Tautan-tautan Akses

Konferensi Anti Tembakau Bahas Kebijakan untuk Atasi Pandemi Tembakau


Peringatan bahaya tembakau dipasang di jalanan New Delhi, India (foto: ilustrasi).
Peringatan bahaya tembakau dipasang di jalanan New Delhi, India (foto: ilustrasi).

Delegasi dari 137 negara menghadiri konferensi anti tembakau selama seminggu untuk bertukar gagasan dan mengusulkan kebijakan untuk mengatasi pandemi tembakau di seluruh dunia. Para penyelenggara mengatakan kemajuan telah dibuat sejak Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai Pengendalian Tembakau mulai berlaku pada tahun 2005, tetapi masih banyak yang harus dilakukan.

Penyelenggara Konferensi ke-8, Para Pihak Konvensi WHO, yang dikenal sebagai COP8, mengatakan kemajuan penting telah dibuat dalam mengurangi permintaan tembakau. Hal ini terutama disebabkan oleh pajak yang tinggi terhadap rokok, yang menghambat penjualan.

Mereka mengatakan pemerintah juga telah membuat kemajuan dalam menetapkan lingkungan bebas asap rokok, kemasan dan pelabelan, dan dalam melarang promosi iklan serta sponsor tembakau .

Tetapi Kepala Sekretariat Konvensi, Vera da Costa e Silva mengatakan aturan mengenai iklan lintas perbatasan masih kurang dan sulit ditegakkan. Ia memberi tahu VOA bahwa industri tembakau sangat pintar dalam menghindari larangan-larangan tersebut dengan menggunakan Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya untuk menarik orang agar menggunakan produk mereka yang mematikan.

“Dengan menggunakan media sosial, mereka tidak hanya menarik perhatian anak muda pengguna terbesar media sosial namun juga menjadikan tembakau sebagai hal yang bisa diterima secara sosial. Mereka mempertahankan lingkungan bahwa tembakau harus terus menjadi bagian dari lingkungan alami dan tetap di masyarakat,” ujar Da Silva.

Dalam hal ini, industri tembakau sangat sukses. WHO melaporkan ada lebih dari satu miliar perokok di dunia, sekitar 80 persen dari mereka tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO mengatakan tujuh juta orang meninggal lebih dini akibat tembakau setiap tahun.

Da Silva mengatakan gangguan tembakau, dikombinasikan dengan munculnya produk tembakau baru merupakan hambatan paling serius bagi pelaksanaan Konvensi Anti-Tembakau.

Ia mencatat tidak ada konsensus ilmiah mengenai apakah teknologi baru, seperti rokok elektronik dan vaping bisa digunakan sebagai strategi pengurangan dampak buruk untuk membantu orang berhenti merokok. Ia mengatakan COP menyerukan kepada pemerintah agar mengatur dan melarang produk-produk ini sampai tersedia lebih banyak bukti mengenai dampaknya. (my)

XS
SM
MD
LG