Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, dalam kunjungan tingkat tinggi Amerika yang tidak biasa ke Yaman hari Selasa, mengatakan kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam mengalahkan kelompok afiliasi al-Qaida di Yaman. Kunjungan Clinton itu tidak diumumkan sebelumnya karena pertimbangan keamanan. Menteri Luar Negeri itu bertemu dengan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh.
Clinton, yang tiba di Sanaa dari Dubai dengan pengamanan ketat, adalah pejabat Amerika tertinggi yang mengunjungi Yaman sejak mantan Wakil Presiden Dick Cheney datang ke negara itu tahun 2002, dan Menteri Luar Negeri pertama yang melakukannya sejak tahun 1990.
Kunjungan Clinton itu menggarisbawahi keprihatinan Amerika tentang situasi keamanan di Yaman, di mana kelompok al-Qaida setempat telah mencoba melancarkan serangan terhadap Amerika, dan beberapa hari lalu menewaskan lebih dari 10 orang pasukan Yaman dalam sebuah penyergapan.
Dalam sebuah pertemuan "balai kota" dengan mahasiswa, aktivis, dan politisi Yaman, Clinton mengatakan teroris yang beroperasi dari Yaman - banyak di antaranya bukan warga Yaman dan ada beberapa orang Amerika – adalah keprihatinan besar bagi Amerika.
Clinton juga menambahkan, mereka adalah ancaman bagi Yaman untuk mencapai stabilitas politik dan masa depan yang lebih makmur karena negara itu kini dianggap negara Arab termiskin.
Ia mengatakan, "Walaupun banyak orang dalam ruangan ini bekerja tanpa lelah untuk menciptakan peluang ekonomi, al-Qaeda dan kelompok ekstrimis lainnya menakut-nakuti investor dan wisatawan asing serta menyulitkan warga Yaman untuk bekerja, belajar, dan bepergian ke luar negeri. Kita telah melihat di Irak bagaimana al-Qaida berusaha mengobrak-abrik masyarakat yang beragam. Jadi saya yakin upaya pemerintah Anda untuk menghambat rencana operasional al-Qaeda, dan untuk mencegah Yaman dijadikan tempat aman bagi teroris, adalah bagi kepentingan Yaman sendiri.”
Selanjutnya, Clinton menekankan saat tiba di Sanaa bahwa pemerintahan Obama telah "menyeimbangkan kembali" program bantuan Amerika untuk Yaman sehingga tidak lagi ditekankan untuk program anti-terorisme dan bantuan keamanan.
Kata Clinton, bantuan ekonomi, hampir separuh dari program bantuan Amerika tahun ini sejumlah 300 juta dolar, bertujuan antara lain membantu Yaman mengatasi sumber daya minyak yang berkurang dan kekurangan air yang parah.
Dia juga menekankan kepentingan Amerika dalam perdebatan reformasi politik di parlemen Yaman. Menurut Clinton, Amerika ingin melihat perubahan yang akan menciptakan proses politik inklusif dalam suatu negara yang terganggu oleh perang saudara dan ketidakstabilan selama puluhan tahun.
Clinton mengatakan akan menyampaikan keprihatinan Amerika kepada Presiden Saleh tentang usulan amandemen konstitusi yang akan mengakhiri pembatasan masa jabatan presiden dan memungkinkannya tetap menjabat di luar mandat saat ini, yang berakhir tahun 2013.
Pemimpin Yaman berusia 68 tahun itu, mitra Amerika, menjadi pemimpin bekas Yaman Utara tahun 1978 dan telah memerintah Republik Yaman bersatu sejak utara dan selatan bergabung tahun 1990.
Seorang pejabat senior Amerika awal pekan ini mengakui bahwa membujuk pemimpin Yaman itu untuk menyerahkan kekuasannya tidak akan berhasil.
Clinton bertemu dengan sejumlah anggota partai oposisi Yaman di kedutaan Amerika yang dijaga ketat, tempat serangan teroris mematikan tahun 2008.
Para pejabat Amerika mengatakan dalam dua pertemuan dengan Presiden Saleh dan anggota oposisi, Clinton menekankan perlunya proses pemilu yang inklusif dan dapat dipercaya di Yaman.