Konflik di kawasan Tigray, Ethiopia, berlanjut, Kamis (5/11), setelah Perdana Menteri Abiy Ahmed menyatakan dalam pidatonya yang disiarkan televisi secara nasional bahwa militer akan melakukan operasi lebih lanjut pekan ini sebagai tanggapan atas dugaan serangan mematikan terhadap sebuah pangkalan militer oleh pemerintah setempat.
Jaringan komunikasi masih terputus di Tigray, wilayah di utara, setelah tiba-tiba terganggu sewaktu kantor Abiy pertama kali mengumumkan akan melakukan aksi militer, Rabu pagi. Terputusnya jaringan komunikasi mempersulit upaya memverifikasi klaim-klaim yang dikeluarkan pemerintah federal Ethiopia.
Para pengamat memperingatkan bahwa perang saudara di Tigray ini bisa mengguncang kestabilan negara terpadat kedua di Afrika ini. Apalagi, negara di kawasan Tanduk Afrika tersebut memang sudah bergejolak.
Abiy, yang dianugerahi Nobel Perdamaian tahun lalu untuk reformasi politiknya yang menyeluruh, sekarang menghadapi tantangan terberat dalam menyatukan negara berpenduduk sekitar 110 juta orang dengan beragam etnis dan persoalan itu.
Organisasi-organisasi bantuan dan kelompok-kelompok HAM telah meminta agar jaringan komunikasi dipulihkan dan memperingatkan bahwa akan ada bencana kemanusiaan besar jika ratusan ribu orang berusaha mengungsi untuk menghindari pertempuran di tengah pandemi COVID-19.
Ethiopia telah memberlakukan keadaan darurat selama enam bulan di kawasan Tigray, yang memainkan peran dominan dalam pemerintahan dan militer negara itu sebelum Abiy menjabat pada 2018.
Sejak itu, kawasan yang merasa terpinggirkan, menyatakan memisahkan diri dari koalisi yang berkuasa, dan menentang Abiy. Pemerintah setempat bahkan melangsungkan pemilu tersendiri pada September lalu yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah federal. [ab/uh]