Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menerima Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant di Pentagon, hari Selasa (26/3). Mereka membahas cara mengalahkan Hamas selain dengan melancarkan invasi darat ke Rafah, kota di Gaza selatan, sementara kedua negara sedang bersitegang.
Pada Senin (25/3), Dewan Keamanan (DK) PBB menyetujui resolusi pertamanya untuk menuntut gencata senjata di Gaza. Keputusan AS untuk abstain dalam pemungutan suara resolusi tersebut membuat marah Israel.
Israel menanggapinya dengan membatalkan kunjungan delegasi tingkat tingginya ke Washington pekan ini. Itu adalah pertikaian paling sengit yang ditunjukkan secara terbuka oleh kedua sekutu dekat itu sejak perang dimulai.
Israel mengatakan pihaknya tidak bisa mengalahkan Hamas tanpa memasuki Rafah. Israel mengklaim kelompok itu memiliki empat batalyon yang terdiri atas ribuan pejuang.
Pejabat senior Pentagon mengatakan pertemuan Austin dan Gallant berjalan sangat produktif dan “berdaging.” Amerika ingin Israel menggunakan strategi penargetan yang presisi dalam menyasar para pemimpin Hamas di Rafah, seperti yang telah dilakukan Israel di wilayah lain. Gallant pun memastikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan menggunakan bantuan AS sesuai aturan konflik bersenjata dan hukum humaniter internasional, kata pejabat senior itu.
Pada awal pertemuan di Pentagon, Austin mengatakan kepada Gallant bahwa keselamatan 1,5 juta warga sipil Palestina di Rafah juga merupakan prioritas utama AS.
“Kami bekerja sama dengan Israel untuk memastikan bahwa kebiadaban seperti peristiwa 7 Oktober tidak akan pernah terjadi lagi. Dan Amerika Serikat tidak akan berhenti sampai semua sandera kembali ke rumah masing-masing. Tujuan kami adalah membuat Israel dan kawasan itu lebih aman dan terjamin. Seperti yang selalu saya katakan, melindungi warga sipil Palestina dari bahaya merupakan kewajiban moral dan kepentingan strategis.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bertekad akan tetap menggempur Rafah. Ia mengecam resolusi DK PBB karena dianggap telah membuat Hamas berani menolak proposal gencatan senjata yang diupayakan secara terpisah.
Berbicara kepada Austin, Menhan Israel Yoav Gallant menuturkan, “Perundingan terkait masalah sandera dan sikap Hamas mengharuskan kita bergandengan tangan dalam upaya militer dan diplomatik, serta meningkatkan tekanan terhadap Hamas.”
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar pada Selasa mengatakan bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas tidak “berdampak langsung” pada perundingan yang sedang dilakukan di Doha.
Dalam konferensi pers hari Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed al Ansari membenarkan bahwa pertemuan di Doha masih berlangsung.
“Saya tidak dapat mengonfirmasi kapan pertemuan-pertemuan itu dilakukan, tetapi saya bisa mengatakan kepada Anda bahwa ada pertemuan yang dilangsungkan kemarin, yang sedang berlangsung, dan tim-tim (yang terlibat) akan bertemu bagaimanapun dalam beberapa hari ke depan. Kami belum melihat dampak langsung (resolusi) terhadap perundingan yang dilakukan. Pertemuan-pertemuan itu masih berlangsung seperti sebelum diambilnya keputusan (tentang resolusi).”
Sementara itu, pemimpin tertinggi Hamas, Ismail Haniyeh, pada Selasa mengatakan bahwa Israel telah “gagal” mewujudkan semua tujuan strategis dan militernya dalam perang di Gaza.
Haniyeh, yang sedang mengunjungi Iran, menyampaikan itu dalam konferensi pers di Teheran setelah menemui Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian.
Ia mengatakan, Israel kehilangan perlindungan diplomatik setelah AS tidak memveto resolusi DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
“Terlepas dari harga yang mahal dan mengerikan yang dibayar Gaza dan rakyat Palestina, entitas Zionis telah gagal mewujudkan tujuan militer dan strategisnya. Sekarang, mereka kehilangan perlindungan diplomatik, bahkan di Dewan Keamanan, seperti yang kita lihat kemarin melalui resolusi yang diadopsi Dewan Keamanan, meskipun keputusan itu terlambat diambil,” kata Haniyeh.
Memasuki bulan keenam, Israel dan Hamas secara terbuka berkukuh bahwa masing-masing dari mereka semakin mendekati kemenangan dan sama-sama menolak upaya internasional untuk membendung pertumpahan darah.
Netanyahu telah mengatakan bahwa Israel bisa mewujudkan tujuan mereka memberangus Hamas dan memulangkan para sandera bila mereka memperluas serangan daratnya ke Rafah, di mana separuh penduduk Gaza berlindung. Banyak dari mereka berjejalan dalam tenda-tenda pengungsi.
Hamas menyatakan pihaknya akan terus menyekap para sandera hingga Israel menyetujui gencatan senjata yang lebih permanen, menarik mundur pasukannya dari Gaza dan membebaskan ratusan tahanan Palestina, termasuk militan-militan utama kelompok itu.
Hamas mengatakan Senin malam bahwa pihaknya menolak proposal kesepakatan baru yang tidak mencantumkan tuntutan-tuntutan mereka, yang apabila dipenuhi akan memberi Hamas kemenangan yang sangat mahal.
Perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 32.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan dalam pendataannya. Namun, mereka menyebut dua pertiga korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Pertempuran itu telah menyebabkan kehancuran di banyak wilayah Gaza, memaksa sebagian besar penduduknya mengungsi dan mendorong sepertiga populasinya yang berjumlah 2,3 juta orang ke ambang kelaparan.
Perang itu pecah pada 7 Oktober, ketika militan pimpinan Hamas menerobos perbatasan dan menyerang masyarakat di Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang lainnya, menurut Israel.
Hamas diyakini masih menyekap 100 sandera dan menyimpan jasad 30 sandera lainnya, setelah sebagian besar lainnya dibebaskan November lalu dalam pertukaran dengan tahanan Palestina. [rd/ka]
Forum