Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) hari Selasa (31/5) mengumumkan sekitar 880 migran dan pengungsi tewas ketika berupaya menyeberangi Laut Tengah pekan lalu.
Jumlah ini membuat total korban tewas dalam lima bulan pertama tahun 2016 menjadi lebih dari 2.500 orang. Dalam periode yang sama tahun 2015 lalu jumlah korban tewas mencapai 1.855 orang.
Organisasi-organisasi HAM telah menyebarluaskan foto seorang anggota tim SAR Jerman yang menggendong seorang bayi yang mati karena tenggelam, untuk menarik perhatian dunia atas krisis tersebut.
Juru bicara UNHCR William Splinder – dalam konferensi pers di Jenewa – mengatakan di kawasan Laut Tengah, kemungkinan tewas ketika menyeberang adalah 1 dari tiap 81 orang.
Splinder menambahkan, rute Afrika Utara – Italia itu bahkan jauh lebih berbahaya, di mana “sejauh ini ada 2.119 korban tewas yang dilaporkan, sehingga kemungkinan tewas ketika melakukan perjalanan ini menjadi 1 dari tiap 23 orang”.
Sebagian besar migran melakukan perjalanannya dari Nigeria dan Gambia, sementara sebagian besar warga Suriah, Afghanistan dan Irak masih mengambil rute Turki-Yunani, demikian menurut UNHCR.
Seusai bertemu Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto, Menteri Luar Negeri Denmark Kristian Jensen hari Selasa mengatakan Uni Eropa harus “ bekerja sama” untuk menurunkan arus migran memasuki kawasan Eropa tersebut.
Szijjarto menyebut krisis migran ini sebagai “tantangan paling serius” yang pernah dihadapi Uni Eropa sejak terbentuknya blok negara itu. Uni Eropa ini harus melindungi perbatasannya karena “Eropa tidak akan mampu mengatasi” tantangan migrasi ini”, tambah Szijjarto.
Hongaria telah mendirikan tiga zona transit untuk memproses para pencari suaka, setelah memasang pagar-pagar kawat berduri di perbatasannya dengan Serbia dan Kroasia, untuk mencegah arus migran menuju Eropa Barat. Denmark telah meningkatkan kontrol di perbatasan- bagian selatan dengan Jerman. [em/ii]