Negara-negara sekutu dan para pengamat isu Amerika Serikat (AS) di seluruh dunia memiliki harapan yang tinggi ketika diplomat veteran Antony Blinken dilantik sebagai Menteri Luar Negeri AS ke-71 pada Januari lalu.
Banyak pihak mengatakan bahwa pengangkatan Blinken merupakan bagian dari "hari baru bagi Amerika. Ini adalah hari baru bagi dunia."
Berbicara kepada staf Departemen Luar Negeri pada hari pertamanya, Blinken menaruh harapan yang tinggi.
“Dunia sedang memperhatikan kita dengan seksama sekarang. Mereka ingin tahu apakah kita dapat menyembuhkan bangsa kita," kata Blinken.
"Mereka ingin melihat apakah kita akan memimpin dengan kekuatan teladan kita, apakah kita akan mengutamakan diplomasi dengan sekutu-sekutu dan mitra-mitra kita untuk menghadapi berbagai tantangan besar pada zaman kita – seperti pandemi, perubahan iklim, krisis ekonomi, ancaman terhadap demokrasi, perjuangan untuk keadilan rasial – dan bahaya terhadap keamanan kita dan stabilitas global yang ditimbulkan oleh para pesaing dan musuh-musuh kita,” tambahnya.
Tetapi, janji-janji pada bulan Januari itu dihiasi oleh berbagai kenyataan pahit di lapangan. Kudeta militer di Myanmar yang terjadi pada Februari lalu, yang selanjutnya diikuti oleh tindakan kekerasan dari pihak militer terhadap puluhan ribu pengunjuk rasa, pembunuhan presiden Haiti pada bulan Juli, dan kudeta militer pada Oktober di Sudan hanyalah beberapa dari krisis internasional yang harus dihadapi oleh pemerintahan Biden pada tahun 2021.
Amerika Serikat juga bekerja keras untuk ikut mengakhiri konflik selama setahun yang dimulai di wilayah Tigray utara di Ethiopia di mana jutaan orang di sana sekarang menghadapi kelaparan.
Para analis mengatakan penarikan pasukan militer Amerika yang kacau dari Afghanistan pada Agustus menjadi ujian bagi pemerintahan Biden, bersama dengan kemarahan Prancis atas kesepakatan jual-beli kapal selam bertenaga nuklir antara Amerika dan Australia.
“Aliansi dengan Eropa telah diperbaiki. (Memang) ada kerikil-kerikil di sepanjang jalan, itu pasti. Afghanistan dan kesepakatan kapal selam AUKUS adalah dua gangguan hambatan yang cukup besar. Tetapi, aliansi berfungsi jauh lebih baik,” kata Michael Kimmage, guru besar dan ketua Jurusan Sejarah di Catholic University of America.
Kimmage juga merupakan peneliti di German Marshall Fund, lembaga pemikir kebijakan publik non-partisan di Washington, D.C., dengan perhatian khusus pada kerja sama dan pemahaman antara Amerika Utara dan Eropa.
Seiring dengan semakin mendekatnya 2022, China dan musuh-musuh AS lainnya mencermati bagaimana Biden dan Blinken menangani pengerahan besar-besaran militer Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina, dan apakah Amerika Serikat menghormati komitmennya pada integritas teritorial sekutu-sekutunya. [lt/rs]