Tautan-tautan Akses

Mengusir Trauma Pasca Perang Lewat Hobi Membuat Sabun


Sabun berwarna-warni tergeletak di dalam kardus di depan pabrik sabun Licorne di Perancis (dok: AP Photo/Daniel Cole)
Sabun berwarna-warni tergeletak di dalam kardus di depan pabrik sabun Licorne di Perancis (dok: AP Photo/Daniel Cole)

Seorang veteran angkatan laut AS, bernama Maxwell Moore tekuni hobi membuat sabun yang kini ia jadikan bisnis, sebagai upaya untuk menghilangkan rasa trauma pasca perang. Sabun bermerek Maxwell's Soaps ini kini juga banyak dibagikan kepada tuna wisma di Los Angeles.

Sebagai upaya untuk membantu menangani gangguan stres pasca trauma atau PTSD akibat perang, veteran angkatan laut Amerika Serikat, kerap didorong oleh kantor administrasi veteran untuk mencari kegiatan atau hobi baru.

Inilah yang juga dilakukan oleh Maxwell Moore, veteran angkatan laut AS yang kembali pulang ke kota asalnya di Los Angeles, pasca penugasan di Irak dan Afganistan yang menjadi medan perang.

Namun, siapa yang menyangka, jika hobi yang menjadi sebuah terapi yang ia lakukan ini, akhirnya menjadi awal dari sebuah bisnis. Hobi baru Maxwell adalah membuat sabun dengan menggunakan bahan-bahan natural dan organik, yang ia beri nama “Maxwell’s Soaps.”

“Saya memakai parutan kelapa yang dicampur dengan minyak esensial tanpa parfum, serta cairan gliserin yang mengandung susu kambing bersertifikat kosher (atau halal dalam ajaran Yahudi),” jelas Maxwell Moore kepada VOA.

Namun, semua ini tidak mudah bagi Maxwell yang kembali ke kehidupan sebagai warga sipil, setelah 16 tahun mengabdi di militer, khususnya di zona perang.

Maxwell mengatakan, kantor administrasi Veteran di kotanya menganjurkan untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan tangannya, yang bisa membuatnya aktif dan terhindar dari masalah.

“(Mereka) bertanya, ‘Apakah kamu punya hobi yang tidak berbahaya?’ dan saya bilang, “Saya suka membuat sabun.” Lalu katanya, ‘Oh, kamu tekuni saja!’ Jadi, saya mulai menjalani hobi ini dan saya jadi terobsesi,” ujar Maxwell.

Hobi Maxwell pun berkembang, lebih dari sekadar membuat dan berjualan sabun. Ia pun melihat adanya peluang untuk membantu sesama.

“Waktu saya lagi pergi ke kantor administrasi veteran, seorang tuna wisma menghampiri saya dan bilang, ‘Hai, apakah kamu punya uang?’ Lalu saya bilang, ‘Saya tidak punya uang, tapi saya punya hobi membuat sabun. Kamu mau sabun?’ Lalu orang itu bilang, ‘Oh, tentu saya mau sabun!” cerita Maxwell.

Kini, Maxwell membagikan sebagian sabun yang ia produksi secara gratis kepada para tuna wisma.

“Jangan salah, saya suka uang. Tapi kalau kita menghasilkan uang, tapi berada di tengah-tengah kaum yang miskin, yang sakit atau tidak bisa menjaga diri mereka sendiri,ia bisa menghasilkan uang di tengah orang-orang yang miskin, sakit atau tidak bisa menjaga diri mereka sendiri, nanti jadinya malah kita sakit dan seluruh uang di dunia ini tidak ada artinya,” jelasnya.

Melalui ribuan sabun beraroma berbagai jeruk, dan ekaliptus, Maxwell pun lalu mempekerjakan veteran militer lainnya, serta para ibu tunggal untuk membantu mereka beradaptasi dan bertahan secara finansial.

Ia merasa sangat termotivasi oleh pengabdian dan pengorbanan para rekannya di medan perang, khususnya karena mereka kini sudah tiada dan sayangnya tidak bisa memberikan dampak apa pun di tanah air.

“Saya merasa berhutang budi kepada mereka,” tambah Maxwell.

Mengusir Trauma Pasca Perang Lewat Hobi Membuat Sabun
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:12 0:00


Stanley adalah seorang tuna wisma yang mendapatkan produk sabun Maxwell di masa pandemi ini. Ia sangat bersyukur, karena ia tidak mau menggunakan penyanitasi tangan yang membuat telapak tangannya pedih karena kering.

“Tapi saya berusaha mencuci tangan saya sesering mungkin,” katanya.

Walau masalah tuna wisma di Los Angeles masih belum terselesaikan, Maxwell percaya bisa membantu melalui hal-hal kecil, seperti menjaga agar orang-orang ini bisa tetap bersih dan sehat, dan selebihnya akan menyusul.[di]

XS
SM
MD
LG