Beberapa pekerja bantuan internasional yang diperkosa di Sudan Selatan dalam suatu serangan terhadap hotel di Juba mengatakan pemerintahan Presiden Salva Kiir telah mengabaikan permohonan mereka untuk memperoleh kompensasi dan ganti rugi.
Para pekerja bantuan itu diserang di Hotel Terrain pada Juli 2016 oleh tentara Sudan Selatan.
Salah seorang korban, yang untuk melindungi privasinya hanya disebut sebagai “Jane,” hari Senin (4/3) mengatakan kepada VOA bahwa masyarakat internasional seharusnya menekan pemerintah Sudan Selatan untuk memberikan kompensasi kepada para korban. “Yang sangat menyedihkan kami adalah ketika mendapati bahwa seluruh dokumen pengadilan militer hilang. Putusan disampaikan tanpa dokumen-dokumen ini, dan ketika kami berupaya mengajukan banding untuk memperoleh kompensasi, kami tidak dapat melakukannya,” ujar Jane.
Tahun Lalu Pengadilan Militer Sudan Selatan Vonis 10 Tentara
Pengadilan militer Sudan Selatan tahun lalu menjatuhkan hukuman penjara terhadap 10 tentara karena memperkosa para pekerja bantuan internasional dan membunuh wartawan lokal John Gatluak dalam serangan itu. Pengadilan juga memerintahkan pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada para korban.
Hotel Terrain diberi kompensasi 2,5 juta dolar. Keluarga Gatluak diberi 51 sapi sebagai kompensasi kematiannya. Tiga korban perkosaan dan dua korban penganiayaan lainnya diberi masing-masing empat ribu dolar. Seorang pekerja bantuan Amerika yang dipukuli dan ditembak, dan kini mengalami kerusakan tulang belakang permanen diberi seribu dolar.
Kami ingin mengajukan banding karena kompensasi yang diberikan itu konyol dan merupakan penghinaan bagi kami,” ujar Jane. “Tanpa dokumen-dokumen itu, kami tidak dapat mengajukan banding.”
Kedubes AS di Juba Tetap Desak Pemerintah Untuk Adili Pelanggar HAM Lain
Kedutaan Besar Amerika di Juba pada September 2018 telah mengeluarkan pernyataan yang isinya menyambut vonis tersebut, tetapi tetap mendesak pejabat-pejabat Sudan Selan untuk mengadili sejumlah orang lain yang telah melakukan pelanggaran HAM dalam konflik selama lima tahun itu.
Kedutaan Besar Amerika di Juba mengatakan “akan terus menggunakan piranti, termasuk sanksi-sanksi, agar otorita berwenang mengambil tindakan terhadap mereka yang berupaya memicu kekacauan, menentang perdamaian dan melakukan pelanggaran HAM serius di Sudan Selatan.”
Jane mengatakan masyarakat internasional harus meningkatkan tekanan agar para korban dapat mengajukan banding. “Ini seperti kecelakaan yang sangat parah, yang benar-benar dilupakan. Dalam kasus apapun, kasus-kasus perkosaan masih terus terjadi di Sudan Selatan,” tambahnya.
Jane mengatakan ia kembali ke Sudan Selatan tahun lalu untuk memberi kesaksian karena ingin menyuarakan hal-hal yang tidak bisa disampaikan perempuan-perempuan lain yang takut menghadapi pemerintah dan mencari keadilan.
Wakili 30 Korban Perkosaan, Legal Action Worldwide Tuntut Pemerintah Sudan Selatan
Sekelompok pengacara HAM tahun 2018 lalu, atas nama 30 perempuan dan anak perempuan yang diduga diperkosa oleh anggota-anggota tentara dan penjaga keamanan kepresidenan, telah mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintah Sudan Selatan. Antonia Mulyev, Direktur Legal Action Worldwide – suatu jaringan LSM yang terdiri dari para pengacara hak asasi – mengatakan tentara Sudan Selatan melakukan serangan seksual “brutal,” termasuk perbudakan seks, penyiksaaan seksual, perkosaan dan perkosaan beramai-ramai terhadap perempuan dan anak perempuan.
“Mereka memperkosa kami. Mereka memukuli kami. Saya tidak dapat bekerja. Saya perlu terapi berkelanjutan,” ujar Jane. “Mereka membunuh kami dari dalam, dan saya masih memiliki luka permanen yang terlihat nyata pada saya. Kompensasi empat ribu dolar untuk kekejian seburuk ini? Saya akan terus berjuang. Mereka harus memberikan kami kompensasi sesungguhnya. Kami perlu menunjukkan pada dunia bahwa perkosaan adalah kejahatan nyata.”
VOA telah mengajukan permohonan wawancara kepada seorang menteri di kantor kepresidenan Sudan Selatan, tetapi masih belum membuahkan hasil. [em]