Kota Solo kembali menjadi perhatian publik setelah KPK menangkap Bupati Jepara Ahmad Marzuqi dan seorang hakim Pengadilan Negeri Semarang Lasito ketika sedang melakukan transaksi di sebuah rumah mewah milik Lasito di Kerten Laweyan Solo. Marzuqi diduga menyuap Lasito 700 juta rupiah dalam bentuk rupiah dan dolar Amerika untuk memuluskan suatu kasus di pengadilan. KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka. Tetapi tak lama kemudian Kejati Jawa Tengah mengeluarkan SP3 atau Surat Penghentian Penyidikan Perkara perkara tersebut, meskipun akhirnya menerbitkan surat perintah penyidikan baru setelah diprotes keras oleh berbagai badan dan organisasi.
Kasus suap ini bukan yang pertama terjadi di kota Solo. Warga tentu masih ingat betul kasus koruspi pengadaan simulator SIM (Surat Ijin Mengemudi) yang melibatkan Irjen Pol. Djoko Susilo. Dua rumah mewah di Solo yang bernilai lebih dari 35 miliar rupiah dan disebut-sebut sebagai milik jendral polisi itu, disita KPK.
Sekelompok warga Solo yang geram dengan para pelaku korupsi hari Minggu ini (9/12) menggelar aksi demonstrasi, yang diwarnai tindakan menginjak-injak puluhan gambar tikus sebagai simbol memberantas pelaku korupsi. Haristato yang ikut berdemonstrasi mengatakan kepada VOA, ia berharap semangat memberantas korupsi tak pernah mati dan pidana mati bagi koruptor.
“Ini bentuk aksi kami maraknya kasus korupsi di Indonesia. Stop maraknya kasus korupsi. Perberat atau hukum mati koruptor. Korupsi menyengsarakan masyarakat dan negara,” ujar Haristato.
KPK Siap Beri Perlindungan Bagi Warga yang Melaporkan Kasus Korupsi
Tak jauh dari lokasi aksi warga tersebut, pemerintah kota Solo dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK memberi pendidikan anti-korupsi bagi generasi muda dalam acara “Car Free Day“ atau “Hari Bebas Kendaraan.” Salah seorang Dewan Penasehat KPK, Budi Santoso, menggarisbawahi pentingnya peran warga untuk terus meningkatkan semangat untuk mencegah dan memberantas korupsi. Oleh karena itu, ujarnya, perlindungan dan penghargaan bagi saksi pelapor kasus korupsi menjadi instrumen penting.
“Sebenarnya aturan pemberantasan korupsi di Indonesia itu sudah mencukupi dan relatif lengkap. Hanya kelembagaan yang bertugas menangani kasus korupsi perlu dibenahi. Kami melihat di KPK, koordinasi itu perlu ditingkatkan. Hal lain yang menurut kami penting, saya kira sikap permisif msyarakat terhadap terjadinya pidana korupsi, mungkin masih perlu digenjot ya, karena masih banyak kejadian-kejadian atau dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi, tetapi masyarakat belum mau atau belum berani melaporkan sehingga perlu diberi insentif atau penghargaan tinggi dan perlidungan bagi mereka yang mau melaporkan adanya kasus korupsi. Saya kira langkah ini perlu didukung termasuk KPK,” papar Budi Santoso.
Sejumlah penegak hukum telah dijerat karena melakukan tindak korupsi. Termasuk diantaranya adalah 29 hakim Mahkamah Konstitusi, hakim Adhoc Tipikor, hingga hakim di tingkat pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Ada pula 10 pejabat polisi dan lima jaksa yang tergoda pusaran korupsi, dan sejumlah menteri di jajaran kabinet sebelumnya, DPRD propinsi dan kabupaten/kota hingga kepala daerah. Sepanjang tahun 2018 ini saja KPK telah melangsungkan sedikitnya 27 operasi tangkap tangan atau OTT bekerjasama dengan aparat kepolisian.
Indeks Persepsi Korupsi: Indonesia di Peringkat 98
Dalam indeks persepsi korupsi 2017 yang dikeluarkan Transparency International pertengahan 2018 lalu, Indonesia menempati peringkat ke 96 dari 180 negara. Lima negara yang dinilai paling bebas korupsi adalah: Selandia Baru, Denmark, Finlandia, Norwegia dan Swiss. Sementara lima negara yang dinilai paling korup adalah : Yaman, Afghanistan, Suriah, Sudan Selatan dan Somalia. [ys/em]