Diperbaruinya larangan penebangan hutan tidak akan cukup untuk mengurangi tekanan terhadap hutan tanpa penegakan hukum yang lebih kuat di lapangan, menurut para peneliti dan aktivis.
Sebuah instruksi presiden baru, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo bulan lalu, melarang dikeluarkannya izin baru penebangan hutan dalam dua tahun mendatang, dan hal itu hampir sama dengan moratorium sebelumnya.
Kelompok lingkungan hidup Greenpeace Indonesia mengingatkan bahwa kecuali moratorium diperkuat, sedikitnya 12,5 juta hektar hutan primer dan lahan gambut di luar daerah konservasi dan yang dilindungi berpotensi ditebangi.
"Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi telah kehilangan fokusnya dan tidak memiliki arah yang jelas dalam melindungi hutan dan lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan hutan," ujar Teguh Surya dari Greenpeace Indonesia.
Indonesia merupakan penghasil gas-gas rumah kaca terbesar ke tiga di dunia, sebagian besar akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang mencakup sekitar 80 persen dari emisi tersebut, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Nirarta Samadhi, direktur Lembaga Sumber Daya Dunia (WRI) Indonesia, mengatakan bahwa jika pemerintah tidak memperpanjang larangan, hal itu akan menjadi langkah mundur dalam tata kelola sumber daya alam.
"Kemungkinan besar kita akan melihat eksploitasi hutan secara cepat," ujarnya.
Meski perpanjangan menunjukkan kepemimpinan pemerintahan Presiden Jokowi, moratorium itu hanya akan efektif jika pemerintah dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman atas kebijakan di tingkat lokal, menutup celah-celah dan meningkatkan tata kelola hutan, ujarnya.
Para peneliti mengatakan pemberlakuan larangan penebangan hutan dalam empat tahun terakhir memberikan hasil berbeda-beda.
Meurut analisis baru-baru ini yang dilakukan oleh WRI dan Pusat Pembangunan Global, moratorium mengurangi emisi Indonesia dari penebangan hutan 1 sampai 2,5 persen dalam periode tersebut.
"Perpanjangan dua tahun ini diperkirakan akan menggandakan pengurangan emisi. Dan moratorium selama periode 10 tahun dapat mengurangi emisi 2,5 sampai 6,4 persen," ujar Fred Stolle dari program hutan global WRI.
Namun, analisis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Kemitraan menunjukkan bahwa hampir 1 juta hektar hutan alami dan lahan gambut tidak disertakan dalam moratorium di empat provinsi: Riau, Jambi, Sumatra Selatan dan Kalimantan Tengah.
Para peneliti mengatakan hal ini mungkin terkait dengan pemilihan kepala daerah di mana para kandidat menjanjikan akan mengeluarkan izin penebangan hutan jika menang.
Nengah Surati Jaya, ahli kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan daerah-daerah yang tercakup dalam moratorium seharusnya dikaji ulang karena 60 persen dari lahan tersebut sudah dilindungi.
WRI menyerukan proses-proses yang lebih transparan dalam pengeluaran izin, berdasarkan atas informasi akurat mengenai tutup hutan, hak pemangkuan lahan dan isu-isu lokal.
"Masyarakat seharusnya melakukan inventarisasi dan pemetaan lahan-lahan mereka," ujar Stolle.