Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Korea Selatan hari Kamis mengatakan pihaknya "mengamati dengan cermat semua kegiatan Korea Utara" menyusul beberapa manuver jet-jet tempur Korea Utara di dekat wilayah udara Korea Selatan dalam beberapa minggu terakhir.
Juru bicara Gabungan Kepala Staf itu tidak akan mengemukakan rincian kegiatan ini. Tapi berbagai sumber mengatakan jet-jet Korea Utara telah melakukan puluhan manuver setiap harinya dan beberapa di antaranya mendekati apa yang dikenal sebagai Garis Aksi Taktis, yaitu titik antara 20 dan 50 kilometer di utara wilayah udara Korea Selatan. Setiap pesawat yang mendekati garis tersebut memicu jet tempur Korea Selatan bergegas ke udara.
Seorang pejabat di kementerian pertahanan, yang berbicara kepada VOA News dengan persyaratan tidak disebutkan namanya, mengatakan tidak ada jet Korea Utara memasuki wilayah udara Korea Selatan.
Tapi penerbangan selama satu jam oleh pesawat tempur Korea Utara jenis SU-25 pada hari Selasa, memicu Korea Selatan meluncurkan empat jetnya . Pesawat tempur itu, dengan kecepatan tertinggi 950 kilometer per jam, mendekati Pulau Gangwha di Korea Selatan, di sebelah utara Bandara Internasional Inchon, dan kemudian menghabiskan beberapa menit di atas kota perbatasan Kaesong sebelum kembali ke utara.
Presiden Lee mengatakan Korea Selatan memiliki sistem keamanan yang tak bisa ditembus dan akan menjaga perdamaian di semenanjung itu dengan menanggapi segala bentuk provokasi dengan sanksi tegas.
Pada hari yang sama, 200 kilometer ke Utara, pemimpin baru di Pyongyang, Kim Jong Un, muncul di depan ribuan anak sekolah dan memberikan pidato keduanya di depan umum sejak berkuasa tahun lalu.
Kim mengatakan anak-anak "harus menjadi revolusioner muda, kaum muda yang tangguh dan berani mati" untuk melindungi pihak pekerja.
Awal pekan ini, Staf Umum Angkatan Bersenjata Rakyat Korea Utara mengancam akan menyerang perusahaan media konservatif di Seoul karena dipandang menghina pemimpin baru Korea Utara. Pyongyang memperingatkan jika mereka tidak meminta maaf Korea Selatan akan menghadapi "perang suci tanpa ampun."
Analis berpendapat provokasi militer mungkin datang dari Utara sebagai bagian dari proses kekuatan militer di sana untuk menunjukkan kesetiaan kepada pemimpin mereka yang baru Kim Jong Un dan menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang mampu dan tangguh sebagaimana almarhum ayah dan kakeknya, pemimpin sebelumnya di negara yang represif itu.
Juru bicara Gabungan Kepala Staf itu tidak akan mengemukakan rincian kegiatan ini. Tapi berbagai sumber mengatakan jet-jet Korea Utara telah melakukan puluhan manuver setiap harinya dan beberapa di antaranya mendekati apa yang dikenal sebagai Garis Aksi Taktis, yaitu titik antara 20 dan 50 kilometer di utara wilayah udara Korea Selatan. Setiap pesawat yang mendekati garis tersebut memicu jet tempur Korea Selatan bergegas ke udara.
Seorang pejabat di kementerian pertahanan, yang berbicara kepada VOA News dengan persyaratan tidak disebutkan namanya, mengatakan tidak ada jet Korea Utara memasuki wilayah udara Korea Selatan.
Tapi penerbangan selama satu jam oleh pesawat tempur Korea Utara jenis SU-25 pada hari Selasa, memicu Korea Selatan meluncurkan empat jetnya . Pesawat tempur itu, dengan kecepatan tertinggi 950 kilometer per jam, mendekati Pulau Gangwha di Korea Selatan, di sebelah utara Bandara Internasional Inchon, dan kemudian menghabiskan beberapa menit di atas kota perbatasan Kaesong sebelum kembali ke utara.
Presiden Lee mengatakan Korea Selatan memiliki sistem keamanan yang tak bisa ditembus dan akan menjaga perdamaian di semenanjung itu dengan menanggapi segala bentuk provokasi dengan sanksi tegas.
Pada hari yang sama, 200 kilometer ke Utara, pemimpin baru di Pyongyang, Kim Jong Un, muncul di depan ribuan anak sekolah dan memberikan pidato keduanya di depan umum sejak berkuasa tahun lalu.
Kim mengatakan anak-anak "harus menjadi revolusioner muda, kaum muda yang tangguh dan berani mati" untuk melindungi pihak pekerja.
Awal pekan ini, Staf Umum Angkatan Bersenjata Rakyat Korea Utara mengancam akan menyerang perusahaan media konservatif di Seoul karena dipandang menghina pemimpin baru Korea Utara. Pyongyang memperingatkan jika mereka tidak meminta maaf Korea Selatan akan menghadapi "perang suci tanpa ampun."
Analis berpendapat provokasi militer mungkin datang dari Utara sebagai bagian dari proses kekuatan militer di sana untuk menunjukkan kesetiaan kepada pemimpin mereka yang baru Kim Jong Un dan menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang mampu dan tangguh sebagaimana almarhum ayah dan kakeknya, pemimpin sebelumnya di negara yang represif itu.