Bekas pemimpin pemberontak Kolombia yang mencalonkan diri untuk dipilih menjadi presiden mengatakan, Rabu (28/2), bahwa perjanjian damai dengan pemerintah kini sangat terancam, AFP melaporkan.
Rodrigo “Timochenko” Londono adalah ketua partai politik yang dibentuk pemberontak kiri Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC). Ia merasa ‘dikhianati’ oleh pemerintah yang dituduhnya menghalangi dia berkampanye secara bebas untuk pemilihan presiden pada Mei.
“Kedengaran keras, tetapi dengan jujur saya ingin katakan proses perdamaian itu dalam keadaan bahaya,” katanya dalam satu jumpa pers. Londono menghentikan kampanyenya tanggal 9 Februari dengan alasan pihak berwenang tidak bisa menjamin keselamatannya.
Ia bahkan menuduh pemerintah tidak menghormati perjanjian damai yang memberi hadiah Nobel Perdamaian 2016 kepada Presiden Juan Manuel Santos.
“Kita sudah menyaksikan bagaimana satu kekuatan kecil, namun amat kuat bersatu untuk membuat proses perdamaian yang bersejarah dan indah ini gagal,” kata dia.
Kolombia mengadakan pemilihan legislatif 11 Maret disusul pemilihan presiden untuk menggantikan Santos pada 27 Mei, dengan kemungkinan putaran kedua diadakan 17 Juni.
Sejak dibentuk 1964, ini adalah pertama kalinya FARC ikut dalam pemilihan. Tetapi gerakan gerilya yang beralih menjadi partai politik itu mengatakan pemerintah melanggar janji dalam soal keamanan bagi bekas gerilyawan, dana kampanye dan pembebasan anggotanya yang dipenjarakan.
Londono, yang menurut angket mengantongi hanya sekitar 1 persen suara, membantah desas-desus bahwa ia sedang mempertimbangkan untuk menarik diri dari pencalonan. [as]