Kongres Maritim Indonesia yang pertama di Surabaya merumuskan sejumlah naskah dokumen dan cetak biru, yang berkaitan dengan infrastruktur maritim yang ada di Indonesia. Menurut Sekretaris Deputi bidang Infrastruktur, Kementerian Koordinator Maritim, Arif Rahman, rekomendasi dan hasil pembahasan dalam kongres ini diusulkan untuk menjadi sebuah ketetapan pemerintah atau bahkan Undang-undang, sebagai dasar pembangunan sektor maritim di Indonesia hingga 2025. Pembangunan infrastruktur terkait kemaritiman akan mengatasi persoalan konektivitas dan logistik yang menjadi masalah negara kepulauan seperti Indonesia.
“Untuk infrastruktur kita benar-benar berharap pengembangan-pengembangan sentra-sentra industri yang saat ini kita kenal dengan pengembangan daerah kawasan ekonomi khusus itu, bisa benar-benar sesuai harapan, dalam arti menjadi pusat pertumbuhan-pertumbuhan ekonomi, khususnya di Indonesia timur, agar konektivitas dan logistik itu tidak dianggap menjadi berat gara-gara isian (kapal) dari timur menuju barat itu kosong,” papar Arif Rahman.
Kebijakan pemerintah membangun infrastruktur industri di daerah-daerah selain Jawa, menurut pakar transportasi laut dari Universitas Pattimura, Ambon, Marcus Takan, akan sangat membantu pelaku ekonomi di daerah yang sering terkendala persoalan tarif kapal, akibat tidak adanya barang yang diangkut dari timur menuju barat Indonesia.
“Saya tadi minta keluar kebijakan pemerintah untuk membangun infrastruktur industri yang bisa menghasilkan, sehingga ada barang balik dari timur ke barat itu kapal besar. Dengan demikian kita tidak lagi mengalami yang disebut tarif carter, ini harus diputus,” tutur Marcus.
Praktisi maritim yang memiliki usaha di bidang perikanan di Natuna, Rodhial Huda mengatakan, memperbanyak jadwal pelayaran dari Jawa ke pulau-pulau terluar menjadi salah satu solusi untuk membangkitkan perekonomian di luar Jawa. Hal ini karena daerah-daerah di luar Jawa juga memiliki potensi produksi, yang dapat dijadikan komoditas angkut kapal untuk kembali ke Jawa.
“Kalau dia (kapal) tiap minggu justru akan datang muatan, orang merasa ada perputaran yang lebih cepat, sebulan sekali ini orang ragu-ragu mau kirim, karen Natuna ini ada ikan, ada rumput laut, ada kelapa, ada cengkeh. Surabaya ada orang yang beli rumput laut, kapal Pelni ada yang ke Surabaya dan ke Jakarta,” kata Huda.
Pakar kemaritiman dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Daniel M. Rosyid mengungkapkan, meski upaya pemerintah mendorong poros maritim dengan tol laut sudah cukup baik, masih perlu pelibatan swasta untuk mendukung ketersediaan kapal perintis yang menjangkau semua wilayah Indonesia.
“Kapal-kapal kita sekarang ini ada masalah karena kita dalam beberapa hal tertentu ada kelebihan ruang kapal, tapi kita butuh untuk pelayanan perintis sebagai feeder, jadi pengadaan kapal-kapal baru yang mungkin sekarang tidak dilakukan oleh Pelni, nanti tapi oleh swasta,” ujar Daniel.
Arif Rahman menambahkan, pembangunan poros maritim diharapkan tidak hanya mengenai tergalinya sumber daya yang ada di suatu daerah, namun lebih pada pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat.
“Dengan poros maritim ini tidak hanya mengeksploitasi saja sumber daya alam, tapi aspek pemerataan, jadi tidak lagi terlihat ketimpangan yang jelas, nyata, antara Indonesia timur dan barat,” tukasnya. [pr/em]