Tautan-tautan Akses

Majelis Umum PBB Sahkan Resolusi Soal Krisis Kemanusiaan di Ukraina


Nama-nama negara terlihat di layar saat pemungutan suara dimulai pada sesi khusus Majelis Umum PBB tentang invasi Rusia ke Ukraina, di markas besar PBB di New York City, New York, AS, 24 Maret 2022. (Foto: REUTERS/Brendan McDermid)
Nama-nama negara terlihat di layar saat pemungutan suara dimulai pada sesi khusus Majelis Umum PBB tentang invasi Rusia ke Ukraina, di markas besar PBB di New York City, New York, AS, 24 Maret 2022. (Foto: REUTERS/Brendan McDermid)

Sidang darurat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di markas PBB di New York, Amerika Serikat pada Kamis (24/3) atau Jumat pagi waktu Jakarta mengesahkan sebuah resolusi mengenai krisis kemanusiaan di Ukraina akibat perang.

Dalam jumpa pers secara virtual dari New York, Duta Besar Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir menjelaskan resolusi berjudul Konsekuensi Situasi Kemanusiaan Akibat Agresi terhadap Ukraina itu disahkan melalui pemungutan suara. Hasilnya, 140 negara mendukung, termasuk Indonesia.

Arrmanatha Nasir. (Foto: VOA/Fathiyah)
Arrmanatha Nasir. (Foto: VOA/Fathiyah)

"Situasi kemanusiaan di Ukraina dalam beberapa minggu terakhir terus memburuk. Jumlah pengungsi sudah melampaui tiga juta orang dalam satu bulan terakhir. Berbagai infrastruktur umum telah rusak," kata Arrmanatha.

Lewat resolusi tersebut, lanjutnya, negara-negara anggota PBB menyampaikan keprihatinannya dan mendorong diambil segera tindakan untuk mengatasi masalah kemanusiaan di Ukraina dan sekitarnya. Resolusi ini merupakan resolusi pertama tentang situasi kemanusiaan di Ukraina yang berhasil diadopsi oleh PBB.

Sebuah tanda bertuliskan "#TodayWeAreAllUKRAINE" tergantung di meja delegasi Swiss, 28 Februari 2022, di Markas Besar PBB. (Foto: AP)
Sebuah tanda bertuliskan "#TodayWeAreAllUKRAINE" tergantung di meja delegasi Swiss, 28 Februari 2022, di Markas Besar PBB. (Foto: AP)

Arrmanatha menambahkan rancangan resolusi ini dirumuskan bersama oleh Ukraina, Prancis, Meksiko dan sejumlah negara lainnya. Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan resolusi ini.

Indonesia, kata Arrmanatha memberikan berbagai masukan substansi yang konstruktif untuk segera meredakan konflik, menjamin akses bantuan kemanusiaan, menyediakam jalur evakuasi yang aman bagi warga sipil, dan mendorong mediasi dan dialog untuk menghentikan konflik.

Arrmanatha menekankan Indonesia memiliki satu tujuan, yakni memastikan masyarakat internasional dapat segera mengatasi situasi di Ukraina yang semakin memburuk.

Dalam sidang darurat Majelis Umum PBB tersebut, Afrika Selatan juga mengajukan draf resolusi yang memusatkan perhatian pada situasi kemanusiaan di Ukraina dan tidak memasukkan elemen politis termasuk peran Rusia dalam mengakibatkan situasi kemanusiaan di Ukraina.

Majelis Umum PBB Sahkan Resolusi Soal Krisis Kemanusiaan di Ukraina
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Menurutnya pendekatan dari kedua resolusi tersebut berbeda namun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu menangani masalah kemanusiaan dan menyelamatkan masyarakat sipil di tengah perang. Rancangan resolusi Afrika Selatan tidak dilakukan voting karena tidak memenuhi prosedur, apalagi sudah ada resolusi dengan isu yang sama.

Arrmanatha mengatakan mengedepankan pendekatan kemanusiaan di tengah perang adalah prinsip. Dalam stiap kesempatan pembahasan isu Ukraina di Majelis Umum PBB, Indonesia konsisten menyerukan menghentikan perang segera, mengatasi masalah kemanusiaan dan mendorong dihasilkannya kemajuan perundingan antara semua pihak.

Warga Ukraina berkerumun di bawah jembatan yang hancur saat mereka mencoba melarikan diri melintasi Sungai Irpin di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu, 5 Maret 2022. (Foto: AP/Emilio Morenatti)
Warga Ukraina berkerumun di bawah jembatan yang hancur saat mereka mencoba melarikan diri melintasi Sungai Irpin di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu, 5 Maret 2022. (Foto: AP/Emilio Morenatti)

Dia menegaskan jika perang di Ukraina berkepanjangan, dampak negatifnya tidak hanya dirasakan di Eropa namun juga di berbagai negara di seluruh dunia. Dampaknya saat ini terlihat dengan kenaikan harga pangan dan energi.

Pengamat keamanan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan dalam konteks sekarang, Indonesia bisa berperan dalam penanganan pengungsi namun harus ada syarat gencatan senjata. Kemudian Indonesia bisa menawarkan diri menjadi tempat perundingan bagi Rusia dan Ukraina.

"Kita tahu latar belakang dari perang ini adalah terlalu agresifnya penyebaran wilayah dari pihak Eropa. Sementara dari sisi lain, adanya sekuritas Rusia," ujar Nanto.

Pihak Barat sudah menjatuhkan sanksi-sanksi ekonomi bagi Rusia dan para pemimpinnya termasuk Presiden Vladimir Putin. Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahkan menyebut Putin sebagai penjahat perang. Pihak Barat juga memasok bantuan dana dan senjata untuk mendukung perlawanan Ukraina terhadap Rusia.

Majelis Umum PBB juga telah mengesahkan resolusi yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu dan mendesak agar Rusia segera menarik pasukannya. Namun, belum ada tanda-tanda Rusia ingin menghentikan perang. [fw/ab]

XS
SM
MD
LG