Mahkamah Agung Amerika sedang membahas sebuah kasus yang dapat mempengaruhi perguruan tinggi yang menggunakan ras sebagai faktor dalam penerimaan mahasiswa, demi kemajemukan.
Kasusnya menyangkut gugatan seorang perempuan kulit putih yang mengatakan, ia ditolak masuk Universitas Texas karena kebijakan yang mempertimbangkan ras sebagai faktor dalam penerimaan mahasiswa baru.
Kasus itu menyangkut aksi afirmatif, peraturan kontroversial yang dirancang untuk memastikan bahwa semua orang mendapat peluang dan perlakuan yang sama, tidak soal apa ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negara asal mereka.
Istilah aksi afirmatif pertama digunakan presiden John F Kennedy dalam surat perintah presiden tahun 1961. Selama bertahun-tahun kemudian, peraturan itu sudah dilemahkan dan dikuatkan oleh gugatan-gugatan hukum.
Kevin Brown, pakar ras dan pendidikan di Universitas Indiana mengatakan, putusan Mahkamah Agung kali ini dapat menimbulkan dampak internasional, karena banyak negara lain memiliki program serupa.
Kasusnya menyangkut gugatan seorang perempuan kulit putih yang mengatakan, ia ditolak masuk Universitas Texas karena kebijakan yang mempertimbangkan ras sebagai faktor dalam penerimaan mahasiswa baru.
Kasus itu menyangkut aksi afirmatif, peraturan kontroversial yang dirancang untuk memastikan bahwa semua orang mendapat peluang dan perlakuan yang sama, tidak soal apa ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negara asal mereka.
Istilah aksi afirmatif pertama digunakan presiden John F Kennedy dalam surat perintah presiden tahun 1961. Selama bertahun-tahun kemudian, peraturan itu sudah dilemahkan dan dikuatkan oleh gugatan-gugatan hukum.
Kevin Brown, pakar ras dan pendidikan di Universitas Indiana mengatakan, putusan Mahkamah Agung kali ini dapat menimbulkan dampak internasional, karena banyak negara lain memiliki program serupa.