Kisah Chief Joseph bermula dengan kehidupan rakyatnya yang tenteram di lembah Wallowa yang hijau permai, dengan air danau yang jernih memantulkan puncak pegunungan yang diselimuti salju. Itu adalah kampung halaman suku Nez Perce, terletak di bagian barat laut Amerika, yang kini adalah bagian dari negara bagian Idaho, Oregon dan Washington.
Nama lelaki tua itu sebenarnya adalah Tuekakas, tetapi bangsa kulit putih memanggilnya Chief Joseph. Selama hampir 70 tahun suku Nez Perce yang berburu dan beternak kuda itu, menunjukkan keramahan dan kebaikan kepada para pendatang kulit putih, kelompok misionaris gereja, dan penjelajah yang datang ke lembah mereka. Kepala suku Chief Joseph adalah sahabat bangsa kulit putih sampai pada tahun 1871, ketika ia menyaksikan masalah timbul.
Orang kulit putih menemukan emas di pegunungan di tanah Nez Perce, mengakibatkan gelombang pendatang, yang kelak meminta pemerintah Amerika agar membuka tanah itu. Rakyat Indian harus pindah dengan berbagai cara, di antaranya diberi hadiah, uang, dan dipaksa menangani berbagai perjanjian. Joseph tua menolak menyerahkan tanahnya. Ia mengatakan, "Ambil semua surat perjanjianmu. Tak sudi aku menyentuhnya. "
Generasi berganti, Chief Joseph tua menyerahkan tampuk kepemimpinan suku kepada puteranya, Heinmot Tooyalaket, yang berumur 31 tahun, yang juga dijuluki Chief Joseph. Joseph muda selalu teringat akan pesan ayahandanya, "Tanah ini milik rakyat kita, akan kita pertahankan selama darah Indian menghangati hati pejuang kita. "
Pada tahun 1873, Chief Joseph menulis surat kepada Presiden Ulysses Grant, meminta agar orang-orang kulit putih jangan diizinkan lagi datang ke Lembah Wallowa. Grant setuju, tetapi dua tahun kemudian, ditekan oleh para penambang emas, ia ingkar janji. Orang kulit putih kembali berdatangan, ada yang mencuri ternak, dan sebagian lagi menghina warga Indian.
Akhirnya, pada bulan Mei, 1877, Chief Joseph terpaksa menyerah, tak mampu mengelakkan tragedi bangsanya. Ia memimpin suku Nez Perce meninggalkan Lembah Wallowa, menuju tempat tinggal baru mereka di wilayah Penampungan Lapwai.
Nama lelaki tua itu sebenarnya adalah Tuekakas, tetapi bangsa kulit putih memanggilnya Chief Joseph. Selama hampir 70 tahun suku Nez Perce yang berburu dan beternak kuda itu, menunjukkan keramahan dan kebaikan kepada para pendatang kulit putih, kelompok misionaris gereja, dan penjelajah yang datang ke lembah mereka. Kepala suku Chief Joseph adalah sahabat bangsa kulit putih sampai pada tahun 1871, ketika ia menyaksikan masalah timbul.
Orang kulit putih menemukan emas di pegunungan di tanah Nez Perce, mengakibatkan gelombang pendatang, yang kelak meminta pemerintah Amerika agar membuka tanah itu. Rakyat Indian harus pindah dengan berbagai cara, di antaranya diberi hadiah, uang, dan dipaksa menangani berbagai perjanjian. Joseph tua menolak menyerahkan tanahnya. Ia mengatakan, "Ambil semua surat perjanjianmu. Tak sudi aku menyentuhnya. "
Generasi berganti, Chief Joseph tua menyerahkan tampuk kepemimpinan suku kepada puteranya, Heinmot Tooyalaket, yang berumur 31 tahun, yang juga dijuluki Chief Joseph. Joseph muda selalu teringat akan pesan ayahandanya, "Tanah ini milik rakyat kita, akan kita pertahankan selama darah Indian menghangati hati pejuang kita. "
Pada tahun 1873, Chief Joseph menulis surat kepada Presiden Ulysses Grant, meminta agar orang-orang kulit putih jangan diizinkan lagi datang ke Lembah Wallowa. Grant setuju, tetapi dua tahun kemudian, ditekan oleh para penambang emas, ia ingkar janji. Orang kulit putih kembali berdatangan, ada yang mencuri ternak, dan sebagian lagi menghina warga Indian.
Akhirnya, pada bulan Mei, 1877, Chief Joseph terpaksa menyerah, tak mampu mengelakkan tragedi bangsanya. Ia memimpin suku Nez Perce meninggalkan Lembah Wallowa, menuju tempat tinggal baru mereka di wilayah Penampungan Lapwai.