Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Pandjaitan mendesak Freeport-McMoran Inc hari Rabu (3/8) untuk tidak memaksakan perpanjangan kontrak untuk mengoperasikan tambang tembaga raksasa Grasberg, di tengah rencana revisi undang-undang pertambangan di negara ini.
Dalam pernyataan pertamanya mengenai Freeport sejak ditunjuk sebagai Menko Kemaritiman dan Sumber Daya akhir bulan lalu, Luhut mengatakan pemerintah sedang "mengevaluasi semuanya."
"Freeport tidak seharusnya menekan kita. Kita adalah negara berdaulat dan kita tahu apa yang kita lakukan," ujar Luhut kepada wartawan, mengacu kepada pembicaraan kontrak untuk memperpanjang hak Freeport atas tambang tersebut setelah tahun 2021.
Freeport ingin jaminan mengenai perpanjangan kontrak sebelum berinvestasi US$1,8 miliar untuk memperluas operasi-operasinya, termasuk bawah tanah, namun berdasarkan undang-undang yang ada pembicaraan mengenai perpanjangan kontrak tidak dapat dilakukan sampai 2019.
"Kita juga akan melihat secara hati-hati apa yang dapat kita lakukan tanpa melanggar hukum," ujar Luhut.
Undang-undang pertambangan tahun 2009 diperkirakan akan direvisi parlemen tahun ini.
Freeport, yang mengelola tambang-tambang tembaga terbesar di dunia di Papua dan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia, juga sedang menunggu perpanjangan untuk izin ekspor tembaga, yang akan habis 8 Agustus.
Luhut mengatakan ia berencana membahas izin ekspor dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang baru, Arcandra Tahar, dan berharap akan bisa memberikan lebih banyak rincian mengenai hal ini dan kontrak Freeport dalam satu atau dua minggu.
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan perusahaannya sedang menunggu pemerintah untuk memberikan "kepastian hukum dan fiskal" untuk dapat melanjutkan operasi sampai 2041, dan ia "optimistis" izin ekspor akan diberikan.
Freeport biasanya memproduksi sekitar 220.000 ton bijih tembaga per hari dan penghentian pengiriman yang lama akan merugikan perusahaan dan mengurangi peneriman negara. [hd]