Amerika Serikat menghambur-hamburkan miliaran dolar di Afghanistan yang dilanda perang untuk pengadaan bangunan dan kendaraan yang dibiarkan terbengkalai atau dihancurkan, menurut sebuah laporan yang dirilis Senin (1/3) oleh sebuah badan pengawas pemerintah AS.
Badan itu mengatakan mereka mengevaluasi dana 7,8 miliar dolar yang dihabiskan sejak 2008 untuk pengadaan bangunan dan kendaraan. Hasilnya, hanya bangunan dan kendaraan senilai 343,2 juta dolar yang berhasil dipertahankan dalam kondisi baik, kata Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan, atau SIGAR, yang mengawasi uang pembayar pajak Amerika yang dihabiskan untuk konflik berkepanjangan itu.
Laporan itu mengatakan bahwa hanya 1,2 miliar dolar dari 7,8 miliar dolar yang digunakan untuk membiayai gedung dan kendaraan yang digunakan sebagaimana mestinya.
“Fakta bahwa begitu banyak aset modal yang akhirnya tidak digunakan, rusak atau terbengkalai seharusnya menjadi perhatian utama bagi lembaga-lembaga yang membiayai proyek-proyek ini,'' kata John F. Sopko, inspektur jenderal khusus, dalam laporannya.
Publik AS sudah jenuh dengan perang yang telah berlangsung 20 tahun itu dan Presiden Joe Biden sedang meninjau kesepakatan damai yang ditandatangani pendahulunya, Donald Trump, dengan Taliban setahun yang lalu. Biden harus memutuskan apakah akan menarik semua pasukan sebelum 1 Mei, seperti yang dijanjikan dalam kesepakatan itu, atau tinggal dan mungkin memperpanjang perang.
Para pejabat mengatakan belum ada keputusan yang dibuat hingga sejauh ini, tetapi pada hari Senin (1/3), utusan perdamaian Washington yang menjadi perantara kesepakatan AS-Taliban, Zalmay Khalilzad, kembali ke ibu kota Afghanistan untuk melakukan tur di wilayah tersebut.
Taliban dan pemerintah Afghanistan telah mengadakan pembicaraan yang terputus-putus di negara Teluk Arab, Qatar, tetapi kesepakatan yang dapat menghadirkan perdamaian di Afghanistan setelah 40 tahun perang tanpa henti tampaknya masih jauh.
Setelah Kabul, Khalilzad akan melakukan perjalanan ke ibu kota Qatar, Doha, dan negara-negara tetangga, termasuk Pakistan, untuk mendorong kemajuan baru dalam pembicaraan Doha dan gencatan senjata untuk mengakhiri kekerasan tanpa henti.
Analis Bill Roggio dari Long War Journal mengatakan temuan SIGAR tidak mengejutkan. Alasan-alasan kerugian finansial yang terjadi, menurutnya, termasuk serangan Taliban, korupsi dan “alokasi dana untuk masalah tanpa mempertimbangkan implikasinya''.
“Membangun klinik dan sekolah adalah satu hal, sementara mengoperasikan, memelihara, dan - dalam banyak kasus -mempertahankan infrastruktur ini dari serangan Taliban adalah hal lainnya,'' kata Roggio. “Selain itu, Barat sangat meremehkan dampak korupsi Afghanistan dan, dalam banyak kasus, ketidakbecusannya. Ini merupakan resep kegagalan.''
Badan-badan AS yang bertanggung jawab atas konstruksi bahkan tidak bertanya kepada rakyat Afghanistan apakah mereka benar-benar membutuhkan bangunan yang akan dibangun badan-badan itu, atau apakah rakyat Afghanistan memiliki kemampuan teknis untuk membuatnya tetap beroperasi dengan semestinya, kata Sopko dalam laporannya.
Pemborosan itu merupakan pelanggaran terhadap “banyak undang-undang yang menyatakan bahwa badan-badan AS tidak boleh membangun atau memperoleh aset modal sampai mereka dapat menunjukkan bahwa negara yang diuntungkan memiliki sumber daya keuangan dan teknis serta kemampuan untuk menggunakan dan memelihara aset tersebut secara efektif, '' katanya.
Torek Farhadi, mantan penasihat pemerintah Afghanistan, mengatakan bahwa mentalitas donor sebagai pihak yang paling mengerti masih sering muncul, dan biasanya itu berarti hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali konsultasi dengan pemerintah Afghanistan mengenai proyek-proyek itu.
Ia mengatakan kurangnya koordinasi di antara banyak donor internasional ikut mendorong terjadinya pemborosan. Misalnya, ia mengatakan, sekolah-sekolah kadang-kadang dibangun bersamaan dengan pembangunan sekolah-sekolah lain yang dibiayai oleh donor lain. Pembangunan tetap berjalan karena begitu keputusan dibuat, kontrak diberikan dan uang dialokasikan. Sekolah-sekolah itu dibangun terlepas dari ada tidaknya kebutuhan, kata Farhadi.
Suntikan miliaran dolar, yang sebagian besar tidak terpantau, memicu korupsi yang tak terkendali di kalangan warga Afghanistan dan kontraktor internasional. Para ahli mengatakan bahwa meskipun ada pemborosan, kebutuhan akan bantuan itu nyata, mengingat pemerintah Afghanistan sangat bergantung pada dana internasional.
Situasi keamanan yang memburuk di Afghanistan juga sangat menghambat pemantauan proyek, sehingga proyek-proyek yang buruk sering tidak terdeteksi, kata Farhadi, mantan penasihat pemerintah Afghanistan.
“Konsultasikan dengan penduduk setempat tentang kebutuhan dan keberlanjutan proyek setelah proyek selesai, '' katanya. “Mengawasi kemajuan dan implementasi proyek, serta mengaudit setiap pengeluaran seharusnya menjadi bagian dari strategi lembaga-lembaga pendanaan AS dalam menjalankan proyek di masa depan.” [ab/uh]