith, tegasnya.

Indonesia juga mengecam serangan yang dilakukan milisi Houthi ke Arab Saudi. Indonesia mengkhawatirkan pula memburuknya krisis kemanusiaan di Yaman karena pandemi Covid-19. Jakarta menekankan pentingnya perlindungan terhadap warga sipil dan menghimbau dioperasikannnya kembali bandara Sanaa sebagai pintu masuk bantuan kemanusiaan internasional.

Menurut pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi, Indonesia harus mengimbau semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dan tidak terlalu dalam mencampuri urusan dalam negeri Yaman.

"Atau memberikan kesempatan bagi rakyat Yaman, para pemimpin mereka, untuk bisa melakukan konsolidasi atau dialog nasional yang kemudian bisa mengakhiri perang ini. Karena keterlibatan mereka (negara asing) semakin mempertajam, menaikkan eskalasi konflik yang ada dan tidak ada ujungnya," ujar Yon.

Suku yang setia kepada pemberontak Houthi mengangkat senjata mereka di Sanaa, Yaman, 22 Agustus 2020, sebagai ilustrasi. (Foto: AP)
Suku yang setia kepada pemberontak Houthi mengangkat senjata mereka di Sanaa, Yaman, 22 Agustus 2020, sebagai ilustrasi. (Foto: AP)

Yon menambahkan Indonesia harus mengajak Arab Saudi dan Iran, dua negara yang berseteru di Yaman, untuk menyelesaikan perang di Yaman.

Konflik bersenjata di Yaman dimulai dengan pemberontakan yang dilakukan oleh milisi Houthi yang didukung Iran. Atas permintaan Presiden Yaman Abdu Rabbu Mansur Hadi, Arab Saudi pada Maret 2015 membentuk pasukan koalisi dan menggempur pasukan Houthi itu.

Intervensi militer Arab Saudi semakin memperkeruh konflik bersenjata di Yaman dan menciptakan krisis kemanusiaan yang sangat buruk. PBB bahkan sudah menyatakan krisis kemanusiaan di Yaman adalah yang terburuk pada abad ini. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG