Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kesepakatan tersebut diperoleh setelah pemerintah dan Prabowo Subianto melakukan rapat untuk menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dan membicarakan program makan bergizi gratis. Hasilnya, Rp71 triliun akan dialokasikan dari RAPBN 2025 untuk program unggulan Prabowo-Gibran ini.
“Kami telah berkomunikasi dengan presiden terpilih Bapak Prabowo dan tim-nya. Ini untuk memberikan clarity mengenai bagaimana (program) makanan bergizi gratis akan fit di dalam RAPBN 2025. Presiden terpilih Bapak Prabowo telah menyampaikan bahwa beliau menyetujui pelaksanaan program makanan bergizi gratis dilaksanakan secara bertahap, dan untuk tahun pertama pemerintahan beliau tahun 2025, telah disepakati alokasi sekitar Rp71 triliun di dalam RAPBN 2025,” ungkap Sri dalam konferensi pers di Kantor Ditjen Pajak, Senin (24/6).
Lebih jauh, Menkeu Sri mengungkapkan anggaran untuk program makan bergizi gratis ini untuk sementara waktu akan masuk ke pos cadangan bendahara umum negara (BUN) karena belum memiliki deskripsi alokasi anggaran.
"Untuk desain program, penjelasannya, dan bagaimana eksekusinya itu tim dari tempat Pak Prabowo menjelaskan. Bagaimana kalau itu belum masuk postur? Ya kita cadangkan, bisa saja di dalam BUN," jelasnya.
Lebih jauh, mantan managing director World Bank ini menegaskan bahwa di dalam penyusunan RAPBN 2025 di bawah pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin dengan tim transisi dari Prabowo-Gibran, semuanya dilakukan dengan mengikuti siklus APBN sesuai dengan apa yang diatur di dalam UU Keuangan Negara. Dan menkeu menjamin bahwa semuanya akan dibahas secara transparan dengan DPR untuk kemudian mendapatkan persetujuan UU APBN.
“APBN dikelola secara hati-hati dan tetap menjadi instrumen yang dijaga sustainable dan sehat karena ini instrumen penting yang akan menjadi andalan bagi pemerintah baik pemerintah hari ini maupun pemerintah yang akan datang. Dan selama ini komunikasi kami berjalan dengan baik untuk tetap memiliki komitmen terhadap pengelolaan fiskal yang prudent, hati-hati , sehat dan berkelanjutan,” tegasnya.
Menkeu juga menyatakan bahwa Prabowo telah sepakat agar defisit APBN akan tetap dijaga di bawah tiga persen.
“APBN 2024, tetap dijaga defisitnya di bawah tiga persen dan ini adalah komitmen yang sama dan kami sudah menyampaikan juga kepada presiden terpilih, Bapak Prabowo dan beliau juga memberikan keyakinan dan arahan bahwa beliau berkomitmen terhadap defisit di bawah tiga persen,” katanya.
Ia memastikan bahwa transisi APBN akan terus dikomunikasikan, dikoordinasikan, dan disinkronkan antara pemerintah yang saat ini sedang menyusunnya dan pemerintahan yang akan datang.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono mengungkapkan anggaran senilai Rp71 triliun dinilainya sebagai awal yang baik untuk memulai program unggulan dari Prabowo-Gibran.
“Rp71 triliun buat kami adalah suatu angka yang sangat baik, tadi Ibu menkeu menyatakan kami berkomitmen untuk melakukan program unggulan Prabowo ini secara bertahap, kuncinya bertahap tetapi juga tentu dengan prinsip-prinsip belanja yang berkualitas dan tentunya kita ingin mencapai target 100 persen secepat mungkin,” ungkap Thomas.
Pihaknya, kata Thomas, juga akan tetap memperhatikan postur fiskal di dalam APBN yang akan tetap dijaga supaya tetap prudent, sehat dan berkelanjutan agar target defisit APBN terhadap PDB yang disepakati di bawah level tiga persen bisa tercapai.
“Di sini kami sebagai tim gugus tugas ingin menyatakan secara gamblang bahwa dengan angka Rp71 triliun, dengan kesepakatan tersebut artinya deficit range itu terjamin,” tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Thomas juga menegaskan kabar burung mengenai rencana Prabowo yang ingin menaikkan rasio utang terhadap PDB mencapai 50 persen adalah tidak benar.
“Dan rasio utang terhadap PDB yang mungkin beberapa minggu lalu dikatakan kita mempunyai rencana (menaikkan) ke atas 50 persen dan sebagainya, itu tidak mungkin, silahkan saja dihitung, Intinya bahwa kami tetap berkomitmen mengenai target-target yang akan sudah direncanakan oleh pemerintahan ini dan akan disepakati oleh DPR,” tuturnya.
Win-Win Solutions
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan kesepakatan ini adalah sebagai win-win solution antara pemerintahan Jokowi dan pemerintahan Prabowo. Pasalnya, di periode kedua kepemimpinannya, Jokowi sebenarnya sudah ingin fokus untuk meningkatkan kualitas SDM tanah air. Namun,katanya. karena dihantam pandemi, maka anggaran negara harus terbelah untuk menyelesaikan permasalahan pandemi tersebut.
Selain itu, kesepakatan tersebut setidaknya dalam jangka pendek dinilainya cukup tepat. Hal ini juga terlihat dari pasar yang merespons kabar ini dengan cukup baik.
“Sebenarnya dengan disepakatinya oleh presiden terpilih bahwa anggaran di 2025 khususnya terkait dengan makan bergizi gratis ini yang Rp71 triliun, berarti sebenarnya ini cenderung positif dalam jangka pendek dan pasar cenderung calm karena kondisi hari ini rupiah menguat dan lebih baik dibandingkan dengan Asian currency lainnya. Dan ini saya pikir memang efek dari konferensi pers hari ini,” ungkap Josua.
Menurutnya, wajar jika kemudian Prabowo akhirnya memutuskan untuk menjalankan program makan bergizi gratis ini secara bertahap. Pasalnya, program ini memang tidak mudah untuk dijalankan karena membutuhkan logistik dan rantai pasokan bahan baku dan makanan yang nantinya akan disalurkan ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar serta wilayah yang memiliki tingkat stunting yang cukup tinggi.
Menurutnya, kebijakan ini harus dipertahankan agar dapat menciptakan efek domino yang cukup baik bagi perekonomian tanah air dalam lima tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran, dan hal itulah yang menurutnya juga diharapkan oleh pasar.
“Market respons-nya positif dengan adanya kesepakatan bahwa defisit tidak akan melampaui tiga persen dan harapannya fiskal disiplin ini akan terus dipertahankan karena ini tentunya akan sangat diapresiasi oleh rating agency yang pada akhirnya akan mempengaruhi prospek investasi ke depan. Kalau misalkan ada kecenderungan persepsi dari kredit rating agency bahwa dalam tanda kutip fiskalnya ugal-ugalan atau dipaksakan di atas tiga persen (defisit) tentu akan berpengaruh juga kepada rating kita yang bisa di-downgraded. Dan ujung-ujungnya fiskal kita tidak akan berkelanjutan,” pungkasnya. [gi/ab]
Forum