Organisasi nirlaba yang berbasis di Paris itu hari Senin (4/1) merilis laporan berjudul “Jihad Melawan Wartawan,” yang memuat usaha kelompok-kelompok bersenjata Islamis seperti ISIS, al-Qaida, Boko-Hara, dan al-Shabab untuk mengintimidasi dan membungkam wartawan, dan untuk menindas masyarakat yang diliput para wartawan.
Tanggal 7 Januari tahun lalu, kakak-beradik Cherif dan Said Kouachi menyerbu kantor-kantor Charlie Hebdo di Paris, membunuh delapan orang stafnya dan empat lainnya. Cabang al-Qaida di Semenanjung Arabia telah mengaku bertanggungjawab atas serangan itu.
“Sebagaimana ditunjukkan oleh pembantaian Charlie Hebdo, kita sedang memasuki masa di mana ancaman ini sedang menjadi global,” sekjen Journalist Without Border, Christophe Deloire, mengatakan dalam pernyataan yang menyertai pemberitaan laporan itu.
”Tidak akan mungkin melindungi wartawan, dan dengan demikian juga semua manusia di dunia, kecuali ada usaha habis-habisan untuk menentang ideologi kebencian yang sering didukung negara. Memelihara kebebasan dan kemandirian media jelas tantangan utama bagi masa depan umat manusia.”
Kira-kira 69 orang wartawan dibunuh tahun lalu, dengan ISIS dan al-Qaida bertangungjawab atas pembunuhan 28 orang, 40 persen, dari jumlah yang tewas, demikian dilaporkan oleh Komite Perlindungan Wartawan pekan lalu. Organisasi pejuang hak pers itu mengatakan sembilan orang wartawan tewas di Perancis, “yang kedua dan hanya Suriah di atasnya sebagai negara paling buruk bagi pers tahun 2015."
Barometer kebebasan pers "Journalis Without Border" menunjukkan 154 wartawan saat ini meringkuk dalam penjara.
Laporan baru organisasi itu menjajaki penyebab bencinya jihadis terhadap wartawan, serta usahanya untuk melenyapkan kebebasan pers dan menciptakan propaganda mempromosikan bentuk ektrim Islam. [gp]