Pemerintah Maroko mengatakan tetap akan menyelenggarakan pemilu dini parlemen pada pertengahan November, walaupun sejumlah partai meminta lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri.
Menurut Raja Maroko, Mohammed, pemilu parlemen harus segera dilakukan agar Maroko dapat membentuk sebuah pemerintah baru.
Pada awal Juli, rakyat Maroko secara meyakinkan memutuskan untuk mengadopsi reformasi konstitusi yang membatasi kekuasaan raja. Raja Mohammed kemudian mengajukan perubahan konstitusi sebagai tanggapan terhadap apa yang disebut Gerakan 20 Februari, yang secara teratur melangsungkan protes yang menuntut dibentuknya monarki parlementer di kerajaan itu.
Monarki pelementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai raja dengan menempatkan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara atau simbol kekuasaan, yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat.
Namun, para pengecam mengatakan konstitusi baru Maroko tetap secara kokoh mempertahankan Raja Mohammed dalam kekuasaan, dengan dimungkinkannya raja untuk memilih perdana menteri dari partai pemenang. Selain itu, konstitusi baru juga memberi wewenang kepada raja untuk terus mengawasi masalah-masalah keagamaan, instrumen keamanan dan sistem peradilan.