Karen Asaba mengembangkan minat dalam teknologi drone di Uganda Flying Labs, sebuah pusat pemetaan dan pengumpulan data dengan drone.Sebagai mahasiswa di African Drone and Data Academy ini, dia belajar bagaimana membangun drone.
"Saat ini kami belajar bagaimana merakit drone dari awal dan mempertimbangkan beratnya, gravitasi, GPS, dan semua elektronik dalam pembuatan drone," kata Karen Asaba.
Asaba adalah satu dari 26 siswa dari Afrika dalam kursus tiga bulan di akademi untuk belajar membangun dan mengemudikan drone ini.
UNICEF mensponsori program ini dan tahun ini Akademi ini berharap dapat melatih 150 siswa.
Kata UNICEF, akademi ini akan menggalakkan penggunaan drone untuk pembangunan dan tujuan kemanusiaan.
"Misalnya, mentranspor pasokan medis ke daerah terpencil atau sampel secara cepat. Kami juga bekerja dengan dinas kesiagaan darurat dan penanggapan karena dengan foto dan data drone, Anda bisa meramalkan dimana akan terjadi banjir," kata Rudolf Schwenk, Wakil UNICEF di Malawi.
Kursus drone ini dikembangkan oleh Virginia Polytechnic Institute and State University, atau yang lebih dikenal sebagai Virginia Tech.
"Kami menyusun tiga modul dalam program ini. Mereka belajar logistik drone, teknologi drone sehingga mereka menjadi sangat akrab dengan drone, tidak hanya untuk mengemudikannya, tetapi juga mengoperasikan dan memelihara drone," kata Kevin Kochersberger, associate professor di Virginia Tech.
Akademi drone ini telah mengilhami beberapa siswa untuk bercita-cita tinggi.
"Saya punya visi bisa mulai Badan Antariksa Malawi yang pertama, yang bisa memanfaatkan data informasi geo untuk berbagai aplikasi. Misalnya, di Malawi kami sangat rentan banjir yang merupakan anomali berbahaya dari geo," kata seorang pelajar bernama Thumbiko Nkwawa Zingwe.
Lulusan pertama dari Akademi ini diduga akan diwisuda pada Maret. Akademi merencanakan untuk bermitra dengan Malawi University of Science and Technology untuk menyelenggarakan program master dalam teknologi drone pada 2022. [jm/ii]