Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah menetapkan 19 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terdiri dari 11 KEK industri dan 8 KEK pariwisata. Menurut Airlangga, 12 KEK di antaranya telah beroperasi dan 7 KEK lainnya masih dalam tahap pembangunan. Hingga Juli 2021, pemerintah mencatat sudah ada komitmen investasi di 19 KEK sebesar Rp92,3 triliun, dengan32,76 triliun di antaranya telah terealisasi.
"Hingga Juli 2021, telah terdapat 166 pengusaha yang telah menanamkan modal di KEK dan menciptakan lapangan kerja 26.741 orang secara langsung dan ekspor sebesar Rp3,66 triliun," kata Airlangga saat membuka Webinar Kawasan Ekonomi Khusus secara daring pada Senin (13/9).
Airlangga menambahkan pemerintah akan memberikan fasilitas khusus bagi badan usaha yang beroperasi di 19 KEK, termasuk pembebasan sejumlah pajak, bea masuk, dan pajak impor. Airlangga berharap pembangunan KEK ini dapat membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi positif. Caranya yaitu dengan mendorong industri KEK membuat produksi berorientasi ekspor dan dapat menjadi pengganti produksi impor lainnya.
"Kita berharap ada sinergi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota. Badan usaha pembangunan dan pengelola bisa beroperasi secara profesional," tambah Airlangga.
Airlangga juga berharap pemerintah daerah dapat membuat peraturan daerah dengan merujuk kepada Undang-undang Cipta Kerja yang juga mengatur tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan presiden menargetkan realisasi investasi nasional pada 2021 sebesar Rp900 triliun. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan mempermudah perizinan seiring dengan pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja. Ia mengklaim pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja sudah berpengaruh dalam masuknya sejumlah investor dari Eropa. Semisal Swiss dan Belanda yang masuk dalam lima besar investor dari luar negeri, kendati masih didominasi Singapura dan China.
"Pada 2021, ketika terjadi implementasi Undang-undang Cipta Kerja, Eropa yang selama ini tidak pernah masuk pada lima besar, sekarang sudah masuk," tutur Bahlil.
Bahlil berharap KEK dapat memudahkan pengusaha dalam berinvestasi. Namun, ia mengakui masih terdapat sejumlah kendala dalam KEK seperti energi listrik dan fasilitas umum lainnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan fasilitas khusus berupa insentif pajak bagi badan usaha yang beroperasi di KEK kurang menarik para investor. Kata dia, ini berbeda dengan kawasan ekonomi khusus di negara lain seperti Vietnam dan China yang menawarkan kemudahan lainnya seperti ketersediaan bahan baku dan sewa lahan. Belum lagi, kata Bhima, masih ditemukan sejumlah keluhan dari badan usaha yang beroperasi di KEK yang belum terselesaikan. Antara lain persoalan listrik, air bersih, dan koneksi internet.
"Di Indonesia KEK baru fokus pada insentif perpajakan. Padahal pajak bukan satu-satunya variabel untuk memutuskan, apalagi relokasi-relokasi industri yang skala besar itu bukan semata-mata karena pajak," jelas Bhima kepada VOA, Senin (13/9/2021).
Bhima menilai jumlah KEK yang mencapai 19 terlalu banyak dan berakibat pada sifat khusus kawasan tersebut menjadi umum. Ia menyarankan pemerintah tidak fokus pada penambahan komitmen investasi di KEK,tapi mencoba opsi lain seperti mendorong badan usaha yang sudah ada di KEK untuk melakukan ekspansi usaha lagi. Menurutnya, opsi ini lebih mudah dilakukan ketimbang menjaring komitmen investasi yang akan membutuhkan waktu lama hingga realisasi investasi.
Bhima juga kurang yakin pengembangan KEK ini dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi corona selama ini. Apalagi masih terdapat kendala bagi perusahaan yang sudah beroperasi di KEK. [sm/ab]